The Lost Love

The Lost Love



The Lost Love

0Sepanjang jalan, Kenzo terus mentertawakan Ryo, sahabatnya. Dan hal itu tentu membuat Ryo kesal dan menggerutu yang kini tengah duduk di belakang Kenzo, sementara Kenzo mengendarai motor di depannya.     

"Apapun itu, kau tetap keren, Kawan!" ucap Kenzo kini memuji Ryo.     

"Aku tidak tau apakah harus bahagia mendengarnya, kau terus meledekku sejak tadi. Apa kau tau, bahwa aku melakukannya untuk membelamu tadi."     

"Hem, aku tau, Yo! Kau membelaku, maka itu aku katakan kau benar-benar keren tadi. Aku suka dengan sikapmu itu, walaupun... Kau benar-benar terpaksa melakukannya."     

"Aaakh, sudahlah, Ken! Jangan membahasnya lagi. Aku masih kesal, tapi juga malu. Entah apa yang Maya pikirkan saat ini, dia pasti akan terus mengolok-olokku."     

Kenzo tertawa kembali, "Itu tidak mungkin! Maya pasti sangat bangga padamu saat ini, Yo. Aku hanya kasihan padanya, aku akui. Dulu perasaanku padanya, lebih dari sekedar sahabat. Tapi kali ini aku benar-benar menganggapnya seorang sahabat, bahkan sudah seperti adikku."     

"Akupun berpikir hal yang sama denganmu, Ken! Aku tau, saat ini kau benar-benar menganggap Maya sahabatmu. Maka itu aku membelamu tadi," ujar Ryo kembali.     

Kenzo tersenyum menanggapinya, hingga kini sampai di rumah Ryo. Begitu Ryo turun dari atas motornya, Kenzo hendak kembali pergi menuju pulang ke rumahnya.     

"Ken, apakah tidak sebaiknya kau menginap saja?" tanya Ryo menawar.     

"Lain kali saja, Yo. Jangan malam ini, aku sedang ingin sendiri."     

"Ya ya ya, baiklah. Aku harap saat kau datang untuk menginap tidak dengan membawa seorang wanita lagi," ledek Ryo pada Kenzo.     

"Tsk, Sialan!" umpat Kenzo dengan dua mata melotot pada Ryo.     

"Hahaha... Lupakan, kau pulanglah! Hati-hati di jalan," ujar Ryo menghentikan candaannya segera. Dia tak ingin Kenzo mengingat kembali masa lalu kelam itu.     

Setelah itu, Kenzo pun melaju pergi usai berpamitan dan bercanda kembali pada Ryo.     

Sampai di rumah, Kenzo menghempaskan bokongnya dengan duduk di kursi teras. Dia meregangkan kedua kakinya seraya duduk selonjoran bersandar pada dinding tembok di belakangnya.     

"Hah, Maya... Maya, maafkan aku. Tapi apapun yang suamimu pikirkan saat ini tentangku semoga tidak menjadi pemicu pertengkaran diantara kalian."     

Sedang di rumah Maya, benar-benar terjadi sebuah pertengkaran kecil diantara Maya dan suaminya yang kembali terulang.     

"Sayang, Sayang... Aku belum selesai bicara, Sayang..." suami Maya mengikuti langkah Maya menuju dapur disertai dengan ocehannya.     

Maya mengambil segelas air putih lalu meneguknya sekali habis. Lantas meletakkan gelas di atas meja dengan sangat keras sehingga membuat sang suami terkejut.     

"Kenapa, kenapa selalu saja kau memulai pertengkaran setiap kali aku bertemu dengan dua sahabatku itu."     

"Haruskah aku kembali menjelaskan bahwa aku cemburu, aku tidak suka melihatmu terus menempel pada mereka. Mereka dua laki-laki, sedang kau perempuan. Apa jadinya nanti saat ibumu atau ayahku melihat sikapmu itu?"     

"Kyaaaa..." teriak Maya.     

"Sayang! Kau mulai lagi," bantah sang suami.     

"Bukankah sebelumnya aku sudah mengatakan, sejak dulu aku hanya bisa dan terbiasa bersahabat dengan laki-laki saja. Dan itu hanya berlaku pada Kenzo dan Ryo, apa kau lupa itu?" teriak Maya kembali mengingatkan untuk suaminya.     

Sang suami terdiam sejenak, menundukkan kepalanya dan mengingat apa yang pernah Maya katakan tetap sama. Sejak dulu dia memang hanya menyukai dan terbiasa akan persahabatan dengan laki-laki saja.     

"Sudahlah, ini masih hari bahagiamu. Jangan marah begitu, aku hanya mengatakan jujur untuk apa yang aku rasakan."     

"Tapi kau telah mempermalukanku di depan mereka, sahabat-sahabatku."     

"Ayo, kita naik ke atas. Kita tidur, ini sudah malam." sang suami mencoba menenangkan kemarahan Maya.     

Maya menepis saat tangan sang suami hendak menarik lengannya. "Kau bahkan tidak meminta maaf akan sikapmu itu," cetus Maya seraya berjalan lebih dulu menaiki anak tangga.     

~     

Pagi pun tiba, Maya bangun lebih dulu dan mencoba mencari tau tentang wanita yang bernama Aini, wanita yang dicintai oleh Kenzo saat ini.     

Maya mencoba mencari tau tentang Aini melalui segala akun media sosialnya. Dan benar saja, jaman sekarang semua selalu mudah bila mencari melakui akun media sosial.     

Jam sudah menunjukkan pukul 10 pagi, dia bersiap-siap hendak pergi setelah sang suami pergi bekerja di kantornya. Maya sengaja menitipkan putranya di rumah orang tuanya, dengan alasan dia akan melakukan sesuatu hal yang rumit.     

Setelah sampai di depan salon tempat Aini bekerja, Maya segera membuka pintu itu dan melangkah masuk ke dalam ruangan.     

Dan benar saja, dia melihat Aini yang kini sedang membereskan ruangan dan menyiapkan segala peralatan salon di atas meja masing-masing.     

Melihat ada yang masuk ke dalam ruangan, Aini berpikir seorang pelanggan datang begitu awal hari ini.     

"Halo, selamat pagi. Ada yang bisa di..." ucapan ramah Aini terhenti saat melihat sosok Maya berdiri di depannya.     

Aini mengingat betul dimana dia pernah bertemu dengan Maya, lantas dia mulai gusar saat mengingat sosok Maya yang kini berdiri di depannya.     

"K-kau..."     

"Hai, selamat pagi. Jadi, kau bekerja di salon ini? Hem... Kebetulan sekali, aku sedang ingin keramas." Maya menyapanya dengan ramah seolah tidak pernah terjadi sesuatu diantara keduanya.     

Aini masih terpaku di depan Maya, sedang Maya mengulas senyuman ramah dan hendak duduk di sebuah kursi dimana dia akan di layani nantinya.     

"Katakan saja tujuanmu datang mencariku ke tempat ini, aku yakin kau datang bukan untuk merawat diri," cetus Aini.     

Maya mengurungkan niatnya saat hendak duduk di sebuah kursi, lantas dia menoleh ke belakang dan menatap wajah Aini.     

Aini pun membalas tatapan itu dengan mengangkat kedua alisnya ke atas.     

"Woah, sepertinya kau bukan hanya keras hati. Tapi juga keras kepala, hahaha..." ujar Maya tertawa.     

Aini mengerutkan keningnya, dia tampak kebingungan.     

"Aini, kau mungkin terkejut atau mungkin kau juga marah melihatku tiba-tiba datang kemari menemuimu. Tapi percayalah, aku datang bukan untuk membuat keributan lagi denganmu."     

"Lalu?" tanya Aini segera.     

"Kenzo. Apa kau benar-benar tidak bisa memberikannya kesempatan untuk menerima cintanya?"     

"Aku..."     

"Tunggu, biarkan aku selesaikan bicaraku!" ujar Maya menyela.     

Seketika Aini tercengang lantaran Maya menyela ucapannya.     

"Aku dan Kenzo bersahabat sejak kecil. Aku selalu memperhatikan dengan siapa dia menjalani hubungan percintaan, hubungan kami semakin dekat saat ayah Kenzo sudah tiada untuk selama-lamanya."     

Aini tampak terkejut mendengar bicara Maya yang menceritakan tentang Kenzo.     

Maya mengeringai, "Kau terkejut, bukan? Oleh sebab itu, aku tidak ingin ada seseorang yang selalu menyakitinya. Tapi kali ini, aku datang untuk memohon padamu. Aku akan menepis egoku, demi sahabatku Kenzo. Dia benar-benar mencintaimu, Aini. Dia hanya mencintaimu dan memikirkanmu saja, sebelumnya aku sudah pernah melihatnya terluka begitu dalam lantaran seorang wanita yang dia cintai mengkhianati penantiannya yang selama bertahun-tahun lamanya."     

Aini menundukkan kepalanya mendengar bicara Maya kembali panjang lebar. Meski dia sudah mengetahui masa lalu Kenzo, namun tetap saja. Dia tidak tahu harus bagaimana memulainya.     

"Jadi, aku harap kau tidak akan mengecewakannya. Kenzo adalah laki-laki yang baik dan tulus, Aini. Kau pastikan kau sungguh akan menyesal, jika mengabaikan perasaannya."     

"May, terima kasih. Sudah mau datang kemari demi sahabatmu, Kenzo. Aku salut, dan tampaknya aku mulai iri dengan persahabatan kalian. Tapi, May..."     

"Please, aku tidak ingin mendengar kata tapi. Aku datang bukan untuk mendengar kata penolakan darimu, Aini."     

Aini kembali diam, hanya itu yang bisa dia lakukan setelah Maya terus saja menyela ucapannya dan seolah tidak membiarkan dirinya berbicara banyak untuk memberikan alasan kuat.     

"Baiklah, aku harus segera pulang. Aku tidak ingin merusak mood mu saat memulai pekerjaan, aku harap kau akan mengerti dan mau menuruti permintaanku meski kau masih kesal padaku." Maya kemudian berpamitan untuk segera pergi dari salon itu.     

Aini tidak dapat lagi melanjutkan bicaranya atau bahkan sekedar menghentikan langkah Maya yang sudah berlalu keluar dari ruangan meninggalkannya berdiri seorang diri.     

Sedang Kenzo, yang kini sedang sibuk berkutat dengan pekerjaannya, mendapatkan sebuah pesan pribadi dari Alona.     

"Ken, besok aku akan kembali ke Indonesia."     

Kenzo terkejut sambil memijit-mijit keningnya, dan Pandu melihatnya seolah sedang memikirkan hal yang begitu berat.     

"Ehhem!" Pandu sengaja berdehem sehingga mengejutkannya.     

"Hahaha... Kau terkejut?" ujar Pandu meledek Kenzo.     

"Apakah lucu?" cetus Kenzo.     

"Kau terlihat sedang stres. Hehehe..." Pandu kembali meledeknya.     

"Hem, bahkan aku merasa ingin gila saat ini."     

"Ada yang bisa aku bantu untukmu, Ken?" tanya Pandu sambil duduk di sisi meja Kenzo.     

Kenzo menatapnya sejenak tanpa bicara.     

"Ayolah, katakan saja jika kau ingin bantuan dariku. Aku akan membantumu, sungguh!" bujuk Pandu.     

Kenzo pun membuang napas panjang, "Pandu. Bagaimana tanggapnmu saat mantan kekasihmu mengajakmu bertemu," tanya Kenzo dengan ragu-ragu.     

"Mmh... Aku akan menolaknya!" jawab Pandu setelah berpikir sejenak.     

"O-oh... Menolak? Emmh..."     

"Tsk, itu karena aku sudah memiliki seorang istri saat ini. Tentu saja kau juga harus melakukan hal yang sama nanti saat kau sudah menikah."     

"Kau membuatku semakin berpikir keras, jadi aku harus menolak atau menerimanya?" tanya Kenzo kembali.     

"Hahaha... Baiklah, aku hanya akan memberikan jawaban yang sebenarnya mudah kau pahami, Ken!"     

"Akh, sudahlah!" Kenzo memalingkan wajahnya dari hadapan Pandu.     

"Jika tidak ada hati yang kau jaga, bukanlah hal yang salah jika kau ingin menemuinya. Bertemu dengan mantan kekasih kembali bukan berarti kit akan mengulang perasaan yang sama, bukan?"     

Kenzo kembali menatap wajah Pandu.     

"Tapi... Jika saat ini kau sedang menjaga hati seseorang, sebaiknya jangan lakukan! Itu hanya akan membuatmu terjebak dalam dua hati nantinya. Hahaha..." Pandu kembali memberikan jawaban yang disertai dengan tawa lebar.     

Kenzo tertegun, dia tidak bisa memberikan pertanyaan atau jawaban kembali. Dia semakin dibuat gelisah apa yang harus dia lakukan ketika Alona sudah kembali di Indonesia nanti.     

Sedang hubungannya dengan Alona belakangan ini sudah kembali membaik, tapi entah kenapa dia masih merasa bergetar mendengar Alona akan kembali ke Indonesia.     

Seolah kembali terkenang, masa lalu dimana dulu ia begitu sangat bahagia dan menantikan kedatangan Alona kembali ke Indonesia, setelah beberapa tahun menjalin hubungan jarak jauh.     

Tapi di sisi lain, meski hubungannya dengan Aini belum mendapatkan sebuah kepastian, dia merasa akan ternilai mengkhianatinya apabila dia menemui Alona, wanita di masa lalunya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.