The Lost Love

The Lost Love



The Lost Love

0Alona dan Kenzo melanjutkan obrolan saat sebelum mereka terlelap dalam tidur. Mereka saling mengobrol perbincangan konyol lainnya, tanpa rasa jenuh dan bosan mereka saling memberikan cerita berbeda dari hari-hari yang mereka lalui sebelum selama ini.     

Hingga waktu pagi telah tiba, Kenzo beranjak bangun lebih dulu setelah nada alarm dari jam digital di atas nakas mengejutkannya.     

Ia membuka kedua matanya dengan sangat berat, lantaran masih sangat mengantuk. Setelah baru saja dia merasa terlelap dalam tidurnya.     

Hal pertama yang dia raih ialah ponselnya. Dia ingin memastikan apakah Alona sudah bangun? Dia ingin menjadi orang pertama uang mengucapkan kata selamat pagi.     

"Kau masih tidur? Selamat pagi untuk hari ini, semoga harimu selalu indah. Berbahagialah untuk hari ini!"     

Pesan singkat yang Kenzo kirimkan untuk Alona belum juga mendapat respon segelah satu menit berlalu. Maka Kenzo segera turun dari kasur dan menuju kamar mandi.     

Setelah dia usai membersihkan diri, dia segera mengenakan seragam kerjanya. Dia merapikan rambutnya, dan tak lupa menyemprotkan parfum favoritnya.     

Tentu saja ada yang berubah dari ekspresi Kenzo pagi ini, dia lebih semangat, lebih ceria, bahkan dia terus saja bernyanyi lagu-lagu cinta.     

Dia melirik sejenak ke arah ponselnya, Alona masih belum membalas pesan yang dia kirimkan tadi untuknya. Lantas dia segera keluar kamar dan meletakkan ponselnya di kantung saku celananya.     

"Ehhemm..." Ervan menyambut Kenzo dengan senyuman yang seolah meledeknya begitu melihat Kenzo keluar kamar.     

Kenzo hanya menoleh sesaat, dia berpura-pura mengacuhkan ledekan sang kakak yang sudah pasti ingin menggodanya dengan sengaja.     

Sang nenek dan istri dari Ervan tampak saling bertatapan tanpa berani bertanya. Berhubung di meja makan kali ini, sang ibu dan ayah sambung Kenzo tidak turut serta sarapan pagi, maka Kenzo ikut bergabung dengan langsung saja duduk di kursi kali ini.     

"Hmm... Sepertinya ada yang sedang mandi parfum pagi ini, Sayang?" ujar Sinta pada sang suami, Ervan.     

"Oh ya? Hmm... Kupikir hanya aku yang mencium aroma ini, bagaimana dengan nenek? Apakah nenek sedang mencium aroma yang... Sedikit berbunga-bunga?" sahut Ervan mengalihkan pada sang nenek.     

Sang nenek terdiam sejenak menatap Ervan, lalu kemudian menetap wajah Kenzo yang tampak tetap santai dan acuh serta mulai menyantap sarapan pagi nya.     

"Kenzo..." panggil sang nenek.     

"Ya, Nek?" sahut Kenzo dengan cepat.     

"Apakah pagi ini kau akan pergi berkencan? Dengan seragam kerja itu?" tanya sang nenek dengan lugu. Namun Kenzo tetap berpikir sang nenek turut serta menggodanya.     

"Nenek... Kenapa nenek juga ikut-ikutan mengerjaiku?" sahut Kenzo pada sang nenek.     

"Hem?" sang nenek mendelikkan kedua alisnya. "Nenek hanya bertanya, kenapa kau berpikir..." ucapan sang nenek terhenti setelah mendengar Ervan dan Sinta cekikikan melihat ekspresi Kenzo demikian.     

"Ervan, Sinta. Ada apa? Kenapa kalian membuat adik kalian berpikir begitu pada nenek?"     

"Nenek, apakah nenek tau apa yang telah terjadi pada cucu kesayangan nenek itu?" tanya Ervan setelah menghentikan tawa kecilnya.     

"Ada apa? Apakah nenek ketinggalan berita penting lagi?"     

"Benar!" bisik Sinta sambil kembali tersenyum menggoda Kenzo.     

"Nenek, jangan dengarkan mereka. Mereka hanya..."     

"Nek, semalam cucu nenek itu membawa seorang wanita menemuiku. Dan apakah nenek tau siapa wanita itu, Nek? Dia Alona."     

Sang nenek terkesiap dengan kedua mata melotot menatap wajah Kenzo yang saat ini hanya bisa tercengang juga pasrah akan ocehan sang kakak yang membocorkan apa yang telah terjadi semalem.     

"A-lo-na?" tanya sang nenek dengan terbata-bata.     

"I-iya, Nek. Hehe..." Kenzo terpaksa menjawabnya dengan pasrah. Wajahnya bahkan sangat menggemaskan saat dia mengakuinya pada sang nenek.     

"Lalu?" tanya sang nenek setelah kembali dengan raut wajah normal.     

"Lalu? Lalu apa, Nek?" tanya Ervan dan Kenzo bersamaan.     

Sang nenek menggebrak meja sehingga membuat Sinta dan Ervan juga Kenzo terkejut mendengarnya.     

"Kenapa kau mengajak anak orang hanya ke kedai? Kenapa kau tidak mengajaknya untuk bertemu dengan nenek juga? Dasar anak muda, apakah dia hanya memikirkan perasaannya sendiri?" sang nenek mulai mengomel.     

"Nenek..." keluh Kenzo memanggil nama sang nenek.     

Suasana sarapan pagi ini pun tampak berbeda, Kenzo kemudian tersenyum manis dan di lanjutkan dengan gelak tawa oleh Ervan dan Sinta.     

Setelah itu, Kenzo hendak pergi bekerja. Namun, ponselnya berdering saat langkah Kenzo berada di tengah pintu utama.     

"Halo, kau sudah bangun?" tanya Kenzo setelah menerima panggilan telepon dari Alona.     

"Hum, aku baru bangun. Aku masih di kamar," jawab Alona dengan suara yang masih terdengar serak. Tampaknya dia memang baru saja bangun tidur.     

"Hem, baiklah. Aku baru saja akan berangkat kerja, kau pergilah mandi!" ujar Kenzo seraya melanjutkan langkah menuju halaman rumahnya.     

"Ya, baiklah. Aku akan segera mandi, kau hati-hati di jalan, semangat kerja!"     

"Hem, ya!" sahut Kenzo dengan tersenyum lembut. Tampak dia memang sedang sangat bahagia hari ini.     

Panggilan telepon berakhir. Dia segera menaiki motornya dan berlalu pergi menuju tempatnya bekerja.     

Setelah sampai di tempat kerja, Kenzo memulai aktivitasnya dengan bekerja. Dia begitu semangat, sehingga Pandu yang melihat perubahan Kenzo jadi penasaran di buatnya.     

"Ken, bolehkah aku bertanya sesuatu?" ujar Pandu mendekatinya.     

"Hem, tanyakan saja!" sahut Kenzo disertai dengan senyuman lantas sambil melanjutkan pekerjaannya.     

"Sepertinya, kau sudah menemukan kembali kebahagiaanmu yang telah hilang," ujar Pandu.     

"Cih, apaan sih? Bukankah selama ini aku selalu bahagia?"     

"Hem, aku mengenalmu bukan hanya kemarin saja. Tapi mengenalmu sudah sekian lama, aku melihatmu kali ini jauh lebih tulus dengan senyumanmu itu, apakah... Kau dan Alona..."     

"Aku tidak tau, Pandu. Aku dan Alona hanya berteman saja, tapi entah kenapa... Aku begitu bahagia dengan hubungan kali ini."     

"Jadi, kau dan Alona... Hanya berteman saja? Kupikir kau dan Alona menjalin hubungan kembali, melihat Alona datang menemuimu saat itu, kupikir dia benar-benar masih mencintaimu."     

Kenzo hanya tersenyum tipis menanggapi ucapan Pandu. Sebab, kenyataannya mereka memang tidak ada ikatan ataupun ucapan untuk kembali menjalin hubungan seperti dahulu.     

"Kuharap hubungan kalian akan kembali bersama, Ken. Karena kulihat kau lebih bahagia saat bersama dengan Alona."     

"Hem, terima kasih atas doa itu, Pandu. Meskipun, rasanya itu sulit. Hubunganku dengan Alona mungkin akan lebih baik hanya sekedar ini saja."     

"Jangan pernah menyerah, terkadang kita tidak tau bagaimana Tuhan akan membolak-balik hati dan jalan manusi, terutama perihal tentang cinta mereka. Minta saja yang terbaik pada Tuhan, Ken!"     

Kenzo kembali hanya tersenyum tipis sambil mengangguk mendengar ucapan Pandu yang memberikannya dukungan seperti itu. Dia merasa apa yang dikatakan oleh Pandu memang benar adanya.     

Saat ini, alangkah baiknya dia meminta pada Tuhan akan hubungan mereka. Karena hanya Tuhanlah yang sebaik-baiknya mengatur skenario dalam hubungan antar manusi.     

Sore pun tiba, Alona mengajak Aleea pergi ke salon. Sudah lama dia tidak memanjakan dirinya, dia ingin memanjakannya kali ini. Dia merasa bagian rambut di kepalanya mulai rontok dan mengering lantaran dia merasa terlalu sering berpikir hal yang membuat kepalanya ingin pecah.     

"Senang banget rasanya akhirnya bisa ke salon lagi bareng kakak," ujar Aleea sambil memeluk pinggul Alona yang sedang menyetir motor di depan Aleea.     

"Hem, ya ya ya. Kakak juga sudah mulai tidak tahan, kepala kakak serasa ingin pecah saja."     

"Kita manjakan diri kali ini ya, Kak?"     

"Let's go!" jawab Alona penuh semangat sembari mempercepat laju motornya.     

Alona dan Aleea berkeliling dan sengaja mencari sebuah salon yang sekiranya tidak harus membuat mereka mengantri lama. Karena bagi mereka menunggu antrian di salon ialah sesuatu yang paling ingin mereka hindari, karena hal itu jauh lebih membosankan.     

Sesaat kemudian, mereka menemukan sebuah salon yang entah kenapa Alona begitu sangat yakin memilihnya. Dia meyakini salon itu akan membuatnya dan Aleea mendapatkan hasil yang memuaskan.     

"Halo, selamat sore dan selamat datang," sapa salah satu seorang wanita yang kini menyambut kedatangan Alona dan Aleea di dalam salon tersebut.     

"Halo..." sambut Aleea lebih dulu.     

"Ada yang bisa kami bantu?" tanya salah seorang lainnya lagi.     

Di salon itu kebetulan ada dua orang wanita yang sedang menganggur, yang tanpa Alona ketahui, salon tersebut ialah tempat Aini bekerja.     

Tentu saja mereka belum saling mengenal satu sama lain. Lantas Alona dan Aleea meminta untuk mereka meng-creambath rambut mereka serta melakukan sedikit pemijitan di bagian bagian punggung dan tengkuk leher mereka masing-masing.     

Dengan sangat ramah Aini dan temannya yang sebagai pemilik salon itu melayani mereka. Beberapa menit berlalu, Alona memejamkan kedua matanya dan menikmati pijitan demi pijitan yang dilakukan oleh teman Aini.     

Kebetulan Aini memilih untuk melayani Aleea. Sedang Alona dilayani oleh pemilik salon itu sendiri. Menit berikutnya, ponsel Alona berdering.     

Sontak Alona membuka kedua matanya, dia meraih ponselnya yang diletakkan di dalam tasnya. Sejenak, pemilik salon yang melayaninya itu berhenti dan memberikan Alona kebebasan untuk menerima panggilan telepon di ponselnya.     

"Ya, Ken... Kau sudah pulang?" sahut Alona menerima panggilan dari Kenzo. Dia tampak mengulas senyuman bahagia di bibirnya.     

Sontak saja, mendengar nama panggilan Kenzo yang langsung saja di kenali oleh Aini, membuat Aini terhenti seketika dalam melalukan pelayanannya.     

Aleea mengernyit. Dia merasakan dengan jelas sikap Aini yang terkejut setelah mendengar Alona bicara di telepon.     

"Hem, aku di salon. Aku bersama Aleea," sahut Alona kembali setelah Kenzo bertanya dimana dia.     

"Salon?" tanya Kenzo tampak terkejut.     

"Iya, salon. Kenapa sih? Kenapa kau terkejut?" Alona tertawa kecil.     

"Emh... Tidak, tidak apa-apa. Aku pikir kau masih tidak begitu tertarik dengan pergi ke salon."     

"Dih, aku hanya sedikit lelah. Rambutku sedikit rontok, jadi... Aku..."     

"Ya ya ya, baiklah. Lanjutkan saja dulu, nanti saja kita lanjutkan obrolan."     

"Kenzo... Ih, apaan? Kamu mau ngomong apa? Kamu pasti mau ngomong sesuatu, katakan..." Alona kian merengek manja.     

Dan hal itu, membuat Aleea merutuki sang kakak namun juga menggodanya. Sedang Aini, mendadak sekujur tubuhnya gemetaran hingga pijitan jari jemarinya yang menelusuri setiap akar rambut Aleea terasa mengganggu Aleea.     

"Tunggu, hentikan pijitannya!" ujar Aleea. Sehingga membuat Alona dan pemilik salon yang kini juga merasa sedikit tidak nyaman menoleh ke arah Aleea dan Aini.     

"Ada apa, Aleea?" tanya Alona panik.     

"Akh, mmh... Kak, apakah kakak baik-baik saja? Aku merasa kakak sedikit gemetaran," sahut Aleea sambil moleh ke arah Aini.     

"Oh. Eh... Eng, maaf. Sepertinya aku sedikit haus, bisakah aku meminum dulu sebentar?" jawab Aini sekenanya.     

Pemilik salon yang sekaligus teman Aini menghenal napas panjang. Menatap wajah Aini dengan rasa iba, dia tahu betul apa yang mungkin saja Aini rasakan kali ini.     

"Oh, iya. Boleh, Kak! Silahkan, minum dulu." Aleea mengizinkannya dengan senyuman ramah.     

Sedang Alona melanjutkan obrolannya dengan Kenzo melalui panggilan telepon.     

"Ken, nanti saja kita melanjutkan obrolan. Oke," ujar Alona.     

"Hem, baiklah. Dasar bawel, kau yang memintanya sejak tadi, huh."     

Alona tertawa kecil, lantas mematikan panggilan telepon Kenzo. Setelah Aini meneguk segelas air putih dalam tegukan sekaligus, dia kembali menghampiri Aleea.     

"Maaf..." ucap Aini kemudian.     

"Hem, tidak apa." Aleea menjawab dengan ramah.     

Alona dan Aleea pun kembali mendapat pelayanan dari Aini dan salah satu temannya itu. Aleea mulai penasaran akan perbincangan Kenzo dan Alona tadi, dia menggoda Alona kemudian.     

"Ciye... Kakak, apakah kak Kenzo mengajak kakak pergi bersama lagi?" goda Aleea pada Alona.     

"Aleea, apaan sih..." Alona berusaha mengalihkan.     

"Ayolah, aku juga ingin bertemu dengan kak Kenzo. Sudah lama aku tidak bertemu dengannya setelah kakak putus darinya," sahut Aleea kembali.     

Lagi dan lagi, Aleea dan temannya saling berpandangan mendengar perbincangan Alona dan Aleea.     

"Kau akan bicara macam-macam nanti saat bertemu dengannya."     

"Kakak, aku janji. Kali ini aku hanya akan menuruti kata kakak dan kak Kenzo, janji!" ujar Aleea meyakinkan.     

"Ah, ya ya ya. Baiklah, pulang dari sini kita temui dia. Kau puas?" balas Alona mengabulkan keinginan sang adik.     

"Yeay, kakak terbaik!" Aleea tampak bahagia setelah sang kakak mengiyakan keinginannya untuk bertemu dengan Kenzo kembali setelah sekian lama.     

Sedang Aini tampak kian gusar mendengar percakapan dan kebahagiaan mereka yang sedang berencana hendak bertemu dengan Kenzo.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.