The Lost Love

The Lost Love 22



The Lost Love 22

0Begitu jam pulang tiba, Alona dan Ayu segera bergegas menuju ke sebuah toko yang khusus menjual kue. Wajah Alona dan Ayu tampak sumringah melihat berbagai macam kue tart yang berbentuk unik dan lucu. Setelah Alona dan Ayu berhasil memilih banyak macam kue yang mereka inginkan, barulah mereka duduk santai di luar yang kebetulan terdapat sebuah meja dan kursi untuk di jadikan tempat tongkrongan.     

"Ayu, maafkan aku. Semalam kita gagal merayakan hari bahagiamu, aku ucapkan hari ini selamat ulang tahun untukmu, Sahabatku. Aku harap kau bahagis selalu," ujar Alona.     

"Ya ampun, Tuhan. Kau sudah mengucapkannya berulang kali dari semalam sampai hari ini."     

"Oh ya? emh, aku lupa sudah berapa kali aku mengucapkannya untukmu. Tapi tak apa, bukankah itu bisa menjadi doa baik untukmu," ujar Alona sambil menyuapi mulutnya dengan sesendok kue di depannya.     

"Hahaha, kau benar! Aku harap kau juga akan selalu bahagia dan tertawa ceria, Alona. Jika kau menangis aku juga menangis, kita sudah bersahabat cukup lama. Jadi, apapun yang kau rasakan aku juga ikut mer-ras…" ucapan Ayu berhenti dengan reaksi wajah yang tercengang menatap ke arah belakang Alona.     

"Ada apa?" tanya Ayu heran.     

"Alona…"     

Alona tersentak saat mendengar suara yang tak asing lagi di telinganya. Kini Marcel tiba-tiba berdiri di dekatnya dengan tatapan yang mendalam, Alona segera beranjak bangun dan terkejut bukan main.     

"Untuk apa lagi kau menemuiku, Marcel? Bukankah hubungan kita sudah berakhir?" ujar Alona dengan kesal, bahkan dia memalingkan wajahnya dari tatapan mata Marcel padanya.     

"Alona, dengarkan aku!" pinta Marcel sambil meraih tangan Alona ke dalam genggaman tangannya.     

"Jangan menyentuhku lagi, Marcel. Aku tidak ingin jika ada yang melihat hal ini aku akan mendapatkan tudingan yang buruk tentangmu dan tunanganmu," ujar Alona dengan cetus sambil menepis tangan Marcel yang berusaha menggenggam tangannya.     

Marcel terdiam seketika seraya kemudian menoleh ke arah Ayu, lalu di tanggapi dengan anggukan oleh Ayu sebagai sebuah isyarat agar Marcel mengalah saja kali ini.     

"Marcel, sebagai teman dekatmu, terlepas dari hubunganmu dan Alona selama ini, aku ucapkan selamat atas pertuna…"     

"Tidak, Ayu! Kumohon jangan mengucapkannya padaku, itu hanya akan menyakitiku saja."     

"Kalau begitu, aku yang akan mengucapkannya padamu. Selamat atas pertunanganmu, Marcel. Bahagialah selalu, wanita yang di pilih oleh orang tuamu untukmu pasti sangat cantik dan sempurna, maka jaga lah wanita itu."     

Ayu menatap sedih ke arah Alona dan Marcel yang kini saling berpandangan dengan perasaan yang sulit di ungkapkan. Selama ini Ayu tahu betul, Alona sedang berusaha menerima Marcel sebagai kekasih barunya, sebagai pengobat lukanya setelah hubungannya dengan Dewa terpaksa dia akhiri.     

Selama ini Ayu mengenal Dewa adalah sosok yang benar-benar baik dan tulus mencintai Alona, meski di awal dia bertemu dengan Marcel, dia telah jatuh hati padanya. Akan tetapi, dia berhasil melupakan Marcel dan merelakan untuk Alona setelah dia bertemu dengan Tomy di hotel sebagai asisten atasannya.     

"Aku masih mencintaimu, Alona. Aku harap setelah ini, kau akan tetap menerimaku sebagai teman dan di saat kau dan Ayu sedang mengalami kesulitan kalian jangan sungkan kabari aku!"     

"Itu tidak akan pernah terjadi, Marcel. Pantang bagiku meminta bantuan seorang laki-laki yang tentu sudah memiliki pasangan, terlebih lagi bertunanga."     

Marcel tampak kesal dan gusar, maka tak tanggung-tanggung dia menarik Alona ke dalam pelukannya, Ayu tersentak melihat hal itu terjadi di depannya langsung, bak menonton sebuah film yang akan beradegan sebuah perpisahan manis yang di akhiri dengan sebuah pelukan.     

"Marcel, lepaskan!" Alona meronta hendak melepaskan dirinya dari pelukan Marcel.     

"Alona, please! Biarkan aku memelukmu seperti ini untuk yang terakhir kalinya," ujar Marcel mendekap erat tubuh Alona dengan suara parau.     

Ayu yang terpaku di sisi mereka, kini menitikkan air matanya. Dia ikut merasa sedih dan tak kuasa menahan apa yang sudah di alami oleh pasangan itu, Ayu turut sedih karena setelah ini hubungan pertemanannya dengan Marcel akan merenggang dan ada batasan yang begitu kuat sehingga dia tidak bisa lagi berteman dengan bebas dan bertemu dengan Marcel kapan saja.     

Alona terpaku dalam pelukan Marcel, perlahan tangisannya mulai meledak. Bukan lantaran dia sedih dan kecewa karena laki-laki yang telah menjadi kekasihnya itu kini bertunangan dengan orang lain, namun dia sedih lantaran mengingat semua masa indah saat dia bersama Marcel sejak awal mengenalnya.     

Bahkan baru saja dia merasakan manisnya saat berpacaran dan memulai membuka hatinya untuk Marcel, tapi kini sudah harus perlahan dan dengan berat hati dia menguburnya dalam-dalam. Marcel kian memeluk erat tubuh Alona, lalu mengecup kening Alona dengan lembut.     

"Aku akan selalu mencintaimu, Alona. Kau akan tetap menjadi wanita yang terindah di hatiku, namamu akan selalu menjadi kenangan indah di hatiku, kumohon jangan pernah membenciku karena hal ini, Alona. Karena ini bukan mauku, bukan inginku. Aku hanya berusaha menuruti kemauan ibu dan mengabulkan pintanya untuk membahagiakan hati ibuku, selama ini aku tidak pernah menyakiti hati ibu dan ayahku, kuharap kau mengerti, Alona."     

Alona kian terisak dalam tangisannya sembari bergumam di dalam hati, "Ken! Apakah begini rasa sakit yang kau rasakan saat aku mengatakan hal yang sama padamu saat itu? Kini aku merasakannya, sangat sakit…"     

Alona tak kuasa lagi menahan segala tangisan dan sesak di dadanya. Maka dia meraih tas gandengnya seraya mengajak Ayu untuk segera pergi dari hadapan Marcel, Ayu pun tergesa-gesa sambil menarik tangan Marcel tak ingin rasanya dia berpisah dan meninggalan teman dekatnya itu.     

Marcel terpaku di tempat tanpa berusaha mengejar Alona. Dia tahu hal itu percuma, dia tidak akan bisa membuat keadaan kembali seperti semula. Kini hubugannya dengan Alona sudah berakhir, tapi dia tidak akan melupakan Alona sepanjang hidupnya. Sementara itu, Alona pergi dengan langkah gamang. Ayu yang mengejarnya terbirit-birit dari belakang kini hampir saja terjatuh, sehingga Alona tersentak ketika kedua kakinya tersandung pada kaki Ayu.     

"Ayu, maafkan aku!" ucap Alona dengan isakan tangisan yang menderu-deru.     

Ayu membuang napas panjang seraya menatap tajam ke arah nya. "Alona, jawab aku! Apakah kau sangat mencintai Marcel?"     

Alona tersenyum kecil di tengah tangisannya lantas menggelengkan kepalanya perlahan-lahan.     

"Lalu, kenapa kau menangis tersedu-sedu? Kau bahkan memberikan pelukan yang sama pada Marcel tadi," ujar Ayu kemudian.     

"Aku hanya teringat pada Kenzo, mungkin seperti inilah yang Kenzo rasakan saat aku mengatakan padanya hubungan kita harus berakhir, aku lebih memilih menuruti kata ayah untuk membahagiakannya dan mengorbankan hatiku juga perasaanku." Alona kian terisak dalam tangisannya.     

Lagi dan lagi Ayu hanya bisa memeluknya untuk menenangkan perasaan Alona.     

Beberapa hari kemudian, tiba dimana Alona dan Ayu akan kembali ke Indonesia. Dan baru kali ini Alona merasa tidak semangat untuk pulang ke Indonesia meski sang adik, Aleea sudah tidak sabar. Namun, di lubuk hatinya dia begitu takut untuk bertemu dengan sang ayah yang sudah tentu akan menekannya lagi dalam hubungannya dengan Dewa.     

"Alona, ada apa? Baru kali ini aku melihat kau seperti tidak senang untuk kembali pulang ke Indonesia?" tanya Ayu setelah mereka sudah duduk santai di dalam pesawat.     

"Kau tau apa yang membuatku begini, Ayu."     

"Dewa? Atau Kenzo?" tanya Ayu dengan serius.     

"Ayahku sudah pasti akan mendesakku lagi dengan Dewa, aku hampir saja kehabisan kata-kata untuk menolak setiap permintaan ayah yang selalu memintaku untuk menjauhi laki-laki yang berbeda agama denganku."     

"Sejujurnya aku sangat menyayangkan sikap ayahmu itu, Alona. Apa yang salah dengan laki-laki yang berbeda agama dengan kita? Bukankah Tuhan kita tetap saja satu adanya. Aku pikir ayahmu terlalu mengikuti adat yang sudah tidak perlu kita ikuti seperti nenek moyang kita, ini hanya tentang perbedaan tata cara kita saja dalam memuji dan bertemu dengan Tuhan, bukan?"     

Alona mengerutkan keningnya saat Ayu berbicara panjang lebar demikian padanya, andai saja sang ayah bisa berpikir realistis seperti pikiran dan penilaian sahabatnya, Ayu. Tapi itu semua tidak mungkin karena sejak awal sang ayah sudah menegaskan bahwa sampai kapanpun hubungan Alona dan Kenzo tidak akan pernah bersatu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.