The Lost Love

Jembatan kebaikan



Jembatan kebaikan

0Kenzo hendak melangkah masuk ke dalam kamarnya, namun dia lebih dulu melihat Alona duduk di teras rumah. Segera Kenzo menghampirinya, dia melihat Alona termenung dengan tatapan kosong di matanya.     

Kenzo mencoba duduk di sisi Alona tanpa menyapa nya lebih dulu sehingga membuat Alona terkesiap dan segera menoleh ke arah Kenzo.     

"Ups, maafkan aku. Kau terkejut? Apa yang mau pikirkan?" tanya Kenzo sambil menyantuh tangan Alona.     

Alona memalingkan wajahnya dari pandangan Kenzo. Tentu dia masih merasa kesal pada Kenzo, lalu Kenzo mengeratkan genggaman tangannya sehingga Alona membuang napas kasar.     

"Sayang, lihat kemari!" pinta Kenzo. Namun, Alona masih enggan menolehnya.     

Kenzo segera meraih ponselnya lalu dengan paksa menarik Alona dalam pelukannya sehingga membuat Alona terjatuh dalam dekapan Kenzo. Dan dengan cepat kilat Kenzo memotretnya.     

"Iih, Sayang. Apaan sih?" cetus Alona dengan rengekan manja.     

"Aku sedang memotret istriku. Aku akan menyampaikan hal ini di sosmed, bahwa kita sudah menikah." Kenzo menjawabnya dengan santai.     

Alona tertegun, lantas Kenzo benar-benar mengunggah foto itu pada semua akun media sosialnya.     

"Sayang..." lirih Alona memanggil Kenzo.     

"Hem?" jawab Kenzo menoleh dan menatap wajah Alona dengan senyuman.     

"Apa yang kau lakukan?"     

"Aku hanya ingin mengatakan pada semuanya, bahwa kita sudah menikah. Dan kau, istriku yang tercinta dan tercantik."     

Alona mengerutkan bibirnya, hatinya terharu juga bahagia mendengarnya. Lantas dia tersenyum dengan lembut menatap wajah Kenzo.     

"Mau pergi jalan-jalan sore ini?" tanya Kenzo pada Alona.     

Alona mengangguk mendengarnya lalu Kenzo kembali memeluknya dengan penuh kasih sayang. Sementara itu, ibu Kenzo yang melihat putranya dan Alona berbaikan tampak ikut bahagia.     

"Suamiku, kau pasti sudah melihat kebahagiaan putra kesayanganmu itu, bukan?" ujar ibu Kenzo di dalam hati.     

"Kedatangan Alona di rumah ini cukup membuatku dan terkejut akan banyak hal, tapi siapa yang menduga, dalam sekejap dia mampu membuat Kenzo mengerti akan posisimu yang sebenarnya."     

Ibu Kenzo terkesiap mendengar suara sang nenek yang tiba-tiba bicara kepadanya.     

"Ibu..." ucap ibu Kenzo memanggil sang nenek.     

"Hah... Ibu sudah melihat dan mendengarnya, saat kau berbicara dengan Kenzo tadi di halaman belakang."     

"Aku..."     

"Sabarlah sedikit lagi. Kenzo akan benar-benar kembali seperti dulu padamu, Rina."     

"Aku harap begitu, Bu... Rasanya sudah tidak sabar ingin memeluknya seperti dulu."     

Sang nenek tersenyum sambil mengusap lembut punggung ibu Kenzo, memberikannya semangat dan harapan yang besar.     

Sore pun tiba, Alona dan Kenzo pergi bersama ke luar. Kenzo mengajak Alona pergi menuju sisi pantai seperti yang Alona inginkan untuk menyaksikan senja di sore hari.     

Sampai di pesisir sebuah pantai yang cukup menjadi pilihan para wisatawan dalam bersantai, Alona melepas kedua sandalnya dan bertelanjang kaki berlarian kecil di pasir.     

Dia tampak riang gembira, seolah ini baru pertama kalinya dia datang untuk menikmati senja di sore hari.     

"Sayang, ayo kita berpoto..." ajak Alona pada Kenzo.     

"Ya ya ya, baiklah... Ayo, aku akan memotretmu. Bergaya lah seperti model," ujar Kenzo menggoda Alona.     

Alona menurut apa yang Kenzo pinta bahkan dia bergaya sok seksi hingga bergaya konyol yang membuat Kenzo tertawa lepas. Kemudian, mereka berpoto bersama dengan pelukan mesra dan kecupan manja dari keduanya.     

"Rasanya sangat berbeda kali ini. Aku datang ke tempat umum seperti ini bersama dengan suamiku, bukan lagi kekasihku." Alona berbicara setelah mereka duduk bersama di atas butiran pasir.     

"Alona..." lirih Kenzo memanggilnya kemudian.     

"Hem?" sahut Alona menolehnya.     

"Apakah kau membenci ayahmu setelah dia menentang begitu keras hubungan kita?"     

Alona terdiam sejenak. "Tidak! Aku tidak akan pernah membencinya, walau bagaimanapun dia ayahku. Juga sekaligus ibuku, meski saat ini dia begitu membenciku, aku yakin suatu saat dia akan kembali menerimaku denganmu sebagai suamiku."     

Kenzo kembali menatap Alona dengan wajah penuh keraguan. Alona kembali menatapnya lekat-lekat dan mencoba menelusuri apa yang saat ini ada di dalam pikirannya.     

"Ken, cobalah untuk menerima ibu kembali. Aku memang bukan ahli dan belum memahami betul agama dan keyakinan yang kita anut saat ini, namun aku sangat percaya, Tuhan akan membenci kita bila kita membenci orang tua kita sendiri." Alona berbicara dengan serius.     

"Aku tidak pernah membenci ibuku, Alona. Aku hanya..."     

"Cukup, Ken! Ibu sudah cukup tersiksa dengan sikapmu selama ini, kau harus mencobanya. Kau merasa itu berat karena kau belum mencobanya, Ken..." bantah Alona dengan tegas.     

"Bisakah mau memberiku waktu?"     

"Tidak! Aku ingin suamiku ini segera kembali menjadi anak kebanggaan dan kesayangan ibu, aku ingin melihat kau dan ibumu seperti dulu lagi. Dengan begitu aku akan sangat bahagia menjadi bagian keluarga mu."     

"Alona..."     

"Ken..."     

Ucapan Kenzo terhenti saat mendengar bantahan Alona kali ini. Dia harus mendengar dan mengabulkan permintaan istrinya, demi cinta dan rasa sayangnya pada Alona.     

"Aku sudah cukup terjauh dan sakit menahan sikap ayah pada kita, jadi... Biarlah aku merasakan kebahagiaan dan keyakinan itu melalui hubunganmu dan ibu yang kembali baik."     

Kenzo tampak terlihat tertegun menatap Alona berbicara demikian. Setelah itu, dia mengangguk pelan menanggapinya.     

Malam sudah datang, hari pun sudah gelap. Hanya bintang-bintang kecil dan sinar rembulan sabit yang menyinari sisi pantai.     

"Sayang, ayo makan malam dulu. Aku akan mengajakmu makan malam di restoran terenak malam ini," ajak Kenzo kemudian.     

"Tidak, aku mau kita makan malam di rumah bersama ibu dan semuanya. Kau harus lebih sering makan malam bersama ibu, agar rasa amarahmu segera mereda," sahut Alona.     

"Tapi..."     

"Aaah... Kita bisa makan dimana saja nanti lain kali, tapi malam ini aku ingin makan masakan nenek."     

"Huhft... Ya ya ya, baiklah..." Kenzo mengehela napas panjang akan rengekan manja Alona.     

Mereka hendak pulang, bergandengan tangan bersama. Namun, tanpa di duga kembali Kenzo bertemu dengan Heni ketika dia sedang bersepeda seperti biasa hoby nya yang selalu di gandrungi.     

"Ken..." panggil Heni dengan wajah terkejut.     

Alona menatap tajam wajah Heni.     

"Emh, hai Hen!" sapa Kenzo sembari menarik tangan Alona ke dalam genggamannya.     

Heni menarik napas dalam-dalam, melihat Kenzo menggenggam erat tangan Alona. Meski dia tahu Alona sudah menjadi istrinya namun tetap saja, dia merasa kesal.     

"Aku... Aku lupa mengucapkan kata selamat untuk pernikahanmu," ujar Heni dengan terbata-bata.     

Alona sedikit menyeringai, dia menahan dan berusaha meredam amarahnya sejenak.     

"Hem, terima kasih, Heni..." jawab Kenzo dengan tersenyum tipis.     

Heni tampak canggung, juga salah tingkah melihat sikap Alona yang tampak tidak ramah dan selalu menatap sinis dirinya.     

"Aku... Duluan ya!" pamit Kenzo seketika dan langsung saja melewati Heni yang berdiri di depan Kenzo.     

Heni menatap pilu kepergian Kenzo dan Alona bergandengan tangan, seketika dia merutuki Kenzo dan Alona.     

Sepanjang jalan, Alona masih diam tanpa bicara pada Kenzo. Perlahan Kenzo meraih tangan Alona dan mengusapnya dengan lembut.     

"Sayang, aku harap kau tidak akan marah lagi perihal tadi." Kenzo mengajak bicara Alona dengan sangat pelan.     

"Marah pun percuma, karena sepertinya wanita itu akan terus begitu padamu."     

"Ayolah, Sayang. Apakah kau tidak melihatnya tadi bagaimana aku..."     

"Bagaimana kau berusaha bersikap manis di depannya?"     

"Pfffttt... Kau benar-benar berpikir begitu?" Kenzo tampak terkekeh-kekeh mendengar Alona berkata demikian.     

"Iiih... Kau pikir aku bercanda?" Alona tampak kesal dengan mencubiti Kenzo saat ini.     

Kenzo meringis dan meliuk-liukkan badannya merasakan cubitan Alona di tubuhnya. Hingga sesaat kemudian sudah tiba di rumah Kenzo kembali.     

Alona segera turun dari motornya lalu melangkah masuk ke dalam rumah tanpa menunggu Kenzo berkata apapun lagi. Melihat Alona demikian membuat Kenzo terburu-buru mengejar Alona ke dalam ruangan.     

Alona langsung saja menuju ke ruang dapur. Dia melihat ibu Kenzo dan sang nenek sudah sibuk menghidangkan makanan dan minuman untuk makan malam di atas meja.     

"Eh, Alona... Sudah datang? Ibu pikir kalian akan makan malam di luar," sapa ibu Kenzo pada Alona.     

"Dia menolak untuk makan malam di luar, dia bilang ingin makan masakan nenek dan ibu." Kenzo menjawab dari arah belakang sebelum Alona menjawabnya lebih dulu.     

Semua tampak terdiam mendengar Kenzo menjawab sapaan ibu nya pada Alona.     

"Kau saja yang pergi dengan wanita tadi," tandas Alona mengalihkan keheningan.     

Ibu dan sang nenek saling memandang mendengar jawaban Alona demikian.     

"Ken..." panggil sang nenek.     

"Nek, ayolah... Kenzo tidak sengaja bertemu dengan... Akh, sudahlah. Tidak akan ada yang percaya hal itu," ujar Kenzo dengan helaan napas panjang.     

"Apakah kau bertemu dengan teman wanita mu lagi, Nak?" tanya sang ibu dengan lembut pada Kenzo.     

"Tidak, Bu. Aku tidak sengaja bertemu dengan nya, dia mengucapkan kata selamat untuk pernikahan kami. Apa salah jika aku membalas ucapannya?" sahut Kenzo sekenanya.     

"Tapi dia menatap wajahnya, Bu. Bahkan dia tersenyum," bantah Alona.     

"Ya Tuhan, Sayang... Aku punya mata, jelas aku melihatnya. Apakah aku tidak boleh menatap lawan bicaraku, itu tidak sopan. Benar bukan?"     

Semua kembali terdiam mendengar jawaban Kenzo. Sang ibu dan sang nenek saling menatap dan berubah menatap ke arah Kenzo dengan tajam, tentu hal itu membuat Kenzo tercengang.     

"Ok, ok. Aku salah!" Kenzo mengangkat kedua bahunya ke atas.     

"Apakah kau tidak memberitahu pada teman-teman wanita mu tentang pernikahan kalian?" tanya sang ibu kembali sambil mengisi di setiap piring dengan menu makan malam ini.     

Kenzo segera duduk lebih dulu, dia tampak kesal namun juga menyerah. Karena semua tidak akan ada duanya meski membantahnya.     

"Aku lapar..." jawab Kenzo mengalihkan untuk memutus obrolan tersebut.     

Namun, di dalam hati Alona merasa senang lantaran karena kecemburuannya pada Heni membuat Kenzo menyapa sang ibu entah itu di sadarinya atau tidak.     

Sang nenek menatap Alona diam-diam dan di balas oleh Alona pula. Mereka saling tersenyum, sang nenek memberikannya isyarat bahwa sang nenek benar-benar bahagia malam ini melihat Kenzo dan sang ibu saling bercengkrama.     

Sejujurnya, Alona tidak benar-benar marah pada Kenzo meski di dalam hatinya dia memang merasakan adanya rasa cemburu yang melihat Heni dan Kenzo kembali bertemu.     

Tapi, setelah melihat Kenzo menyapa pada sang ibu setelah bertahun-tahun lamanya mereka saling berjauhan, Alona menjadikan hal itu sebagai jembatan kebaikan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.