The Lost Love

Reuni dadakan



Reuni dadakan

0Bagaikan sakit tapi tak berdarah, terasa luka yang mendalam tanpa tahu apa penyebab dari luka itu yang sebenarnya. Sejak pernikahan Heni, lalu kabar pertunangan dari Adinda, membuatnya sekaligus merasakan patah hati yang bertubi-tubi.     

"Ini bukan patah hati dari perasaan cinta yang sebenarnya. Akan tetapi, sebuah perasaan yang tak sampai yang mungkin akan menjadi suatu penyesalan bagiku suatu kelak!" ucap Kenzo seraya berpikir menatap kosong langit-langit kamar.     

Jam terus berputar hingga pagi telah tiba, dia segera beranjak pergi menuju kamar mandi dan segera merapikan penampilannya sebelum dia pergi bekerja seperti hari biasanya. Dia mulai bosan dengan hari-hari yang dia lalui semenjak dia memutuskan untuk memutus komunikasi dengan dua wanita yang selama ini cukup memberikannya kesan yang berbeda, Heni dan Adinda.     

Saat dia sudah berada di tempat bekerja, dia mencoba untuk fokus dalam mengerjakan setiap tugas-tugasnya. Sampai akhirnya Ryo, sahabat lamanya menelponnya dan segera dia terima dengan senyuman ceria, sudah lama rasanya mereka tidak saling berkomunikasi.     

"Halo, Mr. Kenzo!" ujar Ryo menyapa dari seberang sana.     

"Halo, neng Ryo." Kenzo membalasnya dengan candaan.     

"Eeeh, kau ini! Aku sedang di rumah, bagaimana jika kau menemaniku berjalan-jalan dan nongkrong nanti sore?"     

"Akh, pertanda buruk ini! aku mengajak pergi seorang mahasiswa apakah aku akan menjadi korban dompetnya?"     

"Tsk, kau masih tetap sama saja seperti dulu. Hahaha, sudah tentu itu!" balas Ryo dengan tawa lepas.     

"Ya ya ya. Baiklah, Pulang bekerja nanti aku akan mengabarimu, oke!"     

Panggilan pun berakhir, seolah Kenzo tampak kembali bersemangat lagi. Baru saja dia hendak meletakkan ponselnya kembali namun, ponselnya berdering nada telepon lagi. Segera dia melihat ke layar ponselnya yang tak lain adalah Maya, Kenzo mengernyit melihat nomor Maya memanggilnya via telepon.     

"Hal…"     

"Ken, Ryo bilang kau dan dia akan pergi jalan bersama nanti. Bisakah kalian kumpul di rumah saja nanti?" seketika Maya menyela ucapan Kenzo yang baru saja menyapa. n     

"Huft, dasar! Pasti Ryo sudah menghubungimu lebih dulu," jawab Kenzo dengan helaan napas panjang.     

"Aku gak mau tau! Malam nanti kamu dan Ryo harus ke rumah dan jangan lupa bawakan aku martabak, dan jus alpukat, oke!" ujar Maya sembari mematikan panggilan teleponnya kemudian.     

Kenzo berdesis serta memejamkan kedua matanya begitu Maya langsung saja mematikan panggilan teleponnya dan menghela napas panjang. Namun, dia juga sedikit senang karena akhirnya dia akan kembali bersua dan berkumpul bersama dengan Maya dan sahabat lamanya, Ryo.     

Hingga sore telah tiba, dia bergegas pergi untuk segera sampai di rumah. Dia sudah tidak sabar untuk segera bertemu dengan para sahabatnya itu. Begitu sampai di rumah, Kenzo sudah di sambut oleh sapaan sang kakak yang hendak meminta bantuannya.     

"Ken, di kedai…"     

"Kak, malam ini aku izin untuk tidak ikut di kedai membantu kakak." Kenzo segera menyela ucapan sang kakak.     

Tampak Ervan menghela napas panjang. "Baiklah, tapi bisakah belikan dulu bahan-bahan ini? Ini semua harus ada malam ini juga di kedai kopi kita, dan kakak harus segera pergi untuk membuka kedai malam ini."     

"Akh, baiklah. Aku mandi dulu, setelah itu aku akan membeli bahan itu dan membawanya ke kedai nanti." Kenzo meraih nota yang Ervan sodorkan padanya lalu segera pergi dari memasuki kamarnya.     

Dia tergesa-gesa membersihkan diri lalu memilih pakaian yang cocok untuk dia kenakan malam ini. Walau bagaimanapun dia harus tetap memberikan penampilan dan kesan yang baik di depan Maya, dia harus tampil gagah dan tampan serta menawan.     

Sebelum pergi ke rumah Maya, Kenzo pergi menuju ke sebuah toko khusus untuk membeli segala bahan yang di butuhkan di kedai kopi. Setelah itu, seperti biasa dia selalu membeli semua bahan untuk di kedai di toko yang sudah lama tidak lagi dia hampiri.     

Setelah sampai di depan toko dia berhenti sejenak lantaran mendadak terbayang saat dia bertemu dengan Alona di toko itu. Saat itu hubungan mereka baru saja saling mengikat satu sama lain dengan perasaan yang baru saja saling jauh cinta. Dan saat ini, Kenzo seperti di bawa pada kenangan indah itu.     

"Hah… semua itu sudah tinggal kenangan," ujarnya dengan membuang napas panjang.     

Setelah itu dia melangkah hendak masuk ke dalam toko tersebut, baru saja dia hendak melangkah masuk lantas tubuhnya menabrak seseorang yang baru saja hendak pergi melangkah keluar toko. Segera seseorang itu mendongakkan kepalanya menatap wajah Kenzo.     

Hingga membuat kedua mata Kenzo terbuka lebar, mengetahui siapa sosok yang ada di depannya saat ini. "Alona…" ujar Kenzo pelan.     

Wanita yang ternyata berdiri di depannya saat ini adalah sosok yang baru saja dia bayangkan dalam kenangan masa lalunya. Dia pun segera tersadar dan memalingan wajahnya, meski dia melihat Alona sedang sibuk membereskan beberapa belanjaan yang sudah berserakan di lantai.     

Kenzo menarik napas, "Maaf! Aku tidak sengaja!" ujar Kenzo sembari melanjutkan langkahnya tanpa menoleh lagi ke arah Alona kembali.     

Lantas Alona mendecak sebal begitu melihat Kenzo bersikap acuh dan meninggalkannya begitu saja, dia beranjak berdiri dan menatap punggung Kenzo yang berlalu dari belakang. Ada rasa sesak dan kesal, ada rasa marah dan benci sehingga perlahan air matanya mulai menetes.     

"Kau jahat, Ken! Kau sungguh jahat!" ujar Alona sembari kemudian berlalu pergi melangkah ke luar.     

Sementara itu, Kenzo terdiam sejenak. Dia bukan hanya menahan rasa sakit dan kesal lagi, rasa sesal dan amarah yang memuncak juga menghujam hatinya. Dia terduduk di lantai sambil memegangi bagian dadanya, dia sudah tidak lagi mampu menahan kedua kakinya yang seketika melemah.     

"Maafkan aku, Alona…" ujar nya dengan lirih.     

"Halo, Anda baik-baik saja?" tiba-tiba seseorang menyapanya dan membuat Kenzo terkejut.     

"Yah? Emh, aku baik-baik saja." Kenzo segera beranjak bangun dan menyeka air matanya segera.     

Seseorang itu tampak kebingungan melihat sikap Kenzo yang kemudian berlalu pergi lalu memilih semua bahan yang sudah tercatat di sebuah kertas dari sang kakak, Ervan. Begitu usai memilih dia segera keluar untuk menuju ke kedai sebelum dia pergi ke rumah MAya.     

"Kenapa lama sekali?" tanya Ervan begitu Kenzo sampai di kedai.     

"Maaf, Kak! Tadi aku…"     

"Ya ya ya, kakak sedang sibuk. Kau pergilah biar kakak yang handel kedai ini dengan kakakmu Sinta."     

Kenzo tersenyum kecil lalu kembali melangkah pergi, di tengah langkahnya menuju ke luar Kenzo menerima telepon yang tak lain dari Ryo.     

"Halo, ya, Yo! Aku segera kesana."     

"Akh, kau ini! sejak tadi MAya sudah mengomel tanpa henti."     

"Biar saja, kenapa kau begitu panik? Bukankah dari dulu dia memang sangat bawel."     

"Hahaha, kau benar!" bisik Ryo yang kemudian mematikan panggilan teleponnya.     

~     

Begitu sampai di rumah Maya, dia mengetuk pintu sebelum melangkah masuk ke dalam rumah Maya sambil menggandeng plastik yang sudah berisikan semua makanan yang di sukai oleh Maya.     

"Tsk, kupikir kau sudah pergi ke tempat lain." Maya menyambutnya dengan kesal dan sinis setelah membuka pintu untuknya.     

"Nih, aku bawakan makanan kesukaanmu." Kenzo menyodorkan makanan yang dia bawa untuk MAya.\     

"Kyaaa… Umh, apa kau datang terlambat hanya untuk membeli ini dulu?"     

"Cih, dasar tukang makan! Apa aku boleh masuk?" tanya Kenzo kemudian.     

"Oh, selamat datang sahabatku…" Maya mempersilahkan masuk seraya meledeknya demikian.     

Kenzo pun melangkah masuk dengan pelan dan sopan tentunya, tadinya dia berpikir bahwa mungkin saja saat ini sedang duduk di dalam suami dari MAya dan ikut serta dalam perkumpulan ini. Dan ketika Kenzo memasuki ruang tengah rumah MAya, Ryo sudah duduk bermain dengan anak MAya.     

"Kau lama sekali," bisik Ryo setelah Kenzo duduk disisi nya.     

Lantas MAya menyusul dengan melangkah masuk ke dalam dapur dahulu. Sesaat kemudian dia kembali datang dengan membawa beberapa makanan kesukaannya di atas piring dan meletakkannya dia atas meja tepat di depan Ryo dan Kenzo. Semua masih tampak hening melihat Maya langsung saja menyantap martabak yang di bawakan oleh Kenzo.     

"Hmm… ini sangat nikmat sekali." Maya berseru sambil mengunyah dengan penuh perasaan.     

"Ya ampun, May. Kau terlihat tidak pernah mencicipi makanan yang bahkan itu sangat sederhana," ucap Ryo menegurnya.     

"Hmm… Kau salah, Ryo. Aku bahkan mampu membeli makanan terenak ini tapi kali ini berbeda karena sahabatku yang membawanya. Hmm… Sangat nyaman," ujar Maya terus berseru dan menikmatinya.     

Ryo dan Kenzo saling berpandangan lalu kemudian menggelengkan kepala masing-masing. Lantas mereka bercerita dan mengenang masa-masa mereka saat duduk di bangku SMA sampai akhirnya mereka melanjutkan cerita pada kisah masing-masing.     

"Lalu, Ken? Bagaimana dengan kekasihmu Alona?" tanya Ryo kemudian.     

Kenzo tersentak sesaat, dan Maya memberikan sebuah isyarat pada Ryo untuk mengalihkan obrolan. Ryo tampak kebingungan dan melihat Maya denga raut wajah bertanya-tanya.     

"Kami sudah putus lama." Kenzo berbicara dengan santai namun terdengar ada penekanan nada dalam bicaranya itu.     

"Jadi, kau benar-benar memutuskan wanita itu?" tanya MAya terkejut.     

"Yah, seorang Kenzo tidak pernah bermain-main dalam bicaranya."     

"Wah, sepertinya kini aku punya teman untuk merasakan hal yang sama saat ini."     

"Bukankah kau sudah lama memutuskan Jihan? Atau, ini tentang wanita yang lain lagi?" tanya MAya segera menanggapi.     

"Hah, aku sangat mencintai Jihan. Tapi dia berselingkuh di belakangku, jadi aku membalasnya dengan menduakannya pula."     

"Kau memang gila, Ryo!" ujar MAya mengumpatnya.     

"Aku tidak heran!" tandas Kenzo begitu saja.     

"Tsk, aku yakin kau pun putus dengan Alona karena kau yang menduakannya. Hahaha, seorang Kenzo mana bisa tahan pacaran jarak jauh." Ryo membalasnya seakan tak mau kalah.     

"Benar itu!" imbuh Maya mengiyakan begitu saja.     

"Tsk, apa aku sungguh terlihat sebajingan itu?" tanya KENzo dengan nada serius.     

Seketika MAya dan Ryo terdiam sejenak saling memandang dan menatap wajah masing-masing. Tampak wajah Kenzo berubah sedih dengan menundukkan kepalanya.     

"Ken, kami hanya bercanda saja. Kenapa kau sangat serius, hei Kawan!" Ryo mencoba untuk mencairkan suasana setelah sejenak tampak hening.     

"Hem, aku tau, Yo! Kau hanya bercanda, aku sudah biasa dengan hal itu."     

"Tapi kau tampak sedih dan sangat patah hati, Ken! Ayolah, wanita tidak hanya satu di dunia. Bahkan kau selalu banyak wanita yang mendekatimu selama ini. Alona juga tidak cantik," ujar Ryo begitu saja. Kembali dia berbicara sekenanya saja sehingga membuat Kenzo segera menatapnya tajam.     

MAya kembali mengerutkan kening, meski sejak awal dia sudah tahu tentang Ryo yang tidakk pernah menyukai Alona sejak awal, diam-diam dia bahkan selalu membandingkannya dengan MAya.     

"Eeeh, yah! Kali ini aku setuju, siapapun wanita yang mencampakkanmu adalah wanita yang jelek dan buruk rupa juga tidak beruntung! Dan walau bagaimanapun bukankah hanya aku yang selalu cantik di antara semua wanita yang mengejarmu itu?" MAya mulai mengomel kembali. Kali ini dia mencoba untuk membela Ryo dan mengalihkan suasana.     

Kenzo beralih menatap wajah MAya dan menyipitkan kedua matanya, melempar tatapan tajam pada MAya sebagai wujud penolakan.     

"Ish… Kau menolaknya? Berani kau menolak untuk mengatakan aku paling cantik?" tanya MAya dengan nada marah.     

"YA ya ya, kau memang paling cantik." Kenzo terpaksa mengiyakannya untuk membuat MAya senang.     

Namun, tanpa sengaja dan tanpa di ketahui oleh semua suami Maya muncul dari arah belakang mengejutkan semuanya.     

"Istriku memang selalu cantik. Sangat cantik," ujarnya menambahkan dan seketika membuat Kenzo tersentak bersamaan dengan Ryo.     

"Tsk, kau bilang suamimu tadi sedang di luar kota," bisik Ryo dengan cepat.     

Suami MAya pun turut berkumpul bersama dan duduk disisi MAya saat ini. Tatapannya seketika tertuju pada wajah Kenzo saja dengan tajam, dan itu membuat Ryo tampak gelisah dan merasa suasana mulai memanas.     

"Hai, Zayn. Lama tidak bertemu, maaf jika kami datang mengganggu kesibukanmu." Kenzo langsung menyapanya tanpa merasa canggung atau salah tingkah.     

Suami MAya tampak menyeringai lalu tersenyum singkat. "Seperti yang kau lihat, aku sangat baik dan selalu baik begitu juag rumah tanggaku yang selalu harmonis. Iya kan, Sayangku?" jawabnya sembari memeluk Maya tepat di hadapannya saat ini.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.