The Lost Love

The Lost Love 17



The Lost Love 17

0Alona masih terbaring di atas kasur, dia mencoba untuk seger amenetralisir rasa nikmat namun lelah yang tak terbatas menghujam sekujur tubuhnya. Begitu pula dengan Dewa yang ambruk berbaring di sisi nya, dia benar-benar lelah setelah sejak tadi dia mengeluarkan segala emosi dan hasratnya memberikan hentakan demi hentakan pada Alona.     

Sesaat kemudian terdengar suara bel dari luar apartemen Alona, sehingga sontak Alona kembali membuka kedua matanya dan bertanya-tanya di dalam hatinya, begitupun dengan Dewa yang kini menoleh ke arah Alona dengan terkejut.     

"Siapa?"     

"Aku tidak tau, tidak mungkin ini Ayu." Alona menjawab dengan suara lemah.     

"Biar aku saja yang membukanya," ujar Dewa sembari beranjak bangun.     

Alona pun kembali melonjak bangun, "Jangan! Semua tau apartemen ini hanya ada aku dan Ayu, akan sangat tidak enak jika di tau ada seorang laki-laki lain disini. Ini apartemen yang di sediakan hotel untukku dan Ayu," ujar Alona kembali seraya dia mencoba merapikan rambutnya yang berantakan lalu turun dari kasur untuk mengenakan pakaiannya.     

Dewa hanya diam memperhatikan Alona hendak melangkah pergi ke luar dari kamar. Alona sedikit gelisah, dia mencoba untuk mengikat rambutnya ke belakang sembari terus melangkah ke ruang tengah untuk membuka pintu utama, sejak tadi bel terus saja berbunyi dari arah luar.     

"Hai…" sapa Marcel yang kini membuat Alona melonjak kaget hingga gemetaran.     

"Ma-marcel, kau…" Alona menanggapinya dengan gugup.     

"Sayang, ada apa? Kau, kau pucat. Apa kau sakit?" tanya Marcel yang kemudian menyentuh Alona dan membuat Alona kian meringkuk terkejut.     

"Aku, aku baik-baik saja." Alona menjawabnya masih dengan kikuk seraya kini keringat mulai bercucuran.     

Belum lagi Marcel bertanya, Dewa keluar dari kamar dan hendak melangkah menghamiri Alona.     

"Siapa, Sayang?" tanya Dewa yang langsung saja bersuara dari arah belakang.     

Sontak Alona dan Marcel saling bertatapan dengan mata melotot. Bahkan kini Dewa sudah berdiri di sisi Alona saat ini, dan Dewa juga menatap heran ke arah Marcel kali ini. Seketika suasana menjadi hening, Alona merasakan kedua kakinya melemah tanpa menginjak bumi.     

"Beb, siapa dia? Kenapa kalian ada di dalam satu ruangan? Apakah dia keluargamu?" tanya Marcel setelah lebih dulu menyadarkan dirinya.     

"Beb?" Dewa kini kebingungan.     

Alona terpaku di tempat, tenggorokannya terasa kering dan lidahnya begitu keluh untuk menjawab pertanyaan dari dua laki-laki yang saat ini sedang bersamaan berdiri di dekatnya tanpa terbayangkan sebelumnya.     

"Alona, jawab aku!"     

"Aku… Emh, Marcel, dia Marcel." Alona menjawab pertanyaan Dewa barusan. Sedang Marcel sudah tampak terlihat gusar dan ingin rasanya meluapkan amarah tapi dia berusaha menahannya dulu.     

"Oh, jadi dia Marcel kekasih Ayu."     

Marcel kian tersentak saat Dewa menyebutnya kekasih Ayu dan sontak saja Marcel meraih tangan Alona tepat di depan Dewa saat ini. Alona benar-benar gemetar, rasanya dia sudah ingin pingsan saja.     

"Alona, apakah dia Kenzo?" tanya Marcel dengan suara parau, sudah jelas terlihat dia benar-benar marah kali ini.     

"Hei, bisakah kau lepaskan tangan kekasihku itu?" Dewa menepis tangan Marcel.     

"Kekasih? Jadi, kau benar Kenzo?" tanya Marcel gelisah sambil mengusap kasar wajahnya.     

"Jaga bicaramu! Jangan asal menyebut nama itu dan menyamakanku dengannya, aku Dewa! Bukan Kenzo! Dan aku adalah kekasih Alona dari Indonesia, kau dengar itu?" Dewa memperkenalkan diri dengan sombong di depan Marcel.     

"Jadi, kau menganggapku hanya mainanmu Alona?" ujar Marcel setelah terdiam sesaat. Suasana saat ini sungguh mencekam, ada rasa takut dan ingin pergi menghilang saja dari benak Alona.     

Dewa pun mulai mengerti apa dan kemana arah obrolan ini, Dewa hanya fokus pada Alona yang sejak tadi tidak berani angkat wajah dan menatapnya untuk menjelaskan keadaan ini, lantas Dewa pun menarik Alona dengan kasar dari hadapan Marcel hingga membuat Marcel turut melangkah masuk tanpa izin ke dalam ruangan apartemen Alona.     

"Dewa, sakit! Lepasin tanganku!" Alona meringis sembari berusaha melepaskan cengkraman kuat Dewa ke tangannya.     

"Kau lupa apa yang sudah kita lakukan barusan? Dan kau ternyata berhubungan dengan laki-laki di belekangku? Terlebih lagi dia kekasih sahabatmu, Ayu!"     

"Hei, Bro! kau salah paham, siapa yang berpacaran dengan Ayu? Dan tolong jangan berbuat kasar pada keekasihku," ujar Marcel menyela.     

"Beraninya kau menyebut dia kekasihmu," balas Dewa dengan kesal dan hendak melayangkan sebuah pukulan pada Marcel.     

"Dewa! Berhenti!" pekik Alona mulai bersuara.     

Marcel dan Dewa tercengang menoleh ke arah Alona bersamaan.     

"Aku minta maaf, Dewa. Dia, dia Marcel. Kekasihku, maafkan aku!"     

Dewa merasa ada sebuah batu besar yang saat ini menghujam dadanya, sesak dan sangat terpukul juga berat di rasakannya. Dia tidak menduga kali ini Alona akan mengecewakannya sebesar ini setelah selama ini dia hanya menjadikan Dewa pelarian dari masa lalunya bersama Kenzo, bahkan hal itu sudah cukup membuat Dewa merasa sangat terluka.     

"Aku sungguh tidak mengerti ini, Alona. Kau mempermainkan hubungan kita sejak awal, kau menjadikanku alat, bahkan baru saja kita… Kita melakukannya," ujar Dewa dengan nada marah menyentuh kasar tubuh Alona dan menggoyang-goyangkannya.     

Dan kini Alon meringkuk dengan tangisannya sehingga membuat Marcel menepis tangan Dewa dengan kasar untuk berhenti membuat Alona ketakutan.     

"Kau, jangan menyentuhku!" ujar Dewa sambil menatap sengit ke arah Marcel.     

"Jika kau memang kekasihnya, kau tidak akan kasar padanya. Dia wanita, jika kau ingin marah kau lawan aku saja!" jawab Marcel menatap Dewa tak kalah tajam dan sengit.     

"Alona, jadi apa maumu sekarang? Jawab dan pastikan sekarang juga!" ujar Dewa mengabaikan ucapan Marcel yang terkesan menantangnya barusan.     

Alona kembali menangis dan tak mampu memberikan jawaban pada Dewa atau Marcel kali ini, dia hanya bisa menangis dan pikirannya benar-benar kacau setelah apa yang dia alami hari ini dalam sekejap merusak hari cutinya. Bahkan sebelumnya dia ingin menghabiskan waktu dengan Marcel yang membuatnya merasa nyaman setelah beberapa saat dia menghindari Dewa yang jelas-jelas lebih dulu dia terima sebagai kekasihnya.     

"Alona, aku tak apa jika kau harus memilih laki-laki ini. aku tau sejak awal kau sudah menyembunyikan ini semua dariku, aku tau kau tidak mungkin benar-benar menerimaku sebagai laki-laki mu, kau hanya ingin menyenangkan hatiku saja kali ini bukan?" ujar Marcel dengan lembut berbicara dengan Alona.     

"Cih, kau sungguh menjijikkan Alona. Kau wanita murahan, sudahi tangisanmu itu! Aku tidak akan pernah respek lagi pada wanita yang hanya menjadikanku alat untuk keegoisannya. Aku benar-benar muak padamu, Alona. Mengapa kau sungguh tega melakukan itu padaku? Tidakkha kau lihat perjuanganku sejak awal? Tidakkah sedikit saja kau tersentuh akan pengorbananku?"     

Alona mendongakkan kepalanya menatap wajah Dewa yang terus bicara kasar menghina dan merendahkannya, Marcel yang mendengar hal itu hendak membalasnya lantaran dia masih tidak bisa menerima ucapan Dewa yang merendahkan Alona begitu kasar dengan omelannya barusan.     

"Kau puas sudah menghinaku dan mengeluarkan segala ucapan yang sejak awal ingin kau katakan padaku? Ini lah sisi yang selalu tidak aku sukai darimu, Dewa. Kau selalu berbicara seenak hatimu saja tanpa memikirkan dahulu perasaanku, sejak awal aku sudah menceritakannya padamu. Tadinya aku harap kau benar-benar akan menerimaku seperti aku yang berusaha mulai menerimamu sepenuh hati, tapi nyatanya…"     

Marcel tak ingin kehilangan kesempatan meski dia benar-benar hancur mendengar apa yang telah terjadi di depan matanya saat ini, namun dia tetap tak ingin kehilangan Alona. Dengan cepat dia melangkah lebih dekat dengan Alona dan mencoba menenangkan kegusaraan Alona kali ini.     

Dewa mendelikkan kedua matanya setelah melihat Marcel dengan berani menarik Alona ke dalam dekapannya. Hati Dewa kembali hancur berkeping-keping melihat Alona, kekasih yang di cintainya begitu besar justru di dekap erat oleh laki-laki lain di depannya yang jelas kini menjadi pemicu pertengkaran di antara mereka.     

"Kau sungguh kejam, Alona!" ujar Dewa mengusap wajahnya dengan kasar.     

Aloan sesenggukan dan perlahan meregangkan pelukan Marcel yang berhasil menenangkannya setelah dia merasa hatinya hancur akan penghinaan Dewa barusan. Dia pun sudah memastikan siapa laki-laki yang harus dia pilih untuk mengusir sepinya, untuk menyembuhkan luka di hatinya.     

"Dewa, maafkan aku! Sepertinya kita tidak bisa lagi melanjutkan hubungan yang hanya akan membebaniku setelah ini. Aku tau aku salah, tapi aku tidak bisa menerima penghinaanmu tadi padaku."     

Dewa dan Marcel kembali tersentak bersamaan setelah mendengar ucapan Alona yang berkata demikian.     

"Alona, kau…" Marcel hendak bicara namun Alona segera menyela kembali.     

"Aku tau kita menjalin hubungan sudah cukup lama dan apa yang telah kita lakukan tadi lupakan saja, aku tau ayahku juga sangat menyukaimu tapi aku juga tidak bisa menjalani hubungan dengan orang yang selalu merendahkanku setiap kali menegurku dalam kesalahanku, aku tidak bisa menerima sikapmu itu, Dewa."     

Dewa menarik napasnya dalam-dalam, hatinya sungguh sakit. Hingga rasanya dia ingin menangis namun tidak bisa, dia menghempaskan napasnya begitu kasar dan kembali menariknya dalam-dalam serta menahan napasnya kemudian, menatap wajah Marcel dengan tajam dan di balas dengan senyuman menyeringai oleh Marcel.     

"Alona, aku harap kau akan menyesal setelah ini. Kau…" Dewa mengepalkan kedua tangannya hendak memberikan sebuah perlakuan kasar pada Alona namun dengan sigap Marcel melindungi Alona dan menghalangi Dewa yang hendak melangkah lebih dekat ke arah Alona.     

Alona tampak meringkuh gemetaran dalam dekapan Marcel melihat Dewa yang menatapnya penuh dengan kebencian saat ini. Lalu kemudian, Dewa berbalik badan hendak meraih tas rangsel miliknya yang dia letakkan di sofa. Setelah itu dia kembali menatap tajam wajah Alona, kembali Marcel mencoba memberikan perlindungan pada Alona.     

"Maafkan aku, Dewa." Alona kembali mengucap kata maaf pada Dewa.     

"Alona, untuk apa kau meminta maaf lagi pada laki-laki yang sudah merendahkanmu?" ujar Marcel pada Alona.     

"Aku harap kau tidak berpuas hati dulu, karena saat ini kau di pilih oleh Alona hanya untuk menjadikanmu alat sepertiku!" sahut Dewa menyeringai penuh kebencian pada Marcel.     

Dengan santai seraya mengangkat kedua bahunya ke atas Marcel membalas ucapan Dewa tanpa kata. Namun tatapannya terlihat seolah penuh dengan kebencian pada Marcel dan penuh dendam, dia pun kemudian melangkah pergi keluar dari ruang apartemen Alona meninggalkan Alona dengan Marcel.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.