The Lost Love

The Lost Love



The Lost Love

0Alona tetap pada pendiriannya, mendesak Dewa untuk mengantarnya pulang. Dengan terpaksa dan mendecak sebal Dewa beranjak bangun dari atas kasur dan segera pergi ke kamar mandi sebelum dia mengantar pulang Alona sampai di rumah.     

Sementara Kenzo masih di dalam kamar mandi, Alona merasa haus. Dia hendak minum namun dia melihat gelas di atas nakas sedang kosong. Maka dia segera keluar dari kamar dan menuju arah dapur.     

Akan tetapi, suara dering ponsel tadi membuat Alona kembali penasaran. Siapakah di balik penelpon yang terus seolah mengusik Dewa untuk segera menanggapinya.     

Alona mengurungkan langkahnya yang hendak ke kamar mandi, dia segera melangkah menuju sofa dan meraih ponsel Dewa yang tergeletak di atas meja.     

Tanpa rasa canggung dan berpikir panjang dia segera membuka ponsel Dewa. Namun, dia kesulitan untuk membuka dan mengetahui semua isi di dalam ponsel itu.     

"Sejak kapan dia menggunakan privasi di ponselnya? Apakah ada yang dia sembunyikan dariku selama ini?" Alona bergumam sendiri.     

Lantas sebuah panggilan tak terjawab dari nomor dengan nama Jihan. Dia terkejut, seketika mengingat nama Jihan, sahabatnya.     

"Jihan?" Alona bertanya-tanya.     

Sesaat kemudian, Dewa keluar dari ruang kamar. Dia tampak terkejut saat Alona dilihatnya menggenggam ponsel Dewa.     

Alona mengernyit, mengetahui raut wajah Dewa yang sedang terkesiap menatap wajah Alona. Lantas Alona berjalan ke depannya, berdiri tepat di hadapan Dewa lalu memberikan ponsel yang di genggamnya tadi.     

"Ini... Barusan ada seseorang yang meninggalkan jejak panggilan tak terjawab, Jihan!" jelas Alona dengan nada cetus lantas melewatinya dengan melangkah menuju arah dapur.     

"Sayang, tunggu..." panggil Dewa seraya menarik lengan Alona.     

"Aku sedang haus, nanti saja." Alona menepis tangannya.     

Dewa pun kian gusar, dia sudah menduga Alona akan mengetahui sesuatu yang berusaha dia sembunyikan. Padahal, dia sudah menghapus semua jejak di ponselnya.     

Alona meneguk air putih hanya dalam satu tegukan di dalam gelas yang di genggamnya tadi. Lantas meletakkan kembali gelas itu di atas meja.     

Tanpa banyak bicara lagi, Alona kembali berbalik badan, menuju sofa untuk meraih tas gandengnya bahkan dia mengabaikan Dewa yang sejak tadi mengamatinya dan berusaha mengajaknya bicara.     

"Sayang..." panggil Dewa.     

"Aku capek, bisa kau antar pulang sekarang?" sahut Alona menyela.     

Dewa membuang napas berat, dia menatap wajah Alona sementara Alona menatapnya dengan tatapan yang berbeda.     

"Baiklah, kita pulang sekarang!" Dewa menganggukkan kepalanya.     

Sesaat kemudian, mereka sudah berada dalam perjalanan pulang. Alona kembali hanya diam saja tanp bicara, Dewa kian gelisah. Dia bingung harus memulai bicara darimana.     

"Sial, Jihan! Kau menyebalkan, kau kian berani," ujar Dewa di dalam hati menggerutu.     

10 menit kemudian tiba di rumah Alona, segera Alona turun dari mobil tanpa menunggu Kenzo membukakan pintu untuknya.     

"Sayang, ada apa? Kenapa kau mendadak diam seperti itu?" tanya Dewa seraya menarik tangan Alona sebelum Alona beranjak pergi dari hadapannya.     

Alona terdiam sejenak, lantas menatap wajah Dewa dan mengulas senyuman singkat namun terpaksa.     

"Sayang, aku harap kau tidak sa..."     

"Apakah ada yang kau sembunyikan dariku selama ini?" tanya Alona menyelidik.     

"Ti-tidak, tidak ada. Untuk apa aku menyembunyikan semua itu darimu, kau kekasihku, kau segalanya untukku," jawab Dewa namun dengan nada bicara terbata-bata.     

"Oh ya? Lalu sejak kapan kau membuat privasi di ponselmu? Apakah kau takut aku akan membukanya sembarangan?"     

"Ayolah, Alona. Selama ini kita berjauhan, aku sering berkumpul bersama teman-teman dan rekan kerjaku. Aku juga sering mengadakan reuni dengan teman-teman seangkatanku, aku takut mereka memainkan ponselku sembarangan."     

Alona mengangkat satu alisnya ke atas dan menatap tajam wajah Dewa, lantas dia menepis tangan Dewa yang sejak tadi menggenggamnya.     

"Aku lelah, aku mau tidur! Kau pulanglah," ujar Alona segera memutus pembicaraan.     

"Tidak, aku tidak mau kau meninggalkanku begitu saja sebelum kau bicara dan aku menjelaskan semuanya." Dewa menahan kembali tangan Alona.     

"Kalau begitu cepat jelaskan, ayo... Apa yang akan kau jelaskan?"     

"Aku..." Dewa menghentikan ucapannya, apa yang akan dia jelaskan pada Alona dia sungguh bingung. Dia tidak ingin mengatakan semua yang telah dia lakukan di belakang Alona selama dia di LN.     

"Apa kau selingkuh di belakangku, Dewa?" tanya Alona kembali bicara.     

Sontak saja Dewa terkejut, hingga mengerjapkan kedua matanya ketika berpandangan dengan Alona. Sehingga Alona menyeringai melihat ekspresi Dewa saat ini.     

"Itu tidak benar!" tegas Dewa.     

Namun, Alona kembali menepis tangan Dewa dan segera melangkah membiarkan Dewa di belakang.     

"Alona!" panggil Dewa, tapi Alona terus saja melangkah tanpa menoleh ke belakang.     

Dewa tak berani mengejar Alona kembali, bahkan dia tak bisa berkutik atau sekedar melangkah masuk ke dalam untuk mengejar langkah Alona.     

Maka segera Dewa pergi dari halaman rumah Alona. Dia pergi dengan kesal dan melaju dengan cepat, dia segera menuju ke apartemen Jihan.     

Sampai di depan pintu apartemen Jihan, Dewa menekan bel dengan berkali-kali agar pintu segera terbuka.     

Begitu pintu di buka Dewa segera menerobos masuk ke dalam, Jihan sedikit terkejut. Tapi dia sudah biasa akan sikap Dewa yang demikian.     

"Apa yang kau lakukan tadi, hah? Kau puas menerorku seperti tadi?" Dewa langsung mengomeli nya.     

Jihan menaikkan satu alisnya ke atas, menatap wajah Dewa yang tampak marah begitu besar.     

"Aku sudah memintamu jangan terus menelponku atau menerorku dengan konyol seperti tadi."     

"Aku rindu! Kau dengar itu, kau sudah menghilang kabar beberapa hari ini, kau bahkan tidak memberiku tau dimana aku bisa menemukanmu," jawab Jihan tanpa rasa bersalah sedikitpun.     

"Tsk, kau wanita..."     

"Murahan? Begitu? Itu yang akan kau katakan padaku? Kau lupa siapa yang murahan disini? Kau tau aku tunangan sahabatmu, tapi kau masih mau melakuka..."     

"Cukup, Jihan! Itu hanya kesalahan yang kuharap tidak akan pernah terjadi lagi. Aku hanya sedang mabuk, aku diluar kendali saat itu, aku..."     

"Aku tidak peduli! Kita sudah terlanjur terjebak dalam hubungan ini. Apa kau pikir aku bisa keluar begitu saja setelah kau membuatku jatuh cinta?"     

Dewa terkesiap mendengar ucapan Jihan yang mengatakan bahwa dia jatuh hati padanya. Bahkan hubungan mereka yang hanya sebatas kenal saja lantaran Jihan bertunangan dengan sahabat Dewa.     

Mereka bertemu di awal adany reuni yang di adakan oleh teman-teman SMA dewa saat itu. Pada saat pertama dia menjalani hubungan jarak jauh dengan Alona, yang kemudian terjadi sesuatu yang tak terduga sehingga mereka melakukan hal gila di atas ranjang asmara.     

Jihan sendiri, memang benar adalah sahabat dekat Alona dalam satu sekolah saat mereka duduk di bangku SMA. Namun sepertinya, Alona dan Jihan tidak saling mengetahui hubungan mereka saat ini.     

"Sudahlah, aku datang kemari untuk menghentikan hubungan konyol ini, Jihan. Aku ingin segera melamar kekasihku, hanya dia yang aku cintai."     

"Lalu bagaimana denganku? Apa kau pikir aku akan tahan? Andai kau memintaku memilih antara kau dan tunanganku, aku akan memilihmu."     

"Aku akan menolak, dan itu tidak akan pernah terjadi." Dewa menentangnya.     

Jihan mendekat ke arah Dewa yang saat ini sedang gelisah dan mengusap wajahnya dengan kasar. Dia hanya berpikir bagaimana setelah ini dia menghadapi Alona.     

"Katakan, jika kau memang benar ingin melepaskanku, mengakhiri semua ini? Kau yakin?" Jihan mengatakan hal itu seraya mengecup bibir Dewa.     

Dewa terdiam di tempat, dia tak bisa berkutik, padahal baru saja dia usai melakukan hal intim dengan Alona. Namun, entah kenapa saat bersama dengan Jihan dia merasakan sesuatu yang selalu mengguncang gairahnya.     

Dewa menarik Jihan dalam dekapannya. "Kau memang wanita luar biasa, Jihan. Setelah ini aku akan benar-benar di kejar rasa bersalah dan berdosaku pada kekasih dan sahabatku sendiri, kau berhasil membuatku terguncang."     

Lantas Dewa mengulum bibir Jihan, mereka saling melumat bibir masing-masing. Bahkan dengan berani Jihan mulai meraba bagian bawah Dewa yang kembali mengeras meski sudah ia gunakan untuk menghujam Alona tadi.     

"Aaargh, jangan memulainya, Jihan." Dewa mengerang kecil seraya menjambak rambut Jihan.     

"Aku ingin kau malam ini," bisik Jihan dengan nakal.     

"Bagaimana dengan tunanganmu? Bagaimana jika dia tiba-tiba datang kemari dan melihat kita..."     

"Sssttt... Itu tidak akan terjadi, sahabatmu itu hanya fokus dan memikirkan permainan game nya yang membuatku mual setiap saat."     

Dewa menatap wajah Jihan sejenak, lalu kemudian kembali melumat bibir Jihan hingga basah. Perlahan, Jihan melepas setiap kancing baju Dewa. Hingga akhirnya seluruh kancing baju Dewa terbuka dan Jihan terkesiap melihat bagian dada Dewa terdapat banyak tanda kissmark yang ditinggalkan oleh Alona tadi.     

"Kau memang brengsek!" ucap Jihan mengumpat Dewa.     

"Hem, kau sudah tau aku laki-laki brengsek dan memiliki seorang kekasih, lantas kenapa kau masih mau melakukan ini denganku?"     

"Karena aku suka, aku suka dengan semua yang ada padamu, dan semua yang akan kau lakukan padaku."     

"Cih..." Dewa mendesis.     

"Katakan, apa kau baru saja melakukannya dengan kekasihmu, atau dengan wanita lain sepertiku?" bisik Jihan seraya menjilati cuping telinga Dewa.     

"Kau..." Dewa mencengkram kedua bahu Jihan dengan sangat kuat.     

"Ah, kau... Apa kau menggodaku?" Jihan kian tersenyum nakal.     

Tak ingin menunggu lama dan membiarkan Jihan terus menggodanya, dia segera melakukan hal yang sama, seperti yang pernah dia lakukan dengan Jihan sebelumnya.     

Dewa menggendong tubuh mungil Jihan ke dalam kamar Jihan, lantas menidurkannya dia atas kasur. Jihan tampak pasrah namun raut wajahnya sengaja menantang Dewa untuk memberikan kenikmatan padanya.     

"Pengaman..." ujar Jihan sambil menunjuk ke arah laci di sisi ranjangnya.     

"Tsk, kau memang wanita sialan, Jihan. Apakah ini memang sudah kau rencanakan?" tanya Dewa dengan nada cetus seraya melucuti segala pakaiannya sendiri.     

Lalu kemudian dia membuka laci yang di tunjuk oleh Jihan tadi, dia meraih satu pengaman yang akan dia kenakan sebelum melakukannya dengan Jihan.     

Lantas dia mulai melakukannya dengan Jihan, dengan melanjutkan segala hentakan demi hentakan, dia tau jika Jihan tadi lagi memiliki sebuah kehormatan yang dia jaga selama ini.     

Meski begitu, Dewa tak ingin meninggalkan benihnya di dalam rahim wanita yang tidak dia harapkan akan menjadi pendampingnya nanti. Dia hanya merasa mulai candu melakukannya dengan Jihan tanpa rasa ragu. Meski dia tahu, siapa Jihan baginya dan sahabat karibnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.