The Lost Love

Cinta sesaat



Cinta sesaat

0Kenzo tiba di Club malam dimana dia biasa berkumpul dengan teman-teman komunitas gamernya. Dia melangkah masuk menuju sebuah meja dimana semua teman-temannya sudah duduk berkumpul bersama, dia datang sedikit terlambat.     

"Hai, Ken! Kupikir kau tidak akan hadir lagi malam ini, kau mengabaikan panggilan teleponku." Pandu menyapanya lebih dulu.     

"Maaf, tadi aku ada urusan sebentar di rumah," jawab Kenzo ramah seperti biasanya.     

Meski di dalam hati dia masih terluka dan penuh amarah.     

"Ken, minggu depan kita akan menghadapi kompetisi lagi, apa kau siap?" tanya seorang laki-laki yang selama ini menjadi ketua member dari perkumpulan tersebut.     

"Mmh... Siap saja, siapa takut?" jawab Kenzo penuh percaya diri.     

"Bukan main master kita ini," balas yang lainnya memuji.     

Mereka pun tergelak tawa, sambil menyesap minuman masing-masing yang sudah di siapkan di depan mereka.     

Kenzo turut meraih segelas minuman di depannya, lalu langsung meneguknya tanpa dia pedulikan lagi dan di pikirkan sebelumnya apakah minuman itu mengandung alkohol atau tidak.     

Malam ini dia sudah tak lagi peduli akan hal apapun lagi, yang akan membuatnya mungkin saja jatuh mabuk karena alkohol kali ini.     

Sesaat kemudian muncul Heni yang ternyata lebih terlambat darinya. Semua teman-teman club segera menyapanya dengan ramah dan berbagai godaan seperti biasanya. Namun, hanya Kenzo saja yang diam tanpa respon pada Heni.     

Pandangan Heni seketika tertuju pada Kenzo yang tampak acuh padanya. Seperti biasa, Heni langsung saja duduk di dekat Kenzo yang sejak tadi hanya diam dan acuh.     

Heni mengerutkan keningnya ketika melihat sikap Kenzo acuh padanya.     

"Ken, kau baik-baik saja?" tanya Heni kemudian.     

"Hem, seperti yang kau lihat!" jawab Kenzo sedikit cuek.     

Heni semakin kebingungan melihat sikap Kenzo demikian. Dia berusaha menahan diri untuk terus bertanya dan segera mengetahui mengapa Kenzo bersikap demikian.     

Perbincangan sesama teman-teman seperkumpulan semakin saja seru dan disertai dengan candaan yang konyol.     

Namun tetap saja, Heni memperhatikan Kenzo yang hanya mengabaikan Heni saja sejak tadi. Sesekali pula Heni sibuk dengan ponselnya yang terus berdering dan membuat Heni gelisah.     

Malam pun berlalu, satu persatu semua teman perkumpulan Kenzo sudah berlalu pergi. Kini tinggal beberapa orang saja yang turut duduk santai di sisi Kenzo dan Heni. Seperti biasa, Heni selalu menjadi wanita istimewa yang duduk di tengah perkumpulan mereka.     

"Aku pulang duluan, ya!" pamit Kenzo.     

"Ken, aku ikut ya!" segera Heni beranjak bangun dari posisi duduknya sejak tadi.     

Sontak semua menatap ke arah Heni. Sedang Kenzo tertegun sejenak dan melihat wajah Heni dengan kerutan di kening kepalanya.     

"Hem, aku ikut!" ujar Heni kembali dengan tegas.     

"Tapi aku..."     

"Aku ikut!" tegas Heni mengulang ucapannya lantas menarik lengan Kenzo begitu saja menuju ke luar ruangan.     

Pandu dan yang lainnya tidak lagi heran melihat tingkah Heni demikian pada Kenzo karena sejak awal mereka memang selalu dekat.     

Begitu sampai di luar Kenzo menepis pelan tangan Heni yang merangkulnya sejak tadi. Heni semakin heran akan sikap Kenzo yang sejak tadi membuatnya bertanya-tanya.     

"Ken? Ada apa denganmu?" tanya Heni dengan nada tinggi. Dia sudah benar-benar kesal melihat sikap Kenzo yang tiba-tiba berubah.     

"Aku takut kekasihmu melihat ini, dan tentu akan menimbulkan kesalah pahaman nantinya."     

"Apa? Kekasih?" tanya Heni kebingungan.     

"Tidak perlu berpura-pura begitu, Heni. Kau sudah tau kemana arah bicaraku," jawab Kenzo lagi.     

"Aku sungguh tidak mengerti," ucap Heni masih membantah ucapan Kenzo.     

"Sudahlah, sebaiknya kau minta kekasihmu menjemputmu. Aku pulang sendiri," jawab Kenzo sambil melangkah kembali.     

"Ken!" panggil Heni lagi dengan setengah berteriak.     

"Apa lagi, Heni?"     

"Yah, aku memang sudah memiliki pacar. Lalu kenapa? Apakah kau marah? Kau tidak mau lagi bertemu denganku?" ujar Heni dengan tatapan penuh marah pada Kenzo.     

Kenzo menarik napasnya lantas menghempaskannya kembali dengan raut wajah kesal.     

"Selamat! Akhirnya kau sudah punya pacar, jadi..."     

"Kau belum jawab pertanyaanku tadi, Ken!" tandas Heni pada Kenzo.     

Kenzo diam dan acuh, dia berniat kembali melangkah meninggalkan Heni.     

Tak ingin membuat Kenzo menjauh darinya, Heni memeluk Kenzo dari belakang. Beruntung, mereka sedang di tempat sepi saat ini.     

"Heni, apa yang kau lakukan? Lepaskan!"     

"Ken, selama ini aku belum pernah mendapat seorang teman, sahabat, dan saudara bahkan seseorang yang begitu dekat juga baik padaku sepertimu. Meski aku sudah memiliki seseorang yang telah mengisi hatiku saat ini, apakah aku tetap tidak bisa berteman denganmu?"     

"Heni..."     

"Tolong jangan katakan iya, aku ingin kau tetap di dekatku, menjadi teman dan sahabatku."     

Kenzo terdiam, lalu perlahan Heni meregangkan pelukannya. Dia merasa Kenzo memang benar-benar tidak bisa lagi menerima Heni untuk tetap berteman dengannya.     

Namun, seketika Kenzo menoleh ke belakang. Menatap wajah Heni yang kini memandangnya dengan sendu. Untuk pertama kalinya melihat Heni dengan raut wajah sedih di depan Kenzo.     

Lagi dan lagi, Kenzo mudah luluh setiap kali melihat wanita yang dekat dengannya bersedih terlebih itu karenanya perbuatannya.     

Kenzo menarik tubuh Heni ke dalam pelukannya dengan lembut. Heni menahan napasnya, lantaran tak ingin menjatuhkan air matanya yang kini sudah membumbung di kedua matanya.     

"Kau sungguh hebat, kau berhasil memporak-porandakan batinku sejak tadi. Apa kau tau betapa sedihnya aku melihatmu bersikap dingin padaku?" Heni bicara dengan terbata-bata.     

"Aku cemburu!" jawab Kenzo dengan terus terang.     

Heni mendelikkan kedua matanya dan mendongakkan kepalanya menatap wajah Kenzo saat ini. Entah dia harus bahagia, sedih, atau marah.     

"Kau, cemburu? Tapi katamu, aku hanya teman semata, tidak lebih. Kau... Apa kau..."     

"Tadinya kupikir aku hanya menyukaimu saja, karena kita telah bersama begitu lama. Cinta sesaat, yang tidak mungkin menyisakan kenangan lama. Tapi entah kenapa aku cemburu melihatmu dengan laki-laki itu," imbuhnya dengan jelas terdengar oleh Heni sehingga kini Heni kian semakin sesak di dalam hatinya, pikirannya campur aduk tak menentu.     

Cup!     

Heni mengecup singkat bibir Kenzo, sehingga menyentakkan hati Kenzo dan kedua matanya terbelalak.     

"Kau..."     

Heni tersenyum, mengerlingkan kedua matanya menatap wajah Kenzo.     

"Tsk, dasar..." Kenzo mendesis seraya memalingkan wajahnya lalu kemudian menangkap rahang pipi Heni serta mendekatkan wajahnya ke arah bibir Heni.     

Mereka kembali berciuman bibir, Heni menikmatinya. Begitupun Kenzo yang kini menikmati, menyesap, membasahi bibir lembut Heni.     

Mereka menggila, sejenak Heni lupa bahwa ia sendiri sudah memiliki seseorang yang kini tengah mengisi ruang hatinya. Meski begitu, Kenzo tetap menjadi orang yang pertama di hati Heni yang telah memberikan banyak kenangan dan kisah berbeda melalui hari-harinya.     

Puas berciuman, Heni dan Kenzo saling melepas dan meregangkan pelukan. Sejenak saling salah tingkah dan canggung, lalu kemudian saling tertawa cekikikan.     

"Kau memang wanita nakal! Kau sudah memiliki seorang kekasih, tapi kita masih..."     

"Sssstttt... Ini rahasia kita berdua!" jawab Heni sambil meletakkan jari telunjuknya di bibirnya sendiri.     

"Bukankah kau juga sudah memiliki pacar? Jadi, kita impas bukan?" tanya Heni kembali.     

Kenzo mengerutkan bibirnya dengan mengalihkan pandangannya ke berbagai tempat.     

"Ken, jangan bilang kau sedang jomblo?" Heni mencoba menebaknya.     

"Tsk, meskipun aku jomblo tapi masih banyak wanita yang mengejarku. Bahkan mereka berlomba-lomba mengejarku!" dengan penuh percaya diri Kenzo mengatakannya.     

Sontak saja Heni memukul-mukul dada Kenzo yang tampak bidang. Kenzo mengelak dan menangkap kedua tangan Heni.     

"Aku bercanda, aku baru saja putus dari pacarku. Dan aku bebas hari ini, bebas untuk melakukan hal apapun seperti yang aku inginkan."     

"Ih, jangan harap! Kau masih punya aku, mulai sekarang aku tidak akan membiarkanmu bersama wanita lain kecuali denganku!" jawab Heni mengancam.     

Ctakkk!     

Kenzo menjitak kening Heni dengan gemas. Sejenak hatinya yang sejak tadi dipenuhi amarah mulai mereda dan perlahan menghilang.     

~     

Hari berganti hari, bulan berganti tahun. Hari ini, tepat satu tahun hubungan Kenzo dan Alona berakhir. Hari-hari yang dia lalui tak ada yang berubah, dia tetap menjalani dengan hati yang hampa, kosong, dan di rundung rindu mendalam yang entah pada siapa akan dia torehkan.     

Hubungannya dengan Heni, masih tetap berjalan layaknya sahabat dekat, bahkan terkadang mereka bersikap layaknya sepasang kekasih yang tengah kasmaran.     

Selama satu tahun berlalu, banyak hal yang dia lakukan untuk mengusir kesepiannya. Pergi ke banyak tempat wisata yang mungkin akan membuatnya merasa lebih senang dan bahagia.     

Dia pergi bersama teman-temannya, mengesampingkan sejenak ego dan pikirannya yang akan menerima semua ajakan para wanita yang selalu mengejarnya.     

"Hah, sudah satu tahun berlalu..." ujar Kenzo sendiri sambil menatap lepas hamparan lautan di depannya saat ini.     

Pulang dari bekerja sore ini, dia langsung pergi menuju ke sisi pantai untuk menghilangkan penat yang sudah berapa hari ini menggerogoti batinnya yang telah di habiskan untuk bekerja saja.     

Setelah dua hari yang lalu dia mendengar Sari, wanita yang sudah pernah menikah dan dekat dengannya, mengirimkan undangan pernikahan untuknya.     

Kenzo menyadari, waktu sudah berlalu begitu cepat namun semua kenangan pahit tetap dia rasakan seakan baru saja terjadi hari ini dan menikam hatinya sendiri.     

Tak ingin begitu larut dalam suasana sore ini yang justru membuatnya terkenang akan masa lalu, dia meraih ponselnya. Dia membuka akun media sosialnya seperti biasanya.     

Tanpa sengaja, dia melihat nama Ayu di beranda akunnya. Seorang wanita yang dia ketahui teman dekat Alona selama ini, yang juga mengenalnya pula dengan akrab.     

Kenzo mulai berpikir dan bertanya-tanya, apa yang harus dia katakan untuk menyapa Ayu. Entah sejak kapan Ayu menjadi followernya,  bahkan selama ini Kenzo tidak pernah memperhatikannya.     

"Apa ini? Sejak kapan?" tanya Kenzo kembali bicara sendiri.     

"Akh, tidak! Aku tidak mau semakin terjebak dalam kenangan masa lalu, ini sudah satu tahun berlalu hubunganku dengan Alona berakhir. Aku tidak ingin mengingatnya, ini terlalu menyakitkan."     

Dia mengurungkan niatnya itu, dia mengabaikan akun Ayu yang menghiasi berandanya. Namun, dia justru dibuat penasaran kembali untuk melihat profilnya.     

Dan benar saja, dia melihat semua foto-foto unggahan Ayu dan Alona saat di luar negeri. Kenzo menarik napasnya dalam-dalam, hatinya memang kembali merasakan sakit, teramat sakit.     

"Kau bodoh, Ken! Masih saja kau melihatnya, padahal kau sendiri yang melepaskannya. Jika kau masih cinta, kenapa kau membiarkannya pergi dan mengusirnya dari hati?"     

Kenzo segera menutup akun media sosialnya setelah mendengar ucapan dari hatinya itu. Seolah dia mendapatkan cercaan dari kata hatinya sendiri, dia beranjak bangun dan kesal sendiri.     

Dia pun segera pergi dari sisi pantai, tujuannya saat ini hendak membantu sang kakak di kedai kopi warisan satu-satunya yang harus dia kembangkan selama ini, meski telah berhasil melakukannya dengan baik membuat kedai itu semakin ramai di kenal, dia tetap tak ingin mengacuhkannya setelah beberapa bulan dia selalu asyik dengan dunianya sendiri.     

Begitu sampai di rumah, merapikan pakaian dan rambutnya yang masih saja gondrong, dia segera pergi menuju kedai.     

Namun sebelumnya dia menatap sejenak wajahnya di depan cermin. Menoleh ke kanan dan ke kiri untuk menilai perkembangan wajah dan gaya rambutnya selama ini.     

"Sepertinya aku harus merubah gaya penampilanku lagi," ujar Kenzo seraya mengibas rambutnya, menyisir dengan rapi rambutnya     

Lalu setelah itu, dia melangkah keluar  kamar hendak menuju ke kedai. Kenzo melihat sekeliling ruangan rumahnya, tampak hening. Bahkan sang nenek pun entah kemana perginya.     

Setelah melangkah ke luar rumah, Kenzo setengah terkejut melihat sang nenek baru saja datang dari luar dengan menggandeng tas belanja.     

"Nenek, darimana malam begini?" tanya Kenzo heran.     

"Nenek dari toko sebelah," jawab sang nenek dengan senyuman.     

"Nenek makin gaul saja, diam saja di rumah. Kalau butuh apa-apa, sebaiknya suruh Kenzo saja, Nek."     

"Cih, meski nenek sudah semakin tua. Nenek ini masih kuat, jangan meremehkan nenek."     

"Ya ya ya, Nenekku pahlawanku!"     

"Anak nakal! Kemana lagi kau mau pergi?" tanya sang nenek.     

"Umh, Kenzo mau ke kedai. Nenek mau titip sesuatu lagi?"     

"Tidak, Nenek sudah membeli semua kebutuhan di rumah ini. Sudah, pergilah. Hati-hati di jalan," sahut sang nenek menasehatinya sambil menepuk bahu Kenzo berjalan melewatinya.     

Kenzo hanya tersenyum menanggapi nasehat sang nenek yang selalu menasehatinya setiap kali kemana dia akan pergi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.