The Lost Love

Cemburu itu wajar



Cemburu itu wajar

0"Apa kau masih merasa cemburu pada Maya? Aku sudah menjelaskan berkali-kali padamu, Alona. Aku dan Maya hanya sahabat, lagi pula Maya sudah berubah. Kami sudah memutuskan untuk bersahabat baik dan melupakan semua perasaan kita dulu. Dulu, Alona... Dulu..." bantah Kenzo dengan lantang pada Alona.     

"Kau... Kau membentakku lagi? Karena Maya? Untuk Maya?" Alona terkejut seraya meneteskan air mata.     

Kenzo tampak gusar memijit-mijit keningnya dan memalingkan wajahnya.     

"Alona, maafkan aku. Aku tidak bermaksud berkata demikian," ujar Kenzo merendahkan suaranya.     

Alona terisak dalam tangisannya, sehingga membuat Kenzo tidak bisa menahan rasa kasihnya dan turut sedih melihat Alona demikian.     

"Sayang, maafkan aku..." Kenzo segera memeluk tubuh Alona, dia mendekap erat tubuh Alona.     

"Hah, maafkan aku..." ucap Kenzo mengulang kembali ucapanya seraya mengecup kening Alona.     

"Kau jahat, Ken. Aku tau, kau jatuh hati pada Maya. Kau tertarik padanya kembali, kau tidak akan pernah melupakannya terlebih saat ini, setelah dia merubah dirinya."     

"Sssttt... Please, jangan berkata seperti itu. Aku tidak pernah berpikir seperti itu, sekalipun tidak." Kenzo membantah pelan ucapan dan tuduhan Alona padanya.     

"Apa kau tau bagaimana aku mencoba merubah diri ini hanya demi untuk menarik hatimu, dan membuatmu juga memujiku, sama halnya kau memuji Maya."     

Kenzo terkesiap, lantas meregangkan pelukannya pada Alona. Dia teringat akan sesuatu dan segera menyadarinya, sudah tentu Alona mendengar apa yang Kenzo bicarakan saat bersama Ervan saat itu yang hanya bersenda gurau akan perubahan Maya saat ini.     

"Sayang..." panggil Kenzo seraya menangkap kedua pipi Alona. "Demi Tuhan, aku... Aku tidak bersungguh-sungguh, tapi jujur aku mengatakan hal itu lantaran perubahan Maya saat ini cukup mengejutkan dibanding dengan penampilan Maya sejak kecil dulu. Dia... Dia wanita tomboy," terang Kenzo pada Alona.     

Alona memalingkan wajahnya, kini dia menarik napas dalam-dalam. Lantas menghembuskannya dengan kasar.     

"Sayang..."     

"Aku mau pulang!" pinta Alona dengan cetus.     

"Tapi kita sudah memesan makanan kesukaanmu, apakah kita akan meninggalkannya begitu saja?"     

"Kau masih memikirkan makanan itu atau kau memang enggan berpisah dengan wanita itu, hah?" bantah Maya.     

Kenzo tertegun kembali. "Baiklah, mari kita pulang!" sahut Kenzo mengiyakan dengan terpaksa.     

Akhirnya, mereka pun pulang tanpa berpamitan dengan Maya dan sang suami. Sejujurnya, Kenzo merasa tidak enak hati dengan pergi tanpa mengatakan hal apapun pada Maya dan sang suami.     

Sedang di dalam restoran, Maya kembali ke meja semula. Dia tampak bingung lantaran tidak lagi melihat Alona dan Kenzo duduk bersama.     

"Emh... Dimana Kenzo dan Alona?" tanya Alona pada sang suami yang sejak tadi termenung diam seorang diri.     

"Sayang, bolehkah aku bertanya sesuatu?" tanya sang suami pada Maya. Dengan disertai tatapan tajam dan kekecewaan.     

"Hem? Ada apa?" tanya Maya dengan santai seolah tanpa merasa bersalah atau takut sedikitpun.     

"Apakah..." ucapan suami Maya terhenti sejenak dengan terus menatap kedua mata sang istri.     

"Ada apa sih? Jangan bikin kesel deh, aku tau apa yang kau pikirkan saat ini." Maya segera menjawab lebih dulu apa yang akan sang suami katakan.     

"Jadi, benar? Kau yang menyebabkan Alona semarah itu, tadi?" lanjut suami Maya.     

Maya menyeringai kecil. "Apa kau masih setega itu menilaiku? Aku tidak berbuat hal buruk atau berkata apapun pada Alona. Apakah dia mengatakan hal buruk tentangku? Atau mengadukan hal yang tidak-tidak tentangku?"     

Sang suami menarik napasnya dalam-dalam. "Aku tau bagaimana kau selama ini, aku tau bagaimana kau menaruh perasaan yang lebih pada sahabat kecilmu itu, hanya saja kau begitu pintas menyembunyikan semuanya dariku. Tapi aku berusaha diam, Maya. Karena aku benar-benar ingin menjaga keutuhan rumah tangga kita, aku sudah berusaha memahami dan menuruti apa yang kau mau, tapi... Please, biarkan Kenzo hidup tenang dengan keluarga kecilnya itu."     

Maya beranjak berdiri seketika di hadapan sang suami dengan raut wajah penuh amarah yang meledak-ledak sampai di ujung kepalanya.     

"Sayang..." panggil sang suami dengan lirih.     

"Kau brengsek!" umpat Maya pada sang suami lantas beranjak pergi meninggalkan sang suami lebih dulu.     

Suami Maya segera mengejar langkah istrinya itu yang begitu marah. Hingga di luar restoran Maya melangkah dengan cepat namun tetap saja sang suami berhasil mengejarnya.     

"Maya! Apakah kau akan terus seperti ini setiap kali kita berada dalam masalah?" tanya suami Maya dengan mencengkram kuat lengan Maya.     

"Lepaskan tanganku!" hardik Maya hendak melepaskan cengkraman tangan suaminya.     

"Tidak, aku tidak akan diam lagi dan mengalah dengan sikap egoismu itu, Maya!" tandas sang suami menahan lebih kuat lengan Maya.     

"Kau brengsek! Lepaskan, kau menyakitiku!"     

"Aku tidak akan pernah lagi luluh dengan sikapmu itu, kita harus bicara dan selesaikan ini sekarang juga, Maya..."     

Maya menghempaskan napasnya dengan kasar. "Apa lagi yang akan kita selesaikan dari masalah ini, hah?"     

"Rubah sikapmu, berjanjilah kau akan benar-benar berubah setelah ini. Kau hanya akan memikirkan hubungan rumah tangga kita tanpa bayang-bayang sahabatmu itu," pinta sang suami dengan tegas.     

"Kau memang gila! Kau selalu menuduhku begitu, apa kau terlihat murahan?" tutur Maya seakan masih memperkuat kebohongan di dalam hatinya     

Karena sejujurnya, Maya pergi ke ruang toilet tadi memang bertujuan untuk menggoyahkan hati Alona pada Kenzo. Sejak mengetahui Kenzo berpacaran dengannya, memiliki perasaan yang lebih dan begitu menggila pada Alona, lantas tersakiti hingga membuat Kenzo hancur oleh segala perasaan dan harapannya.     

Sejak itu pula, Maya berniat dan berjanji di dalam hatinya. Dia akan membuat Alona merasakan hal yang sama seperti yang dia perbuat pada Kenzo. Akan tetapi, siapa yang bisa menduga perasaannya justru timbul menjadi rasa suka yang berujung jatuh hati pada pada sikap dan kehangatan Kenzo padanya.     

"Jawab aku, Maya! Apakah kau sungguh jatuh hati kembali pada Kenzo saat ini?" tanya suami Maya tiba-tiba di tengah lamunan Maya memikirkan ucapannya yang dia katakan pada Alona tadi.     

Maya kembali mendesis dengan tatapan penuh amarah pada sang suami. "Kau sungguh gila." Maya masih saja membantah akan tuduhan suaminya.     

"Lantas mengapa kau tidak menegaskan dan menjawabnya, jika kau memang tidak mencintai Kenzo?"     

"Aku..." Maya hendak membantahnya, namun terhenti begitu saja. Entah kenapa dia merasa begitu berat mengatakan bahwa dia tidak pernah jatuh hati dan mencintai Kenzo.     

"Kau mau mendengarnya? Apa kau sungguh-sungguh?" imbuh Maya melanjutkan bicaranya pada sang suami.     

"Ya! Jawablah, aku akan siap mendengarnya, agar aku bisa membenarkan atau menyalahkan jika itu tidak benar."     

"Ya! Aku jatuh hati kembali pada Kenzo. Aku merasa benci, aku kesal, aku ingin marah, aku cemburu melihatnya dengan Alona. Wanita itu tidak pantas menjadi pendamping Kenzo, dia sudah menyakitinya. Dia menghancurkan semua harapan dan impian Kenzo," jawab Maya dengan tegas dan itu jujur dari dalam hatinya.     

Sang suami tertegun lantas perlahan melepas cengkraman tangannya pada lengan Maya. Dia merasa terkejut juga kecewa lantaran apa yang selama ini dia pikirkan dan dia perhatikan akan sikap sang istri pada Kenzo benar adanya.     

Sementara itu, Alona dan Kenzo sudah sampai di rumah. Alona bergegas turun dari motor Kenzo dengan cepat dan melangkah masuk ke dalam rumah tanpa menunggu Kenzo lebih dulu.     

"Hei, Nak... Kau sudah pulang? Kenapa cepat sekali pulang? Bagaimana dengan makan malamnya?" sapa sang nenek setelah melihat Alona masuk ke dalam rumah.     

"Nek, kami tidak jadi makan malam. Alona memutuskan untuk pulang saja, Alona sungguh muak sehingga rasa lapar itu mendadak menghilang begitu saja."     

Sang nenek terkejut mendengar jawaban Alona lantas menatapnya heran dan kini Kenzo sudah melangkah masuk ke dalam ruangan dan berhenti tepat di sisi Alona.     

"Apakah kalian bertengkar lagi?" tanya sang nenek menyelidik dengan menatap wajah Alona dan Kenzo bergantian.     

"Ti-tidak, Nek. Kami baik-baik saja, hanya saja..." Kenzo mengentikan ucapannya ketika Alona meliriknya dengan tajam.     

"Nek, bisakah Alona tidur dengan nenek saja malam ini?" tanya Alona tiba-tiba.     

"Alona, ada apa denganmu? Bukankah tadi aku sudah mengatakannya padamu?" Kenzo menyela dengan suara sedikit meningkat.     

"Hei hei, kalian ini... Ada apa? Kenapa selalu bertengkar seperti ini? Apakah memang kalian tidak bisa menyelesaikan masalah rumah tangga kalian dengan hati dan pikiran yang dingin?" pekik sang nenek seketika mengomeli mereka bersamaan.     

Alona menundukkan kepalanya, dia meremas-remas jemarinya dengan kasar mendengar omelan sang nenek. Sementara Kenzo hanya tampak gusar setelah sang nenek terdengar begitu marah kali ini.     

"Ini hanya kesalah pahaman kecil, Nek. Kami akan menyelesaikannya," lirih Kenzo memberanikan diri memberikan jawaban pada sang nenek.     

"Kalian sudah memutuskan untuk saling mengingat janji pernikahan, kalian sudah sampai sejauh ini, dalam mempertahankan hubungan kalian, bahkan kalian mampu menyatukan perbedaan kalian hingga menjadi satu, tidakkah kalian sadar akan hal itu?" bantah sang nenek melanjutkan.     

"Nenek... Maafkan Alona, Alona selalu menjadi penyebab pertengkaran dalam rumah tangga kami. Tapi kali ini, Alona tidak bisa tinggal diam, Alona merasa ancaman demi ancaman serta bayang-bayang masa lalu Kenzo kian semakin berani memaksa agar hati Alona goyah pada Kenzo. Sedangkan Kenzo tidak pernah mencoba memahami hal itu, Nek... Apakah Alona tidak berhak marah? Atau, apakah Alona tidak berhak cemburu ketika melihat suami Alona memuji wanita lain?"     

"Sayang, kau memulainya lagi? Please, aku tidak pernah menduakan cinta kita dengan adanya masa laluku, kau terlalu berlebihan kali ini." Kenzo membantah ucapan Alona di depan sang nenek.     

"CUKUP!!!" pekik sang nenek mengejutkan keduanya. Alona dan Kenzo kembali terdiam meski Alona begitu ingin terus mengadukan hal yang baru saja dia alami di restoran saat bertemu dengan Maya.     

Dalam hati Alona bertanya-tanya. Haruskah dia mengatakan apa yang telah Maya lakukan dan lontarkan padanya di belakang Kenzo? Mungkinkah semua akan mudah mempercayainya? Sedang Alona tahu betul bagaimana hubungan persahabatan Kenzo dengan Maya sebelumnya, bahkan bagaimana kedekatan keluarga mereka sejak kecil.     

Hal itu tentu akan membuat Alona tidak mampu menggeser posisi Maya di tengah keluarga Kenzo dan hati Kenzo sekalipun. Alona sungguh merasa sesak di dalam hatinya, dia ingin sekali mengakhiri hubungan baik Maya dengan keluarga Kenzo. Tapi apa yang harus dia perbuat?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.