The Lost Love

The Lost Love 19



The Lost Love 19

0Kenzo mulai gusar saat Adinda mulai berdiri dan berkumpul bersama para teman-teman Nada, istri Pandu. Bahkan kini diam-diam Kenzo hendak pergi dari hadapan Pandu, namun Pandu sengaja menahannya.     

"Jangan jadi laki-laki pengecut. Kau harus tetap hadapi dia," ujar Pandu berbisik.     

"Kau sengaja melakukannya, bukan?" balas Kenzo hendak melepas pelukan Pandu yang merangkul lehernya.     

"Sayang, istriku..." Pandu memanggil istrinya dengan sengaja sehingga kini Adinda menatap ke arah dimana Pandu berdiri bersama Kenzo di sisinya.     

Dinda tampak terkejut ketika saling berpandangan dengan Kenzo, dan semua para wanita menatap ke arah Kenzo bersamaan.     

Nada pun kembali menghampiri suaminya, Pandu. Merangkul tangannya dengan mesra, sontak semua berseru menggoda mereka yang kini sudah sah menjadi pasangan suami istri.     

"Sekali lagi selamat ya, kami ucapkan untuk kalian," ujar salah satu teman Nada. Lalu mereka beranjak pergi untuk menikmati hidangan.     

Hanya Adinda yang tertinggal di dekat Nada dan Pandu begitu juga dengan Kenzo, yang kni berdiri tepat di sisi Pandu. Suasana mendadak jadi hening, Kenzo bahkan seperti kehilangan suaranya, ynag terdengar hanya detak jantungnya yang tak menentu sejak tadi.     

"Ehhem, hai… Ada apa ini? kenapa semua mendadak diam saja?" Nada angkat bicara.     

"Hahaha, iya. Kenapa jadi pada diam?" Pandu melanjutkan sambil menatap ke arah Kenzo dan Adinda bergantian.     

"Kak Pandu, selamat ya! tolong jaga baik-baik sahabatku ini, awas aja kakak berani menyakitinya setelah menjadi istri." Adinda mulai mengahlihkan suasana.     

"Hahaha, kalau kau berani menyakiti istrimu ini, Pandu. Kau akan mendapatkan siraman rohani dari security Nada," ujar Kenzo melanjutkan bicara Adinda hingga kini mulai tergelak tawa bersama setelah terdiam sejenak.     

Jarum jam terus berputar dan acara demi acara sudah berlangsung dengan penuh kebahagiaan, Pandu dan Nada begitu bahagia terlihat malam ini. Kenzo dan Adinda hanya saling memandang sejak tadi diam-diam dengan rasa salah tingkah, malam kian larut dan akan pesta akan segera berakhir.     

Kenzo hendak pulang, namun lagi-lagi dia berpapasan dengan Adinda yang juga hendak pergi ke luar dari ruangan.     

"Eng, Kak Kenzo…" panggil Adinda kikuk.     

"Hai, apa kabar?" tanya Kenzo terpaksa menyapa dan memasang wajah sok cool.     

"Baik, bagaimana dengan kakak?" jawab Adinda masih dengan nada gugup.     

"Yah, seperti yang kau lihat."     

Adinda tertegun sejenak ketika Kenzo melempar senyuman padanya.     

"Din, bagaimana denganmu? Kapan kau menyusul Pandu dan Nada?" tanya Kenzo mengejutkan lamunan Adinda.     

"Dinda tunggu kakak saja!" jawab Adinda sekenanya.     

Kenzo terkesiap akan jawaban Adinda padanya.     

"Aku?"     

"Iya, kakak juga harus menikah bukan?"     

Kenzo kembali tercengang lantas menjawab sekenanya dengan kikuk, "Aku… Emh, hahaha… YA, sudah tentu kakak juga akan menikah. Tapi seorang lelaki kan masih banyak punya waktu dan masih harus melakukan banyak hal untuk menyiapkan hari pernikahannya berbeda dengan seorang wanita."     

Adinda hanya diam dan mengerutkan keningnya tanpa menjawabnya lagi.     

"Baiklah, kakak duluan ya!" ujar Kenzo berpamitan hendak keluar dari ruangan lebih dulu dan menuju pulang. Sebetulnya dia hanya ingin segera menghindar dari Adinda lantaran dia kembali tak ingin terhanyut dalam suasana hati.     

"Kak…" panggil Adinda setelah Kenzo melangkah satu langkah dari nya.     

Kenzo menoleh seketika saat mendengar Adinda memanggilnya walau dengan suara lirih.     

"Aku sangat senang bisa kenal dan berteman dengan kakak selama ini."     

Kenzo kembali tertegun mendengar ucapan Adinda yang seakan-akan ucapan itu adalah kata terakhir dari sebuah perpisahan. Hingga Adinda berbalik badan dan pergi lebih dulu dari hadapan Kenzo. Ia ingin memberikan sebuah jawaban atas acapan Adinda barusan namun, dia sudah melihat Adinda berlalu pergi dari hadapannya.     

Setelah itu, Kenzo berlalu pergi untuk menuju pulang. Selama di dalam perjalanan, Kenzo memikirkan ucapan Adinda. Dia berhenti sejenak di sisi jalan, dia ingin sekali mengirim pesan pada Adinda dan mengatakan bahwa dia pun juga sangat senang, bahkan sangat bahagia setelah mengenal Adinda selama ini.     

Bukan hanya bahagia, hatinya telah terisi nama Adinda. Sebuah perasaan yang telah membuatnya jatuh hati pada Adinda namun dia tidak bisa mengungkapkannya sampai detik ini. Sedang di dalam perjalanan Adinda juga merasakan hal yang sama, dia begitu sedih tapi juga senang bisa bertemu dengan Kenzo lagi meski dengan status dan kondisi yang tak sama lagi.     

"Akh, tidak! aku tidak bisa mengirimkannya pesan, itu hanya akan mempersulit keadaannya. Status Adinda saat ini sudah tidak lagi sebagai wanita tanpa kekasih, dia sudah memiliki tunangan dan tentu calon suaminya. Aku tidak ingin mengganggunya, dia tampak sangat cantik dan bahagia setelah memiliki tunangan, bahkan penampilannya jauh lebih sopan saat ini."     

Akhirnya pun Kenzo mengurungkan niatnya untuk mengirim pesan pada Adinda, meski dia tak ingin terus memendamnya. Dia ingin sekali mengungkapkan perasaannya pada Adinda yang pernah ada. Namun, di sisi lain ada perasaan kuat yang memintanya menahan diri demi kebahagiaan Adinda.     

~     

Satu bulan telah berlalu, tanpa di duga Kenzo mendapat kabar akan pernikahan Adinda. Dia sedikit terkejut namun walau bagaimanapun hal itu tetap akan terjadi, bahkan dia tidak mendapatkan undangan untuk acara pernikahan Adinda yang saat ini sedang berlangsung. Kenzo duduk termenung di teras petang ini sebelum dia pergi ke kedai membantu sang kakak seperti biasanya, dia membayangkan setelah ini perasaannya pada Adinda akan benar-benar berakhir.     

"Ken, kenapa kau masih disini? Kakak mu sudah pasti menunggu di kedai," ucap sang nenek dari arah belakang.     

Kenzo terkesiap dan segera sadar dari lamunannya yang sejenak melayang jauh memikirkan Adinda yang kini akan memulai kehidupan barunya bersama laki-laki yang kini menjadi suaminya meski itu semua berawal dari sebuah perjodohan semata.     

"Iya, Nek! Ini sudah mau berangkat."     

"Hati-hati di jalan, jangan ngebut-ngebut. Kau tau jalanan di kota saat malam sangat ramai dan itu…"     

"Nek, iya iya. Aku akan ingat pesan nenek itu, sudah ya! aku mau berangkat, bye nenek…" Kenzo beranjak bangun dan menariki motornya segera lantas berlalu pergi dari rumahnya.     

"Dasar anak nakal!" ujar sang nenek merutukinya.     

Saat sudah sampai di kedai, Kenzo di sambut oleh sang kakak yang langsung memintanya untuk mengantar pesanan pada pelanggan yang sudah menunggunya sejak tadi. Dengan segera Kenzo mengantar pesanan itu pada meja yang akan di tuju, dan dia terkejut saat mengetahui pelanggan itu adalah Jihan, mantan kekasih Ryo.     

"Ji-han?" sapa Kenzo menatapnya terkejut setelah melihat Jihan datang dengan seorang laki-laki.     

"E-eh, Kenzo… Kau…" Jihan tampak terkejut pula melihat Kenzo.     

Kenzo menatap ke arah laki-laki yang saat ini duduk berhadapan dengan Jihan. "Dia…"     

"Umh, dia tunanganku." Jihan menjawab seolah dia sudah mengrti apa yang akan di tanyakan oleh Kenzo.     

"Wow, selamat, Jihan."     

"Hem, terima kasih!" jawab Jihan dengan senyuman.     

"Siapa dia, Sayang?" tanya laki-laki itu kemudian.     

"Emh, dia temanku. Aku tidak tau ini adalah kedai milikmu, Ken! Kedai ini sangat terkenal dan selalu membuatku ingin datang tapi baru kali ini aku bisa mengajak tunanganku kemari." Jihan memperkenalkan Kenzo pada tunangannya itu serta menerangkan bagaimana sejak awal dia begitu ingin datang untuk mencicipi segala kopi terenak di kedai milik ayah Kenzo.     

"Terima kasih, Jihan." Kenzo mengucap kata itu seraya berbalik badan dan hendak pergi dari hadapan Jihan.     

"Ken, tunggu!" panggil Jihan kembali.     

"Ya?" jawab Kenzo setelah menoleh ke belakang.     

"Toilet dimana?" tanya Jihan seraya beranjak berdiri.     

"Sayang, aku akan mengantarmu." Sang tunangan beranjak bangun untuk mengantar Jihan ke toilet.     

"Tidak, Sayang. Kau tunggu disini saja nikmati kopimu," jawab Jihan menahannya.     

"Toilet disana, Jihan! Kau bisa lurus dari arah sini lalu belok ke kanan, nanti kau akan langsung tertuju ruang toilet." Kenzo menjelaskannya segera.     

"Hem, oke!" kata Jihan yang kemudian beranjak pergi, di susul oleh Kenzo yang hendak kembali ke ruang belakang dimana dia akan kembali bekerja.     

Akan tetapi, Jihan berbalik badan mengajak Kenzo bicara kembali setelah dia berada sedikit jauh dan tak terlihat oleh sang tunangan. Kenzo terkejut saat kini Jihan menatapnya dengan sangat tajam.     

"Bagaimana hubunganmu dengan Alona?" tanya Jihan berbicara kemudian.     

"Kami sudah putus lama, kau sudah pasti dengar hal itu darinya."     

"Kau yang salah! kau menduakannya dengan wanita lain saat itu."     

Kenzo mengernyit saat mendengar ucapan Jihan yang seolah menyalahkannya.     

"Tau apa kau, Jihan?"     

"Aku tau semuanya dan aku melihatnya," ujar Jihan kembali dengan tegas.     

"Dan apa yang kau lihat saat itu belum tentu benar adanya, Jihan. Sebaiknya kau jangan membahas ini lagi padaku, aku sedang tidak ingin membicarakannya. Hubunganku dengan Alona terlalu banyak hal yang tidak bisa aku ungkapkan dan kita tidak akan pernah bersatu lagi sampai kapanpun." Kenzo menjawab dengan nada serius dan hendak melanjutkan langkahnya.     

"Apa kau tau Alona sangat mencintaimu, Ken? Jangan jadi laki-laki yang egois seperti Ryo, yang hanya mementingkan perasaannya sendiri," sahut Jihan tiba-tiba.     

"Cukup, Jihan! Kau pikir aku tidak tau apa alasan kau mengakhiri hubunganmu dengan Ryo, dan apakah kau tau jika sampai detik ini juga Ryo masih mencintaimu? Kau tidak tau itu, bukan?"     

Jihan tertegun, tampaknya dia sangat terkejut mendengar ucapan Kenzo yang menjelaskan tentang perasaan Ryo terhadapny kali ini.     

"Kau tidak perlu mengurusi lagi hubunganku dan Alona dan bagaimana kesalahanku pada Alona, aku sadar sejak awal aku dan Alona telah salah, hubungan kami salah. Kita tidak bisa bersatu dan bersama, maafkan aku jika bahasaku ini sedikit menyinggungmu, Jihan. Tapi, cukup! Jangan pernah lagi membahas tentang Alona padaku lagi."     

Jihan terpaku dan tidak lagi bisa mengeluarkan suaranya untuk bicara meski dia ingin sekali terus bicara dan mengomel padanya. Kenzo beranjak pergi dari hadapan Jihan dan kini kembali ke ruang belakang lalu menghempaskan nampan yang sejak tadi dia gunakan untuk mengantar pesanan kopi.     

"Hei, ada apa?" tanya Ervan setelah apa yang dia lakukan oleh Kenzo barusan mengejutkannya.     

"Tidak ada apa-apa, Kak! Aku hanya kesal saja," jawab Kenzo.     

"Tapi apa yang membuatmu kesal? Apa kau… Mengenal pasangan yang baru saja kau layani itu?" tanya Ervan lagi.     

"Eng?"     

"Iya, kakak lihat kau dan pasangan itu tampak berbincang dengan kikuk tadi. Dan sekarang kau marah-marah seperti itu, berarti kau mengenalnya bukan?"     

"Dia, dia mantan kekasih Ryo, Kak!" jawab Kenzo menerangkan.     

"Oh ya? Astaga, pantas saja kau mengenalnya tampak akrab. Tapi apa yang membuatmu marah?"     

"Dia teman dekat Alona."     

Sang kakak tampak terkejut dan hanya menggelengkan kepalanya saja setelah mendengar hal itu dari Kenzo. Kini dia mengerti apa yang membuat sang adik begitu marah saat ini.     

Malam kian larut, namun pelanggan kian silih datang bergantian. Karena malam ini adalah sabtu malam, dimana banyak pasangan yang datang berkunjung untuk melewati malam bersama. Kenzo duduk sejenak mengistirahatkan tubuhnya dan meregangkan kedua kakinya setelah sejak tadi dia mondar mandir melayani para pelanggan.     

Dia teringat kembali akan sosok Adinda yang saat ini telah sah menjadi istri dari seseorang, dan dia pun segera membuka akun media sosialnya untuk menyaksikan hari bahagia Adinda malam ini. Jari jemarinya tampak gemetaran saat melihat begitu banyak komentar dan unggahan foto cantik Adinda dengan sang suami.     

Malam ini, tampak aura kecantikan Adinda lebih terpancar dengan paduan gaun pernikahan yang mewah dan make up bold yang tentu di lakukan oleh tangan handal make over ternama. Kenzo menarik napasnya dalam-dalam, lalu tersenyum singkat menatap serta mengusap layar ponselnya tepat di bagian wajah Adinda.     

"Sebaiknya aku mengucapkan selamat untuknya, kali ini sebagai teman dan kakak untuknya. Iya kan? Yah, aku akan mengucapkannya." Kenzo berbicara sendiri lalu kemudian memberikan sebuah ucapan selamat pada Adinda melalui pesan pribadi di akun sosial medianya, setelah dengan sekuat tenaga dia mengetik satu demi satu huruf per huruf tersambung dalam satu kata.     

Waktu pun beranjak pagi, Kenzo hendak pergi bekerja seperti biasanya. Tapi pagi ini mendadak dia merasa stamina tubuhnya melemah dan sedikit flu, selain lelah dia juga masih sangat mengantuk. Namun dia tidak bisa meninggalkan pekerjaanya begitu saja, maka dengan sedikit memaksa dia beranjak bangun dari tempat tidurnya hendak pergi ke kamar mandi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.