The Lost Love

The Lost Love



The Lost Love

0"Maaf, Bu. Aku hanya bertanya barusan," jawab ibu Kenzo.     

"Kau bukan bertanya, tapi kau menuduh putramu tanpa mencoba memperbaiki hubungan kalian yang sampai saat ini masih belum membaik!" cetus sang nenek membalas seraya beranjak pergi dari hadapannya.     

Setelah kembali menemui Kenzo di teras, sang nenek menyodorkan minuman teh hangat ke depan Kenzo.     

"Terima kasih Nek!" ucap Kenzo sambil menyesap sisi gelas yang terisi teh hangat tersebut.     

"Nenek harap kamu tidak akan merasa terintimidasi dengan ocehan para tetangga itu, nenek tau kau sedang berusaha dan kau juga selalu sibuk bekerja untuk keluarga ini. Nenek harap kamu akan menjadi sosok kuat dan tegar seperti mendiang ayahmu, Ken!"     

Kenzo menatap sendu wajah sang nenek, lantas mengangguk pelan. Setelah itu sang nenek beranjak pergi meninggalkannya sendiri duduk di teras rumah. Dia merogoh ponselnya kemudian untuk memastikan pesan yang dia kirimkan untuk Aini sudah mendapat balasan, namun ternyata masih tidak.     

Kenzo membuang napas panjang, mengusap-usap layar ponselnya. Dia tak ingin menyadari bahwa Aini sudah benar-benar berubah, namun kenyataan berbicara demikian. Bahkan sebelum dia membuktikan ucapannya pada Aini bahwa dia akan benar-benar mencintainya dan tidak akan pernah mengecewakannya dalam sebuah perasaan.     

Kenzo sudah benar-benar jatuh hati pada Aini, meski dia masih tak ingin mengakuinya benar-benar. Namun dia sedang berusaha untuk meyakinkan Aini terhadap dirinya pula saat ini. Lantas kedua mata Kenzo tertuju pada sebuah angka kalender di layar ponselnya, menunjukkan tanggal yang tak lagi asing baginya yang selalu dia ingat dari waktu ke waktu dari tahun ke tahun.     

"Alona…" ujarnya yang tiba-tiba teringat akan masa lalunya.     

"Harusnya hari ini menjadi hari yang selalu membuat kita bahagia dengan banyak harapan, happy anniversary, Alona. meski kita sudah tidak lagi bersama, kuharap pun akan selalu dalam lindungan-Nya."     

Secara bersamaan, Alona pun sedang duduk di kursi kerjanya. Dia sedang bersantai karena sedang tidak melayani tamu, dan dia melirik ke arah kalender yang menghiasi meja kerjanya tepat di sisi sebuah komputer. Alona terbelalak, dia melihat sebuah angka yang tertera tepat pada hari ini.     

Dan secara tiba-tiba pula dia teringat akan masa lalu dan kenangan masa-masa indah yang selalu terjadi di tanggal yang sama. Alona mengusap tanggal yang tertera di kelender itu, seraya menahan gejolak yang menyesakkan di dadanya.     

"Ken, apa kabar denganmu? Happy anniversarry, meski hubungan kita sudah berakhir, kita aku harap kau selalu bahagia meski tanpaku, Ken!" ujar Alona disertai dengan helaan napas panjang.     

Setelah itu, dia melirik jam sudah menunjukkan jam pulang. Dia pun bergegas beranjak bangun, dia langsung saja menuju sebuah ruangan yang terdapat sebuah loker dimana selalu menjadi tempatnya menyimpan segala sesuatu. Dia pun hendak beranjak pulang menuju apartemennya, tapi semenjak Ayu terpisah dengannya Alona jadi malas untuk pulang cepat menuju apartemen.     

Dan secara kebetulan Alona bertemu dengan Ayu yang kini sedang asyik berjalan dengan satu cup minuman di tangannya sedang di seperti sedang berbicara dengan seseorang di ponselnya. Alona mempercepat langkahnya untuk mengejar Ayu yang saat ini sedang berjalan di depannya.     

"Ayu…" panggil Alona.     

Sontak Ayu terhenti dan menoleh ke belakang, dia melihat Alona kemudian menghampirinya.     

"A-lo-na," ujar Ayu dengan terbata-bata.     

Alona mengernyit sedang Ayu masih menempelkan ponselnya di telinga, yang secara kebetulan dia sedang menerima telepon dari Kenzo di Indonesia. hubungan mereka jadi akrab setelah pertemuan mereka saat itu, dan hari ini Alona melihat Ayu dengan heran akan sikapnya yang mendadak kikuk.     

"Hei, ada apa denganmu, Ayu?" tanya Alona kembali.     

Sementara itu, di kejauhan sana, Kenzo ikut menegang dan hatinya bergetar mendengar suara Alona yang sudah lama tidak dia dengar. Sejak melangkah masuk ke kamar, Kenzo menelpon Ayu untuk mencurahkan apa yang dia rasakan di hari jadinya ketika bersama Alona di masa lalu.     

"Hayo… Jadi, kau diam-diam sudah memiliki seorang kekasih saat ini?" goda Alona pada Ayu.     

"Katakan saja iya, Ayu. Please…" Kenzo berbicara di telepon pada Ayu.     

Ayu kikuk dan seraya memberikan pada Alona ponsel yang sejak tadi menempel di telinganya. "Bicaralah!" kata Ayu pada Alona.     

"Halo, Ayu! Apa yang kau lakukan?" Kenzo mengomel tanpa di dengar oleh Ayu kembali.     

"Eng? Aku? Kenapa aku?" tanya Alona kebingungan.     

Ayu tak menjawab dan tetap mendesak Alona untuk menerima ponsel Ayu dan berbicara dengan lawan bicaranya di ponsel itu.     

"Akh, ya baiklah. Aku akan bicara pada pacar barumu, dasar!" Alona pun meraih ponsel Ayu dan langsung saja menempelkannya pada telinganya tanpa melihat siapa nama lawan bicaranya itu.     

"Halo, kekasih Ayu." Alona langsung saja menyapa dengan suara riang gembira.     

Kenzo masih terdiam dan kebingungan tak menentu setelah mendengar suara Alona kembali di telinganya dengan jelas, setelah beberapa tahun berlalu.     

"Halo…" ucap Alona kembali menyapa.     

"Alona, ini aku!" ujar Kenzo dengan cepat setelah sejak tadi dia gusar dan enggan untuk menjawab sapaan Alona.     

Alona terbelalak menatap wajah Ayu, bahkan dia menatap wajah Ayu dengan sangat tajam. Ayu mengangguk pelan agar Alona terus berbicara dengan Kenzo.     

"Alona, kau mendengarku?" ujar Kenzo kembali.     

"Kau dan Ayu…"     

"Tolong, jangan salah paham. Aku dan Ayu masih berteman baik dan belakangan ini kami bertemu tanpa sengaja di Indonesia, dan dia bilang kau dan Ayu sudah tidak lagi bersama dalam satu apartemen."     

"Hem, yah! Itu benar," jawab Alona yang kemudian menarik napasnya dalam-dalam.     

"Bagaimana kabarmu?"     

"Aku, aku baik-baik saja. Dan kau…" Alona menjawab semua sapaan Kenzo dengan terbata-bata dan canggung.     

Melihat hal itu, Ayu terkekeh-kekeh kemudian meledek sahabatnya itu, Alona. Tentu saja Alona meliriknya tajam seolah memberikan sebuah ancaman untuk membalasnya, dan Ayu tampak mulai ceria kembali dan terus menyimak obrolan mereka berdua.     

"Aku… Aku baik-baik saja, ya! aku baik-baik saja, Alona."     

"Hem, syukurlah…" jawab Alona lirih.     

"Emh, baiklah. Aku akan menutup teleponnya, sepertinya kau dan Ayu akan pergi bersama."     

"Yah, baiklah. Ehm, tunggu!" ujar Alona menghentikan Kenzo yang hendak mematikan panggilan teleponnya.     

"Ada apa, Alona?" Kenzo bertanya dengan terbata-bata.     

"Emh…" Alona berhenti sejenak sambil melirik ke arah Ayu yang kini menatapnya dengan menaikkan satu alisnya ke atas.     

"Bagaimana kabar nenek? Kak Ervan dan istrinya, juga ibu?" tanya Alona meneruskan ucapannya yang terhenti tadi.     

Mendengar pertanyaan itu Kenzo sangat bahagia, hingga rasanya dia ingin terbang jauh tinggi ke langit ke tujuh. "Mereka baik, Alona. Nenek juga sering bertanya tentangmu, yah… tentangmu," jawab Kenzo yang kemudian dengan bersuara lirih.     

Alona menundukkan kepalanya seraya menarik napasnya kembali. "Sampaikan salamku pada mereka, Ken! Maafkan aku," ucapnya dengan wajah sedih.     

Ayu mengerti apa yang mungkin saat ini Alona rasakan. Dia mengusap bahu Alona untuk membuatnya tidak terlalu berlarut dalam perasaan.     

"Apa kau ingat tanggal berapa ini, Alona?" tanya Kenzo tiba-tiba menghentakkan Alona.     

"Aku…"     

Kenzo tersenyum, dari suara Alona saja dia bisa memahami jawaban apa yang akan Alona sampaikan meski tidak di sampaikan segera secara langsung.     

"Tak apa, Alona. Kau tidak perlu menjawabnya, aku memahaminya. Ya sudah, sebaiknya lanjutkan saja waktu kalian. Aku tidak akan mengganggu, jaga kesehatanmu, Alona!"     

Alona menahan napasnya mendengar Kenzo masih memperhatikannya, "Hem. kau juga, terima kasih." Alona pun menutup lebih dulu panggilan telepon itu dan memberikan ponsel Ayu kembali.     

"Alona, kuharap kau tidak marah dan tidak membenciku karena hal ini. Aku dan Kenzo bert…"     

"Aku tau, Ayu. Aku percaya, aku tidak marah." Alona menyela jawaban penjelasan Ayu yang hendak di sampaikan padanya, kini Alona menatap wajah Ayu dengan kedua mata sendu dan berkaca-kaca.     

"Aaaakh… Please, maafkan aku, Alona. maafkan aku, kumohon jangan menatapku begitu, kau membuatku takut." Ayu seketika memeluk tubuh Alona yang masih berbalut seragam kerjanya.     

"Ayu, aku tidak marah. Sungguh, aku tidak marah. Aku hanya… Aku…" Alona tidak mampu melanjutkan bicaranya lagi dan ternggelam dalam tangisannya memeluk erat tubuh Ayu.     

"Alona… Aduh, aku sungguh merasa bersalah. Aku tidak tau keadaan ini akan terjadi, aku merasa telah berbuat satu kesalahan sehingga membuatmu menangis kembali. Kau pasti teringat kembali akan masa lalu kalian dulu, 'kan?" ujar Ayu dengan terus mengusap lembut punggung Alona dengan lembut untuk menenangkannya.     

Alona pun semakin menangis dan meregangkan pelukannya dari tubuh Ayu serta mengusap air matanya. Dia melihat Ayu yang sedang menatapnya dengan raut wajah penuh rasa bersalah.     

Alona pun tersenyum paksa menatap wajah Ayu. "Ayu, aku tidak tau apakah aku harus bahagia akan hal ini atau tidak. Aku juga tidak tau apa yang sedang Tuan rencanakan untukku, kau tau Ayu? Hari ini, di tanggal ini, adalah waktu yang tidak pernah bisa kami lupakan begitu saja. Hari ini adalah tangga hari anniversary hubunganku dengan Kenzo," terang Alona dengan terengah-engah menahan tangisannya.     

"Oh my God, jadi kau juga mengingatnya Alona? apa kau tau, Kenzo menelponku karena dia mengingat ini adalah hari anniversary kalian. Oh Tuhan, aku tidak percaya ini. kalian seperti masih saling terikat dalam batin, lihat! Aku sampai bergidik, mungkinkah kalian berjodoh nanti?"     

Alona terkesiap menatap Ayu yang berbicara sekenanya dengan begitu semangat.     

"Ayu, itu tidak akan pernah terjadi."     

Ayu terdiam, itu memang tidak akan pernah terjadi karena ayah Alona begitu menentang hubungan mereka. Ayu bergumam lirih di dalam hatinya, lalu dia membuang napas panjang ikut sedih akan apa yang Alona hadapi dalam perasaannya saat ini.     

"Alona, maafkan aku. Aku lagi-lagi asal bicara dan membuatmu sedih, kau pasti mengingat kembali masa sulit itu."     

Alona menggelengkan kepalanya dan tersenyum pada Ayu. "Aku justru berterima kasih padamu saat ini, Ayu."     

"Hem? makasih?" tanya Ayu mendelikkan kedua alisnya.     

"Ya, berkat dirimu aku bisa mendengar suara Kenzo dan doaku untuknya tersalurkan, meski sudah bertahun-tahun berlalu, tapi tahun ini kami bisa saling mengingat satu sama lain secara langsung di hari anniversarry hubungan kami yang sudah berlalu."     

Sontak wajah Ayu berubah sedih mendengar ucapan Alona. "Apakah kini aku menjadi jalan untuk kalian bisa kembali berhubungan? Hikst…"     

Alona tertawa kemudian melihat Ayu bertingkah konyol demikian.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.