The Lost Love

Media sosial



Media sosial

0Kenzo mulai terhanyut dan tidak bisa lepas dari semua akun media sosialnya ketika dia mulai akrab dengan kekasih Pandu.     

Terlebih di media sosial dia semakin di geluti oleh banyak followers yang selalu menggilainya semenjak Kenzo mulai mengunggah banyak foto dirinya dengan caption yang mengundang gelak tawa.     

Tak sedikit pula yang justru memberikannya hujatan lantaran memandangnya begitu buruk. Namun, dia selalu bersikap santai dan justru menganggap hujatan itu sebagai bahan candaan untuk menghiburnya.     

Melihat Kenzo kian aktif di media sosial, Heni dan Sari serta para wanita lainnya ikut serta aktif dan selalu memberikan komentar manis di setiap unggahan Kenzo.     

Sampai akhirnya Pandu ikut serta dalam mengomentari setiap unggahannya dan beberapa di antaranya pacar Pandu ikut serta.     

Hingga dia pun melihat unggahan foto melewati beranda akun media sosialnya. Dimana kekasih Pandu itu mengunggah fotonya dengan seorang wanita yang membuat hati Kenzo berdegub kencang.     

Seorang gadis yang duduk manis seraya berfoto dengan kekasih Pandu tampak begitu manis. Tatapan kedua matanya tajam, terlebih lagi tubuhnya seksi penuh semangat dan energik.     

Bahkan yang membuat Kenzo begitu terpana, sangat jelas di bibir atasnya memiliki tanda titik hitam sehingga sekilas dia tampak sangat mirip dengan Alona.     

Seketika dada Kenzo bergejolak, namun tetap terasa dia seperti melihat sosok Alona kembali di awal mereka pernah bertemu.     

Segera Kenzo menutup akun media sosialnya dari layar ponselnya itu. Dia tak ingin terus terpana akan tatapan wanita itu sehingga membuatnya merasa kembali terjerat dalam kenangan Alona.     

Karena sampai detik ini dia tidak tahu akan kejelasan hubungannya dengan Alona. Semua belum berakhir, tidak ada kata terakhir dari hubungannya pula.     

Dia hanya sedang mencari alasan dan pelarian bagaimana hatinya saat ini pada Alona dan dalam hubungan yang sebenarnya.     

Kenzo terdiam sejenak, dia menatap layar ponselnya. Berharap suatu keajaiban Alona akan menghubunginya lalu memberikannya kejelasan dalam hubungannya saat ini.     

Namun, semua tampak nihil. Sepanjang malam, sepanjang hari, setiap detik menit dan jam tiada kabar dari Alona.     

Sementara itu, Alona pun sama. Meski dia kini seharusnya mencoba untuk melakukan hal yang sama seperti yang Kenzo lakukan padanya. Tapi entah kenapa dia pun merasa kesulitan melakukannya. Hati dan pikirannya hanya tertuju pada Kenzo saja.     

Sebuah panggilan telepon datang dari Aleea, adik Alona.     

"Kakak, apa kau sungguh serius ingin mengakhiri hubunganmu dengan kak Kenzo? Hanya karena ancaman dari bapak?"     

"Aku tidak tahu, Aleea. Tapi aku sedang mencoba untuk membahagiakan ayah meski kebahagiaanku sendiriku korbankan."     

"Kakak... Jangan terlalu mengikuti ego bapak, kau tahu sejak dulu bapak begitu sensitif jika itu menyangkut tentang kakak. Jadi, anggap saja karena bapak sedang ingin menilai sejauh apa kak Kenzo mencintai kakak."     

"Aleea, apa kau pernah merasakan kejenuhan yang sama sekali tidak bisa kau indahkan meski cintamu begitu besar pada pasanganmu?"     

Aleea terdiam.     

"Meski aku tidak bisa memahaminya, tapi apapun itu keputusan kakak aku akan mendukung keputusan kakak."     

"Hem, sudah seharusnya kau begitu."     

Panggilan terputus. Alona menarik napasnya dalam-dalam lantas menghempaskannya kembali setelah menatap kosong ke arah depan dimana dia sedang duduk di sisi ranjang saat ini.     

Hari-hari yang dia lalui begitu sangat berat. Tanp kabar dari Kenzo, tanpa kekonyolan dan canda tawa Kenzo. Sehingga dia merasa sangat kesepian melalui hari-harinya saat ini.     

Kemudian dia teringat sosok Marcel yang sudah lama tidak dia temui lantaran penolakannya saat itu dan sikapnya yang selalu acuh pada Marcel.     

Dia coba menelponnya, menghilangkan rasa malunya sejenak dengan menelponnya sebagai bahan pelariannya saat ini dengan hati yang galau.     

"Halo, Alona... Wah, apakah hari ini adalah hari keberuntunganku? Kau tiba-tiba menelponku."     

Alona tampak kikuk, dia tidak tahu harus menjawab apa setelah mendapatkan semacam ejekan dari Marcel untuknya.     

"Ehm, apakah sore ini kau sibuk?" tanya Alona ragu-ragu.     

Marcel tersenyum seraya mengepalkan satu tangannya dan melompat rendah. Dia sangat bahagia lantaran Alona lebih dulu menelponnya.     

"Aku tidak pernah sibuk jika itu untukmu, kau mau aku temani?" tanya Marcel terdengar suaranya begitu ceria.     

"Umh, aku sedang cuti. Aku ingin pergi berbelanja dan menikmati waktu sore di kota ini. Aku ingin pergi ke banyak tempat dimana aku bisa mengabadikannya melalui kamera ponselku."     

"Siap, Tuan Putri. Dengan senang hati aku akan menemani anda berkeliling, melihat keindahan sore hari di negara ini dan juga hamparan luas taman bunga yang begitu cantik."     

Alona tersenyum meski tidak dari lubuk hatinya.     

"Baiklah, Marcel. Kau bisa menjemputku ke apartemen nanti."     

Marcel mengiyakan tanpa berpikir panjang.     

Hari masih siang, namun tampaknya Marcel sudah mulai sibuk dengan sengaja menyiapkan diri untuk bertemu dengan Alona nanti.     

Dia sengana pergi ke luar untuk mencari sebuah hadiah kecil untuk dia berikan pada Alona saat bertemu nanti.     

Hingga tiba sore hari, Alona sudah bersiap-siap untuk pergi bersama Marcel. Penampilannya saat ini cukup sederhana saja, dia kenakan celana jins panjang yang menutupi kaki jenjangnya.     

Dia padukan dengan baju berbahan kaos berlengan pendek serta dia biarkan rambutnya mengurai panjang begitu saja. Dia mengenakan sandal santai yang biasa dia kenakan sehari-hari di dekat apartemennya.     

Sesaat kemudian, Marcel memencet bel pintu apartemennya. Alona segera keluar untuk membukanya, dan benar saja itu Marcel yang kini tengah berdiri di depan pintu.     

"Hai..." Marcel menyapa Alona setelah terdiam sejenak menatap penampilan dan wajah Alona yang tampak energik dan semakin cantik.     

"Hai..." balas Alona menimpalinya dengan canggung.     

"Mau masuk dulu?" tanya Alona kembali.     

"Kita langsung ke luar saja?" balas Marcel balik bertanya.     

"Oh, kalau begitu tunggu sebentar. Aku akan mengambil tas dan ponselku sebentar," ujar Alona sembari berbalik badan setengah berlarian menuju kamar pribadinya.     

"Dia sangat cantik sore ini, meski penampikannya begitu sederhana tapi... Dia berbeda, sangat manis." Marcel memuji kecantikan Alona sore ini.     

Sesaat kemudian, Alona kembali lagi ke luar lalu menutup pintu apartemennya sementara Ayu masih di tempat kerja.     

Alona dan Marcel turun ke bawah menaiki lift bersama. Selama di dalam lift mereka hanya diam saja, tampak canggung dan sedikit gelisah lantaran lama tidak saling bersua.     

Begitu memasuki mobil Marcel, Alona duduk di sisi Marcel seperti biasa. Dia berusaha menahan kecanggungannya, dia harus bisa. Karena ini demi hatinya, demi menghibur hatinya yang tengah patah.     

"Alona..." panggil Marcel sebelum menyalakan mesin mobilnya.     

"Ya?" jawab Alona.     

Marcel menghadap ke belakang lantas meraih bucket bunga dan kotak kado kecil.     

Alona menaikkan kedua alisnya, tertegun menatap pemberian Marcel padanya.     

"Apa ini, Marcel?"     

"Kita sudah lama tidak bertemu, jadi aku ingin memberikan hadiah sebagai tanda pertemuan kita kembali hari ini. Umh, kumohon jangan salah mengartikan. Ini hanya bentuk dari wujud terima kasihku, karena kau masih mau berteman denganku sampai saat ini."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.