The Lost Love

Kompetisi gamer (2)



Kompetisi gamer (2)

0Kompetisi segera di mulai. Dia tampak gugup sejenak, menggosok-gosok kedua telapak tangannya, meregangkan jari jemarinya lantas menghirupnya ketika menutup ujung hidungnya.     

Seketika dia terhentak begitu mencium aroma wangi parfum Heni dari kedua telapak tangannya. Kenzo tersenyum meski detak jantungnya kian meningkat.     

Kompetisi pun di mulai. Pikiran fokus dan tatapan kedua matanya hanya tertuju pada layar ponselnya saja. Dia melimpahkan rasa sakit hati dan kekecewaannya Alona, melalui kompetisi itu.     

"Persetan dengan cinta, dan kau pembohong Alona. Kau bilang kita akan terus bersama, saling memegang erat serta melawan benteng yang begitu kokoh di bangun oleh ayahmu." Kenzo menggerutu di dalam hatinya.     

Di menit ke-47, Kenzo berhasil memenangkan kompetisi itu. Akhirnya dia di nobatkan sebagai juaranya, dia tampak puas setelah berhasil memenangkannya.     

Lantas dia keluar dari ruangan yang cukup pribadi. Dia melihat Heni dan beberapa member club gamernya sudah menunggunya serta menyambutnya di luar ruangan.     

Semua begitu antusias. Melihat Kenzo lebih dulu keluar dari ruangan yang artinya dia keluar sebagai pemenang. Sontak saja Heni menghampirinya dan merangkul leher Kenzo reflek seketika.     

"Congrats, Ken! Kau menang," ucap Heni seraya memeluk tubuh Kenzo.     

Beberapa diantara teman mereka berdehhem setelah sejenak kebingungan melihat tingkah Heni pada Kenzo.     

"Iya, te-terima kasih. Tapi, bisakah kau lepaskan pelukanmu dulu. Semua sedang memperhatikan kita saat ini, Hen..." bisik Kenzo. Sikapnya begitu canggung dan salah tingkah.     

Heni segera menjauh dari tubuh Kenzo. "Umh, maaf. Aku terlalu bahagia, jadi..."     

"Aku mengerti." Kenzo berbisik lantas menyapa beberapa teman club lainnya yang ikut serta hadir.     

Akhirnya pun mereka pergi bersama ke cafe shop untuk merayakan hal ini. Tak seperti biasanya, Kenzo hanya mengiyakan dengan wajah datar.     

Setelah tiba di sebuah tongkrongan yang mereka tuju, mereka saling berbincang santai mengenai berbagai game terbaik dan seru yang asyik untuk di mainkan.     

Jelang satu jam kemudian, Kenzo berpamitan untuk pulang. Membuat Heni penuh tanda tanya, meski dalam hati Kenzo begitu keras hati ingin melawan kepedihan di hatinya. Tapi nyatanya, dia tak bisa. Hatinya masih terasa pedih, pikirannya kacau.     

"Ken, tunggu!" panggil Heni dari belakang begitu Kenzo melangkah keluar lebih dulu.     

"Ada apa, Heni?" tanya Kenzo.     

"Ada apa denganmu?"     

"Aku... Aku baik-baik saja," jawab Kenzo dengan santai.     

"Tidak! Kau mencoba menghindariku, bukan?" tandas Heni.     

Kenzo terperangah. Dia terkejut begitu mendengar Heni berpikiran demikian padanya saat ini.     

"Heni... Aku tidak pernah memiliki pikiran yang demikian, lalu untuk apa aku berusaha menghindarimu?"     

"Kau terlihat seperti sedang menghindariku, Ken! Atau... Ini karena wanitamu di LN sana?"     

"Akh, tidak. Mana mungkin? Tapi hari ini aku sedikit lelah, aku ingin segera sampai di rumah." Kenzo mengalihkan pembicaraan dengan alasan yang tidak sama sekali di percaya begitu saja oleh Heni.     

Heni hanya tertegun di tempat mendengar jawaban Kenzo yang tentu saja itu bohong.     

"Baiklah, pulang lah jika begitu. Aku masih ingin berkumpul dengan teman-teman disini."     

Kenzo mengerutkan keningnya lantas mengangguk dengan acuh lalu kemudian melangkah menuju motornya dan melaju pergi setelah menaikinya.     

Akan tetapi, Kenzo tak ingin pergi pulang ke rumah seperti yang dia katakan pada Heni tadi. Tiba-tiba, tanpa dia sadari, dia pergi menuju pesisir pantai dimana pernah menjadi tempatnya ketika berdua bersama Alona.     

Kenzo menatap laut lepas dan segera menyadari bahwa hatinya lah yang membawa laju motornya saat ini. Sehinga dia hanya bisa membuang napas panjang yang begitu berat.     

"Huhft..." Kenzo membuang napas untuk yang kesekian kalinya.     

Dia duduk menyendiri, lantas menyalakan musik dan lagu-lagu di ponselnya untuk menghindari rasa sepi yang mulai datang menyelimuti.     

Meski di sekitarnya terdapat beberapa orang yang turut serta menikmati suasana tepi pantai sore hari. Namun, di dalam hatinya dia merasakan kesepian yang teramat dalam.     

Begitulah definisi patah hati yang sesungguhnya. Dia merasa sepi di hati meski sekelilingnya ramai orang-orang yang sebenarnya bisa memberikannya sebuah hiburan.     

Tanpa di sengaja, perlahan air mata Kenzo menetes. Dengan cepat Kenzo menyekanya, dia tak ingin terlihat seperti laki-laki yang lemah dan mudah menitikkan air mata hanya karena satu wanita.     

Hari mulai petang, namun dia masih enggan beranjak pergi. Tak ingin meninggalkan jejak senja yang penuh dengan keindahan itu.     

Sejenak dia terbayang akan senyuman dan manja Alona yang serta ketertarikannya pada senja yang sudah berlalu.     

"Semua belum berakhir, bukan? Aku tidak akan kalah pada takdir yang kau buat sendiri, Alona. Aku yakin, kau pun masih sangat mencintaiku."     

Kenzo segera beranjak bangun, dia hendak kembali pulang lantaran tak ingin semakin merasakan pedih yang kian mendalam.     

Setelah sampai di rumahnya, lagi dan lagi. Kenzo melihat ibu dan ayah sambungnya itu sedang duduk santai di ruang tengah.     

Apakah mereka tidak membuka kedai kopi lagi? Tanya Kenzo di dalam hatinya.     

Begitu Kenzo melewati mereka di ruang tengah menuju kamarnya sendiri, dan seperti biasa. Ibunya tidak menyapanya sedikitpun, hanya acuh dan seolah tidak melihat Kenzo seperti biasanya.     

Ketika sampai di kamar, ada rasa kesal dan benci di dalam hatinya begitu dia menyadari sikap ibunya yang mulai mengabaikannya.     

Sejujurnya, meski dia masih dalam suasana hati membenci dan penuh amarah, namun meski demikian dia tetap ingin perhatian dari ibunya.     

Hari-hari terus berlalu, sudah satu bulan lama Alona tanpa kabar bahkan dia pun tak berani memberi atau menanyakan kabar.     

Dan hal itu membuatnya terpaksa untuk berlagak biasa saja seperti biasanya. Sedikitpun dia tidak ingin semua orang tahu, akan kepedihan dan patah hatinya.     

Dia mulai menjalani hari-harinya dengan makan, minum, nongkrong, pergi bekerja, pergi jalan bersama dengan Heni, sesekali menemui Sari, dan bahkan mulai aktif di media sosial seperti biasanya.     

Hanya saja, dia bisa melakukan itu ketika menjelang pagi hingga sore hari tiba. Ketika malam datang, hatinya seakan kembali merasakan sesak yang begitu kuat. Tidak tahu apa yang harus dia lakukan, seakan dia takut untuk melewati malam yang memberinya rasa sakit yang lebih dalam.     

Bukan hanya itu saja, Alona yang masih di selimuti kesedihan yang mendalam karena patah hatinya, membuatnya terus murung dan sulit melempar senyuman manis yang selalu meneduhkan seperti biasanya.     

Sahabatnya, Ayu. Yang tahu betul bagaimana kondisi hati Alona dan hari-hari yang di laluinya semenjak malam itu, semenjak dia melepaskan dan menyerah akan hubungannya yang jarak jauh, hanya bisa turut sedih tanpa berani memberikan banyak solusi.     

Tidak ada obat yang ampuh untuk insan yang sedang patah hati. Kecuali dia mau kembali memulai untuk jatuh hati pada orang yang tepat. Seakan itu adalah definisi yang tepat bagi Alona saat ini.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.