The Lost Love

The Lost Love



The Lost Love

0Terlepas dari masalah yang Kenzo hadapi bersama Aini, di sisi lain, seiring waktu berjalan hubungan Kenzo dan Maya juga tidak membaik. Maya masih begitu marah meski Kenzo sudah berusaha menghubunginya dan meminta maaf atas sikapnya saat itu dengan tiba-tiba.     

Namun sampai saat ini Maya masih mengabaikan pesan dan telepon yang di lakukan oleh Kenzo. Ingin rasanya Kenzo menemuinya dan menghampirinya di rumah. Akan tetapi, dia khawatir MAya akan semakin meluapkan amarahnya sehingga membuat suasana semakin kacau dan rumit nantinya.     

Namun di samping itu, hubungannya dengan Ayu yang terus saja berkomunikasi dengan baik membuatnya sedikit terhibur dan melepas perasaannya yang selalu gundah setiap kali mengingat semua kejadian yang dia alami bersama Aini dan Maya yang tak kunjung reda.     

Di tengah lamunannya di sebuah ruangan dimana selalu menjadi tempatnya beristirahat sejenak di dalam kedai, ponselnya bergetar sebuah nada dering pesan singkat. Sontak Kenzo meraih ponselnya dengan cepat yang dia pikir itu adalah pesan yang dikirim oleh Aini ataupun MAya.     

Namun, dia justru mendapatkan pesan dari seseorang yang tak di duganya dan itu sedikit membuat hatinya senang.     

"Ken… Apa yang kau lakukan?" sebuah pesan yang mendarat di layar ponselnya.     

"Alona…" lirih Kenzo setelah membaca sebuah pesan singkat dari sebuah nomor baru yang mudah sekali Kenzo tebak bahwa itu adalah pesan yang di kirim oleh Alona.     

"Aku sedang berpikir." Kenzo membalas pesan itu dengan menggodanya.     

"Berpikir? Hem… Aku lupa bahwa kau sudah semakin tua, maka itu kau selalu berpikir."     

"Tapi bagaimana jika aku memikirkan wanita yang membaca pesan ini?" Kenzo kembali membalas pesan dengan secara langsung menebaknya.     

Sontak saja Alona terkejut dengan menutup ponselnya dan menggenggamnya dengan erat. "Bagaimana kau bisa tau bahwa ini adalah aku?" ujar Alona bertanya-tanya pada dirinya sendiri.     

Kenzo pun tersenyum puas setelah tidak lagi mendapat balasan pesan dari Alona. Maka dengan sengaja Kenzo melakukan panggilan telepon pada nomor baru yang sejak tadi mengiriminya pesan singkat. Di negara yang berbeda, Alona terkejut saat Kenzo justru menelponnya.     

Alona kebingungan sementara dia masih sedang berada di jam istirahat di hotel tempatnya bekerja.     

"Kenapa kau tidak bicara?" tanya Kenzo setelah Alona menerima panggilan teleponnya namun dengan sengaja tidak bersuara lebih dulu.     

"Hem, baiklah! Apakah aku salah menebak siapa kau?"     

Alona masih diam, dia gusar dan kikuk untuk mengeluarka suaranya.     

"Ken, tolong antarkan pesanan ini. Kakak ke toilet sebentar," ujar sang kakak tiba-tiba muncul dan berbicara sehingga terdengar oleh Alona dan membuatnya tersentak.     

"Kak Ervan…" lirih Alona.     

"Hem, baiklah. Aku akan menutup teleponnya, aku harus mengantar pesanan pelanggan."     

"Ken, emh… Semangat untuk malam ini, jangan terlalu lelah. Maaf aku telah mengganggumu," ujar Alona sebelum Kenzo hendak mematikan panggilan teleponnya.     

Kenzo pun akhirnya tersenyum mendengar Alona yang akhirnya bersuara dan keyakinannya tidak meleset kali ini. Dia memang akan selalu mengenal Alona bahkan hanya dari ketikan pesan singkat saja.     

"Hem, aku akan semangat dan semakin semangat setelah mendengar suaramu, Alona."     

"Cih, kau… Dasar tukang penggombal."     

Klik!     

Alona mematikan panggilan teleponnya.     

Kenzo tertawa kecil, "Alona… Kau tetap saja menggemaskan!" ujar Kenzo sambil beranjak bangun dan siap melayani semua pelanggan di kedai malam ini.     

~     

Satu minggu telah berlalu, hubungannya dengan MAya masih saja belum membaik. Kenzo sedang berusaha mencari cara dan waktu bagaimana dia bisa bertemu dengan Maya sehingga dia bisa memperbaiki hubungannya dengan Maya yang selama ini selalu baik-baik saja dan kembali bersahabat seperti biasanya.     

Beberapa kali Kenzo pergi ke tempat-tempat dimana dia akan bertemu dengan MAya, berbagai tempat dimana biasa MAya datangi di kala senggang dan waktu weekend datang. Namun, tetap saja. MAya tidak terlihat dan sulit dia temui, entah kenapa keadaan jadi semakin terasa rumit dan berat saat ini.     

Dia bisa saja meminta bantuan Ryo. Akan tetapi, Ryo sudah kembali ke luar kota dimana tempatnya menempuh pendidikan. Sedang pada Aini, dia mulai bimbang. Namun bukan berarti dia akan menyerah, dia hendak menghampiri Aini di tempat Aini bekerja saat ini.     

Setelah sampai di depan salon, Kenzo enggan segera melangkah masuk seperti biasa ke dalam ruangan salon seperti biasanya untuk menermui Aini. Ada rasa takut, ada rasa cemas pula mengingat akan sikap Aini yang berubah menjadi keras hati padanya. Sesaat kemudian pintu salon terbuka dan Kenzo terkejut saat melihat seorang wanita yang ternyata adalah pemilik salon itu, dia pun terkejut melihat Kenzo berdiri di depan salon.     

"Hai, kau Kenzo bukan?" sapa wanita itu.     

"Hai, hem. Iya, aku Kenzo. Apakah Aini ada di dalam?" tanya Kenzo segera tanpa basa-basi.     

"Aaaa…" wanita itu terdiam sejenak dan melihat ke arah salon. "Kau ingi menemuinya?" tanya wanita itu kembali.     

Kenzo mengangguk.     

"Mmh… Apa kau tau? Aini sudah aku anggap seperti adik sendiri, jadi apapun yang Aini alami dan rasakan pasti akan selalu berbagi denganku, termasuk apa yang sudah terjadi diantara kalian."     

Kenzo menaikkan kedua alisnya mendengar perkataan wanita itu tiba-tiba.     

"Aku dan Aini bisa di bilang seperti pinang di belah dua, tapi tak serupa. Hehehe…" ujar wanita itu kembali dengan sikap yang ramah.     

Kenzo tersenyum dengan wajah masam.     

"Sebaiknya jangan dulu menemuinya, sepertinya dia masih sangat kalut."     

"Tapi apa yang dia lihat saat itu salah paham, aku sedang menemani sahabatku dan aku…"     

"Hem, ya ya ya. Aku tau, aku bisa memahamimu. Tapi jangan lupakan satu hal, Ken! Wanita yang saat ini kau sukai, tengah memiliki masa lalu yang begitu kelam dan membuatnya benar-benar takut untuk kembali menjalani sebuah hubungan."     

Kenzo menghela napas dan memalingkan wajahnya, dia benar-benar merasa ini tidak adil baginya. Secara bersamaan pula ponselnya berdering, sebuah panggilan dari Alona mendarat di layar ponselnya. Kenzo tampak gelisah dan melihat ragu-ragu ke arah wanita yang saat ini berdiri di depannya.     

"Angkat saja, sepertinya itu penting!" titah wanita itu pada Kenzo.     

Dengan terpaksa Kenzo mengabaikan panggilan telepon dari Alona yang sebenarnya Alona begitu sangat membutuhkannya untuk mendengarkan keluh kesahnya. Dia mulai ketergantungan akan adanya Kenzo yang kembali berkomunikasi dengannya saat ini.     

"Tidak penting! Aku, aku ingin bertemu dengan Aini."     

Wanita itu menyembikkan bibirnya dan mengangkat kedua bahunya ke atas seraya kemudian menahan Kenzo yang hendak melangkah melewatinya untuk menemui Aini.     

"Hei, Teman! Apa kau tidak bisa mendengar apa yang aku katakan sejak tadi? jangan menemui Aini atau kau akan…"     

"Akan apa? Aini akan kembali mengataiku? Aini akan kembali meluapkan amarahnya padaku? Aku sudah siap dan aku mulai terbiasa dengan sikapnya yang keras hati seperti itu."     

"Woah, kau ini sungguh tidak mengerti. Saat ini Aini sedang melayani pelanggan VIP kami di salon ini, aku tidak mau hanya karena kedatanganmu lantas membuat Aini kesal dan akhirnya dia tidak bekerja dengan maksimal, kumohon mengertilah…"     

Kenzo menahan napasnya sejenak, lantas menatap wajah wanita itu dengan raut wajah pasrah. "Lalu sampai kapan?" tanya Kenzo memelas.     

"Aku akan membantumu agar Aini mau menemuimu lagi, aku tau kau laki-laki yang benar-benar baik dan sudah tentu kau benar-benar akan emencintai Aini sepenuh hati. Tapi, beri dia sedikit waktu."     

"Baiklah, tapi bisakah aku meminta tolong padamu?" kata Kenzo kemudian seraya mengambil buket bunga di atas motornya.     

"Aku akan memberikannya nanti," ujar wanita itu tanpa mendengar dahulu apa yang dia inginkan.     

Kenzo mengangguk seraya kemudian dia menaiki motornya dan beranjak pergi dari hadapan wanita itu.     

Sementara di sisi lain, Alona mendecak sebal tepat saat dia sedang menikmati makan malam bersama Ayu dan nongkrong di sebuah kafe shop. Ayu sudah mengerti, mengapa sahabatnya itu bersikap demikian yang sudah tentu karena Kenzo. Ayu lantas tertawa terkekeh-kekeh di sela kekesalan Alona.     

"Apakah Kenzo mengabaikan panggilan teleponmu barusan?" tanya Ayu menggoda Alona.     

Alona hanya melirik tajam ke arah Ayu, lalu kemudian Ayu mencoba untuk menelpon Kenzo. Namun, tidak juga mendapatkan respon dari Kenzo yang sedang di dalam perjalanan kali ini.     

"Kau bahkan juga tidak bisa menghubunginya bukan?" ujar Alona kian kesal.     

"Alona, jawab pertanyaanku dengan jujur!" ucap Ayu menatap tajam wajah Alona.     

"A-apa?" tanya Alona dengan gugup seraya memalingkan wajahnya dari tatapan Ayu.     

"Bagaimana perasaanmu pada Kenzo saat ini? bukankah kau juga masih berhubungan dengan Dewa? Rasanya sudah lama tidak mendengar nama Dewa keluar dari bibir manismu itu," kata Ayu menggoda Alona.     

"Jangan menggodaku!" bantah Alona seraya memalingkan wajahnya kembali.     

"Alona, kau sugguh pandai dalam menyembunyikan perasaanmu saat ini. apakah kau tidak lelah? Lalu bagaimana jika Dewa tau kau kembali berhubungan dengan Kenzo. Apakah kau tidak takut semua semakin rumit dan membuatmu kembali terjebak dalam masalah yang sama?"     

"Ayu, apa yang kau katakan? Aku dan Kenzo hanya sekedar berkomunikasi layaknya teman saja, bahkan kami seperti dua orang yang baru saja saling mengenal."     

"Oh ya?" tanya Ayu semakin meledeknya.     

"Ayu…" ujar Alona lantas mencubit lengan Ayu.     

"Aw…" pekik Ayu kemudian.     

"Hahaha, lihat! Kau bahkan terlihat sakah tingkah."     

"Apaan sih, siapa yang salah tingkah? Aku hanya tidak suka kau terus menggodaku begitu," bantah Alona sembari memalingkan wajahnya dari tatapan Ayu.     

"Hahaha… Lihat, kau benar-benar salah tingkah dan wajahmu memerah."     

"Ayu, berhenti menggodaku." Alona tersenyum tampak tersipu malu.     

Ayu pun tertawa lepas dan saling menggelitik dengan Alona. "Hemm… Aku sangat senang melihatmu kembali tertawa dengan wajah begitu ceria. Jangan bersedih lagi," ujar Ayu seraya menggenggam tangan Alona.     

"Ayu, aku tau bagaimana perasaanku pada Kenzo saat ini. mungkin memang aku masih belum bisa melupakannya dari lubuk hatiku yang terdalam. Tapi aku mencoba perlahan melupakannya dengan cara mencoba berdamai dengannya, seperti katamu."     

"Tapi, Alona…"     

"Aku tau, aku tau, Ayu. Aku akan menghadapi semuanya, apapun itu."     

"Tapi Dewa?" tanya Ayu dengan cemas.     

"Kali ini aku akan mencoba berhati-hati, aku akan pastikan semua berjalan dengan normal seperti biasanya, tanpa Dewa tau tentang adanya Kenzo kembali di hati ini."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.