The Lost Love

The Lost Love



The Lost Love

0Menjelang sore hari, Kenzo bergegas menuju halaman parkir setelah pekerjaannya usai. Namun, di dalam benaknya dia tak ingin segera pulang. Dia ingin pergi ke suatu tempat yang akan mampu menghilangkan penatnya.     

Dan di tengah perjalanan dia masih berpikir kemana dia hendak pergi untuk bersantai sejenak. Tiba-tiba saja suara yang begitu melengking terdengar memanggil nama Kenzo dari arah yang berlawanan.     

Kenzo menoleh seketika dengan terkesiap. Lantas menghela napas panjang setelah menyadari sikap Maya sungguh masih kekanakan setiap kali bertemu dengan nya dimanapun itu. Setelah itu dia tetap melaju dengan santai sampai akhirnya kini dia tiba di sebuah tempat di sisi jalan yang kebetulan tempat itu adalah tempat dimana dia pernah menikmati waktu berdua bersama Alona.     

"Hah, ya Tuhan. Kenapa aku kembali lagi ke tempat ini?" ujar Kenzo berseru.     

Lantas tatapannya tertuju pada langit di ufuk barat, dimana matahari akan terbenam. Kenzo tersenyum lembut, dia merasa keindahan alam memang selalu membuatnya mudah luluh dan melupakan sejenak segala keresahan hatinya. Lalu kemudian, dia mendengar suara tawa riang dari beberapa sekumpulan wanita.     

Kenzo menoleh dengan pikiran dan hati kosong. Kenzo mengernyit sejenak melihat sekumpulan para wanita itu yang tak lain adalah beberapa orang teman dari Alona. Melihat mereka sikap Kenzo sedikit salah tingkah, beberapa tahun Alona pernah mengenalkannya meski hanya dengan singkat.     

Mereka pun kini menyadari bahwa sejak tadi keberadaan Kenzo yang tak jauh dari mereka tengah memperhatikan mereka. Tanpa Kenzo duga mereka saling berbisik dan menatap acuh Kenzo yang saat ini mengulas senyuman ramah pada mereka.     

"Eh, itu si Kenzo bukan? Sudah lama ya, kita tidak pernah bertemu dengannya." Salah satu dari mereka berbicara setengah berbisik.     

"Iya, kabar terakhir yang aku dengar sih mereka sudah putus karena ayah Alona menentang hubungan mereka yang berbeda agama," tanggap salah satu dari mereka kembali.     

"Wah, kasihan ya!"     

"Kasihan apanya? Syukur lah Alona bisa lepas dari jeratan laki-laki seperti Kenzo, dia itu Playboy dan suka mendekati banyak wanita."     

"Ya ampun, masa sih? Hahaha, bukankah dia sok ketampanan?" kembali salah satu dari mereka berbisik dengan banyak ocehan dan opini yang belum tentu benar adanya.     

Lantas mereka beranjak hendak pergi melewati Kenzo yang kini sedang berdiri mematung di tempat, obrolan mereka tentang sebuah opini yang tidak benar adanya terdengar sangat jelas di telinga Kenzo. Dada Kenzo bergetar hebat dan dengan berat hati memalingkan wajahnya ketika mereka melewati Kenzo tepat di hadapannya.     

Kenzo benar-benar kesal setelah melihat mereka semua berlalu pergi dari hadapan Kenzo. "Mereka keterlaluan!" decak Kenzo kesal.     

Tak ingin terus merasa kesal, Kenzo segera berbalik badan dan menuju motornya kembali untuk menuju pulang. Begitu sampai di rumah, Kenzo langsung saja menuju ke kamar tanpa menyapa sang nenek yang kini menyembutnya hendak menyapanya. Kenzo sungguh kesal, dia masih terbawa oleh kondisi hatinya saat bertemu dengan teman-teman Alona tadi.     

"Ken…" panggil sang nenek namun Kenzo mengabaikannya.     

Sampai di kamar Kenzo membanting tubuhnya dengan duduk di sisi ranjang, dia menghela napas dalam, menaik-turunkan sampai membuat dadanya mengembang.     

Di tengah kekesalannya itu, Maya menelponnya sehingga dengan segera dia menerima untuk meluapkan kekesalannya.     

"Halo!" sahutnya sedikit cetus.     

"Eh, Somplak! Kenapa kau marah begitu menerima teleponku?"     

Kenzo mengatupkan suaranya seketika begitu mendengar suara MAya yang tak jauh lebih cetus darinya.     

"Ada apa? Kau baik-baik saja?" tanya Maya kembali dengan nada marah.     

"Ehm, maafkan aku. Aku hanya…"     

"Jujur! Tadi aku melihatmu baik-baik saja, kenapa sekarang jadi marah? Apa kau baru saja bertemu dengan wanita yang membuatmu marah? Siapa dia?" pinta MAya dengan nada marah.     

"May, May… Dengarkan aku dulu, jangan membuatku semakin marah."     

"Kalau begitu ceritakan!" desak MAya kembali.     

Baru saja Kenzo hendak menjawab pertanyaan MAya dan menceritakan semua apa yang baru saja dia dengar dan alami setelah bertemu dengan teman-teman Alona. sebuah panggilan lain mendarat di beranda ponselnya, sebuah panggilan datang dari Aini.     

"May, nanti saja kita bicara aku harus menerima panggilan penting saat ini," ujar Kenzo dengan panik seraya kemudian dia menerima panggilan dari Aini dan menahan panggilan dari MAya.     

Tentu saja MAya marah-marah dan mengomelinya, "Halo-halo, Ken… kau akan dapat masalah dariku setelah ini!" pekik Maya kemudian.     

"Ha-halo, KEN! Kau sibuk? Maaf aku mengganggumu," cakap Aini setelah Kenzo menerima panggilan teleponnya.     

"Halo, Aini. Emh, tidak. Bukan siapa-siapa, tadi temanku menelponku."     

"Oh ya? Hem… Tapi kau terdengar sedikit panik, apakah dia teman wanitamu?" tanya Aini menyelidik.     

"Tidak-tidak. Emh, ya, dia memang teman wanitaku. Kami bersahabat sejak kecil tapi dia sudah menikah dan memiliki satu anak."     

"Wow, persahabatan kalian sangat langgeng."     

Kenzo tersenyum meski masih sedikit panik setelah mendengar suara Aini yang baru saja beberapa hari tidak dia dengar baik secara langsung maupun secara telepon.     

"Aini, kau baik-baik saja?" tanya Kenzo mengalihkan pembicaraan.     

"Hem, yah. Akhir-akhir ini aku sangat sibuk, jadi maafkan aku tidak sempat memberi kabar dan membalas pesan-pesanmu."     

"Oh, ya. santai saja, asal kau baik-baik saja aku tenang."     

Aini tertegun mendengar perhatian Kenzo yang mulai sedikit berbeda kali ini. "Kau mau datang ke salon lagi? Kita ngobrol santai, kebetulan malam ini jadwalku di salon."     

"Oke, malam ini aku akan datang ke salon." Kenzo segera menjawab dengan tanpa berpikir lebih dulu.     

Aini hanya mengernyit lalu menjawab dia akan menunggunya, lantas panggilan berakhir. Setelah itu, Kenzo segera pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Dia tampak terburu-buru, dia sudah tidak sabar ingin segera bertemu dengan Aini kembali. Setelah setengah jam berlalu dia usai membersihkan dirinya dan memilih pakaian yang sedikit casual malam ini.     

"Akh, apakah jatuh cinta sebelumnya memang seindah ini? hahaha… AKu merasa semua yang aku jalani dan aku lalui kali ini terasa selalu penuh dengan gairah dan senyuman ceria. Jatuh cinta memang berjuta rasa indahnya," ujar Kenzo sambil menyisir merapikan rambutnya.     

Setelah siap dan merapikan penampilannya, dia segera beranjak keluar dari kamar dan segera melangkah menuju motornya di halaman. Lagi dan lagi dia terhalang oleh sang nenek yang langsung saja menghadangnya tepat di depan pintu.     

"Nek, malam ini Kenzo ada urusan di luar." Kenzo berbicara dengan gerakan kaki yang seakan sudah benar-benar tidak sabar lagi.     

"Tunggu! Nenek mau bicara sama cucu nenek yang sudah menjadi perbincangan para tetangga saat ini."     

Kenzo mendelikkan kedua alisnya dan menatap heran sang nenek. "Perbincangan tetangga?"     

"Iya, Nenek tidak mau lagi basa-basi padamu. Nenek mau bertanya padamu, kapan kau akan menikah?"     

"Nenek, pertanyaan apa ini?"     

"Nenek bertanya sesuai dengan fakta, semua teman-teman seusiamu sudah menikah malah mereka sudah punya anak banyak saat ini. tapi kau? Nenek malu sama tetangga yang mengira kau itu tidak normal, mereka mengira kau hanya menyukai lelaki saja karena mereka selalu melihatmu asyik dengan teman-teman lelakimu."     

"Oh my God! Sungguh pikiran yang konyol!" Kenzo mengusap wajahnya dengan kasar setelah mendengar tuturan sang nenek.     

Bugh!     

Sang nenek memukulnya dengan cukup keras.     

"Kamu pikir pikiran mereka konyol? Bahkan nenek juga khawatir padamu, Ken! Nenek takut kau malah membenci semua wanita dan tidak punyai keinginan ingin segera menikah seperti laki-laki normal lainnya."     

"Hahaha… Ayolah, Nek! Cucu nenek ini tampan dann super pintar, bagaimana mungkin aku menyukai sesama jenis dan tidak ingin menikah." Dengan penuh percaya diri Kenzo memangku kedua rahang pipinya dan memasang wajah imut di depan sang nenek. Dan membuat sang nenek kian semakin kesal dan kembali memukulinya.     

"Anak nakal! Apa kau pikir nenek hanya bercanda dan tidak khawatir dengan usiamu yang terus bertambah tua itu," ujar sang nenek dengan terus memukul seluruh anggota tubuh Kenzo dan mereka berkejaran berkeliling di tempat.     

"Nenek, ampun! Nenek, hentikan! Malam ini cucu nenek ini harus tampil tampan dan memesona karena malam ini aku akan bertemu dengan seorang wanita." Kenzo menjelaskan sambil menutupi sekujur tubuhnya dari serangan sang nenek.     

Seketika sang nenek berhenti memukulinya dan menatap heran cucunya itu.     

"Iya, benar, Nek! Malam ini aku akan bertemu dengan seorang wanita yang… Aku yakin nenek akan menyukainya," terang Kenzo kembali berbicara di saat sang nenek masih menatapnya heran.     

"Apakah wanita itu sungguh baik? Lebih baik dari Alona?" tanya sang nenek.     

Kenzo tersentak. Dia hanya tidak menduga sang nenek masih saja memuji dan menganggap hanya Alona lah wanita yang terbaik untuknya.     

"Aku… Aku harap begitu," lirih Kenzo.     

Sang nenek menghela napas panjang, "Baiklah! Kalau begitu kau harus membawa wanita itu segera untuk bertemu dengan keluarga kita. Dan lekaslah menikah, Nak! Nenek sudah sangat tua, hanya kau satu-satunya cucu yang selalu nenek harapkan menemukan kebahagiaan dalam berumah tangga. Seperti kakakmu, Ervan. Kakakk iparmu sedang hamil anak kedua," ujar sang nenek setengah berbisik.     

Kesedihan Kenzo mendengar tuturan sang nenek seketika berubah setelah mendengar kabar gembira yang menyatakan bahwa dia akan memiliki seorang keponakan kembali setelah sekian lama.     

"Sungguh? Jadi, di rumah ini akan menambah keponakan baru lagi? Ah, senangnya…"     

Bugh!     

Lagi dan lagi sang nenek memukul bahu Kenzo lantas menjewer telinganya.     

"Dan nenek juga berharap segera darimu untuk menggendong cucu," tukas sang nenek.     

"Hahaha, Nenek… Sabarlah sebentar, menikah bagiku bukan soal perlombaan, Nek. Tapi soal hati dan jodoh bagaimana Tuhan yang akan mengatur dan memberinya," jawab Kenzo berkelit. Sejujurnya bukan karena hal itu, selama ini dia hanya terlalu fokus pada kenangan masa lalunya saja.     

Lagi dan lagi sang nenek hanya bisa membuang napas panjang.     

"Baiklah, Nek! Aku harus segera pergi, aku takut dia menungguku lama kali ini."     

Sang nenek melirik tajam menanggapinya.     

"Aaakh, Nenek…" KENzo merengek manja melihat sang nenek menatapnya tajam demikian.     

"Baiklah, baiklah. Pergi dan temui calonmu itu," bisik sang nenek menggoda Kenzo kali ini.     

Kenzo terlihat tersipu malu seraya beranjak pergi dari hadapan sang nenek dan mengendarai motornya dengan sedikit cepat. Dia harus segera sampai di salon namun sebelumnya dia harus berhenti di suatu tempat di pertokoan bunga untuk membeli dan memberikannya pada Aini kali ini untuk yang pertama kalinya.     

Namun, sejenak di telinganya terngiang-ngiang akan ucapan sang nenek. Tentang gosip para tetangga yang ternyata kini menjadikannya bahan perbincangan hanya karena dia belum menikah.     

"Hah, dasar tetangga konyol!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.