The Lost Love

Semua karena cinta



Semua karena cinta

0Melihat gelagat Aleea yang terlihat aneh, sang ayah segera beranjak bangun untuk menghampiri Alona di kamar bahkan tanpa menyeruput kopinya dahulu.     

Ayah Alona mulai menggedor pintu kamar Alona, beberapa kali namun belum ada respon dari dalam. Sudah tentu, karena Alona tidak ada di kamarnya.     

"Alona... Buka pintunya!" hardik sang ayah ketika pintu kamar itu masih belum terbuka.     

Aleea mulai panik, dia sedikit ketakutan namun juga sedih melihat sang ayah demikian. Namun, dia tidak berani mendekati sang ayah hingga akhirnya sang ayah mendobrak pintu kamar Alona.     

Aleea kian merasa panik dan ketakutan. "Tuhan, maafkan hambamu ini."     

"Alona?" sang ayah tampak terkejut melihat sekeliling kamar Alona lalu kembali keluar kamar setelah tidak menemukan Alona di kamar.     

"Aleea!" panggil sang ayah dengan lantang.     

"I-iya..." jawab Aleea kikuk seraya melangkah menghampiri sang ayah.     

"KATAKAN DIMANA KAKAKMU ALONA!" hardik sang ayah dengan kasar.     

"Aleea tidak tau!" jawab Aleea dengan menundukkan kepalanya.     

Plak!     

Sebuah tamparan keras mengenai pipi Aleea sehingga Aleea terkejut dan berpaling wajah.     

Aleea meringis menahan bekas tamparan dari sang ayah barusan.     

"Bapak sudah menduga kau turut mendukung kegilaan kakakmu itu, Aleea. Apa kau tidak memikirkan bagaimana perasaan bapak, Aleea?"     

Aleea menoleh seketika kembali mmenatap wajah sang ayah. "Apakah bapak pernah memikirkan perasaan kakak?" tanya balik Aleea.     

Sang ayah kian semakin geram sambil mengepalkan kedua tangannya menatap wajah Aleea. "Antarkan bapak ke rumah laki-laki itu sekarang!" titah sang ayah menatap penuh kemarahan pada Aleea.     

"Apakah bapak yakin kakak pergi ke rumah kak Kenzo?"     

"Tsk, jadi kau tidak mau mengantar bapak kesana? Baik, bapak akan melaporkannya ke polisi untuk mengantar bapak ke rumah laki-laki itu." dengan langkah tergesa-gesa sang ayah pergi ke kamar untuk meraih sesuatu lalu bergegas melangkah keluar rumah. Aleea tentu tak ingin sang ayah benar-benar mengahapiri Kenzo dan Alona di rumah Kenzo saat ini.     

Sementara itu, Alona dan Kenzo sudah mendaftarkan pernikahannya setelah Alona kini sudah sah memeluk keyakinan yang Kenzo percayai saat ini. Alona dan Kenzo kini berada dalam satu keyakinan dan agama yang sama, dengan iringan tangisan haru Alona mengucap dua kalimat syahadat sebagai bukti dia mulai memeluk agama islam sesuai keyakinan yang Kenzo anut selama ini.     

Lalu kemudian, dengan segala syarat dan aturan yang benar-benar di lakukan secara kilat oleh Ervan sang kakak, Alona dan Kenzo kini menandatangani surat nikah dan mereka sah sebagai pasangan suami istri. Alona menatap wajah Kenzo dengan penuh haru hingga kedua matanya kembali mengalir tetesan bening.     

Dia hanya tidak pernah membayangkan bahwa kini dia benar-benar menikahi laki-laki yang dia cintai meski tanpa restu dari sang ayah. Pernikahan sederhana namun sah secara agama dan negara, sebuah pernikahan yang hanya di hadiri oleh keluarga Kenzo saja. Dan sesaat kemudian, seorang wanita yang tak lain adalah bibi dari Alona, yang selama ini menjadi satu-satunya kerabat Alona yang menyetujui hubungannya dengan Kenzo datang meghampiri Alona.     

Sontak saja Alona menangis dan langsung memeluknya, Alona menangis dalam dekapan sang bibi dengan tersedu-sedu. Dia tak kuasa menahan pilu di hatinya bahkan dia juga tidak menduga sang bibi akan benar-benar datang meski Alona hanya mengatakannya melalui telepon secara mendadak.     

"Sudah… Jangan menangis, kau sudah menjadi istri seseorang dengan sah saat ini, Sayang…" ujar sang bibi mencoba menenangkannya.     

Alona masih terisak dengan tangisannya di depan sang bibi.     

"Oh Tuhan, kau akan terlihat jelek saat menangis seperti itu. Berhentilah mengangis, Sayang…" ujar sang bibi lagi.     

Lalu Kenzo meraih tangan bibi Alona dan menjabatnya dengan santun.     

"Selamat, Ken! Kau berhasil menikahi keponakan tercantik dan kesayangan bibi ini, kau sungguh hebat! Bibi akan selalu mendoakan kebahagiaan kalian sampai Tuhan yang memisahkan kalian dengan takdir kematian."     

"Terima kasih, Tante. Selama ini tante selalu jadi orang yang mendukung hubugan kami," ujar Kenzo dengan air mata membumbung. Paling tidak ada salah satu kerabat yang ikut serta menghadiri pernikahannya dengan Alona, sehingga Alona tidak akan merasa benar-benar terbuang dari keluarganya.     

"Ken, siapa dia?" tanya sang nenek kemudian.     

"Oh, Nek… Dia bibi Alona," jawab Kenzo memperkenalkannya.     

Bibi Alona dengan cepat menjabat tangan nenek Kenzo, lalu pada Ervan dan berikutnya pada Sinta.     

"Oh, akhirnya bisa bertemu dengan salah satu kerabat menantu kami, Alona." sang nenek berbicara.     

Bibi Alona tersenyum lembut. "Saya titip Alona, tolong bimbing dia bukan sebagai menantu. Tapi sebagai putri kalian, walau bagaimanapun akan sangat berat baginya untuk menjalani kehidupan yang baru dan suasana yang baru di keluarga yang baru pula."     

"Sejak awal kami mengetahui hubungan Alona dan Kenzo, kami sudah sangat menyukai Alona dan menganggapnya sebagai bagian dari keluarga kami," sahut Ervan menambahkan.     

"Saya percaya hal itu, sejak bertemu dengan nak Kenzo juga sangat percaya bahwa dia akan menjadi orang yang akan benar-benar mampu menjaga dan mengasihi Alona kami."     

Semua tersenyum lega dan penuh bahagia. Kini, pernikahan Kenzo dan Alona sudah resmi menjadi pasangan suami istri, namun bukan bahagia dan kepuasan yang Kenzo rasakan saat ini di dalam hatinya. Dia bimbang, dia sedang kacau, dia tidak tahu apakah dia harus merasa memiliki sebuah kenenangan di tangannya atau kah dia harus menyesali karena jujur di dalam hatinya bukan pernikahan seperti ini yang dia impikan untuk membahagiakan pasangannya.     

Setelah itu, mereka hendak menuju pulang kembali ke rumah Kenzo. Sementara itu, di rumah Kenzo ayah Alona sudah datang dan disambut oleh ibu Kenzo beserta suaminya. Tampak ibu Kenzo kebingungan melihat kedatangan ayah Alona yang datang bersama Aleea juga bersama seorang laki-laki yang bertubuh kekar layaknya seorang body guard.     

"Maaf, cari siapa ya?" tanya ibu Kenzo yang belum mengetahui hal apapun lantaran dia baru pulang dari luar kota bersama sang suami dan baru sampai di rumah.     

"Alona, Alona, keluar! Jangan membuat bapakmu ini malu." ayah Alona justru langsung saja teriak memanggil nama Alona.     

Ibu Kenzo dan suaminya tampak terkejut dan mengingat nama Alona dengan jelas. "A-lo-na?"     

Ayah Alona menatap ke arah ibu Kenzo, sedang Aleea tampak cemas dengan diam-diam mencoba untuk menelpon Alona.     

"Dimana putramu yang berani membawa kabur putriku? Kau pasti ibu dari laki-laki brengsek itu, bukan?" ujar ayah Alona menghardik ibu Kenzo.     

"Hei, Pak! Jaga bicara anda ya! putraku Kenzo tidak akan pernah melakukan hal itu, jangan sembarangan menuduhnya!" ibu Kenzo seketika tersulut emosi mendengar tuduhan yang di tujukan oleh ayah Alona padanya.     

"Pak, jangan sembarangan menuduh putra kami, Kenzo! Dia tidak akan pernah melakukan hal memalukan seperti itu, lagi pula Alona dan Kenzo sudah mengakhiri hubungan mereka." suami dari ibu Kenzo ikut berbicara.     

Namun, jawaban ibu Kenzo dan sang suami seakan semakin membuat ayah Alona begitu marah dan langsung saja menerobos masuk ke dalam rumah dengan bantuan laki-laki yang bertubuh besar tadi. Suami dari ibu Kenzo terpelanting, laku menyusul ke dalam rumah untuk mengusir mereka keluar karena tidak di anggap tidak sopan.     

"Tolong! Jangan sembarangan masuk ke dalam rumah orang dengan tidak sopan begitu!" hardik ibu Kenzo.     

Sedang ayah Alona di bantu oleh laki-laki bertubuh kekar tadi terus mendobrak setiap pintu ruangan di dalam rumah itu. Sementara Aleea kembali keluar dengan cemas masih berusaha menelpon Alona namun belum juga ada respon dari panggilan teleponnya itu. dan sesaat kemudian, Aleea melihat sebuah mobil masuk ke dalam halaman rumah Kenzo yang di susul kemudian oleh sang bibi, sontak saja Aleea menitikkan air mata.     

Aleea tersenyum dengan penuh haru, karena dia tidak menduga sang bibi ikut serta datang ke rumah itu. Akan tetapi, Aleea kebingungan melihat sang bibi datang ke rumah Kenzo. Lalu kemudian, Ervan keluar lebih dulu yang di susul oleh Kenzo lantas sang nenek dan Sinta juga Alona menyusul keluar dari mobil.     

"Kakak…" panggil Aleea berlari dan langsung saja memeluk Alona dengan tangisan haru.     

"Aleea, kau… Kenapa kau disini?" tanya Alona terkejut sambil memeluk Aleea, sang adik dengan penuh kelembutan.     

"Kakak kemana saja? aku menelpon kakak sejak tadi berulang kali, dan…" ucapan Aleea terhenti saat dia menggenggam tangan sang kakak, dia melihat jari manis sang kakak melingkar sebuah cincin. Aleea juga menoleh ke arah Kenzo yang kini berdiri di sisi Alona, memakai cincin pasangan yang menandakan mereka telah menikah.     

Aleea kembali menangis tersedu dan memeluk sang kakak, hingga akhirnya mendengar suara keributan dari dalam ruangan. Sontak saja Ervan dan sang nenek serta Sinta kebingungan. Aleea segera melepas pelukannya dari tubuh Alona dan menarik tangan sang bibi yang kini baru saja ikut serta memeluk mereka.     

"Bibi… Bapak…" Aleea menangis seraya mendecakkan kedua kakinya.     

Sang bibi segera mengerti maksud dari Aleea, lalu dia melangkah dengan cepat menuju ke dalam rumah Kenzo yang di susul kemudian oleh Ervan. Kenzo hendak menyusul, namun Alona menarik lengan tangannya sehingga Kenzo berhenti seketika dan menoleh ke arah Alona di belakang yang tengah berdiri bersama Aleea.     

"Kita masuk bersama-sama, pegang tanganku! Kita akan menghadapinya bersama, Ken…" ujar Alona dengan lirih namun dia melihat sebuah ketakutan dan keraguan dari tatapan kedua matanya.     

Kenzo menatap wajah Alona lekat-lekat. Lalu kemudian beralih menatap ke arah Aleea yang di tanggapi dengan anggukan oleh Aleea. Setelah itu, dengan helaan napas panjang Kenzo menggenggam erat tangan Alona lantas melangkah bersama ke dalam rumah Kenzo untuk menghadap ayah Alona.     

"Ada apa ini?" tanya Ervan dengan terkejut.     

Semua terdiam saat mendengar suara Ervan yang begitu lantang.     

"Kakak… Apa yang kau lakukan disini? Kenapa kau membawa body guard segala?" ujar bibi Alona yang tak lain adalah adik dari ayah Alona.     

Ayah Alona menatap kasar ke arah nya. "Kau, kenapa kau disini?" tanya ayah Alona.     

"Kak, sudah… Hentikan! Jangan mempermalukan diri sendiri, Alona dan Kenzo sudah sah menikah," jawab sang bibi.     

Sontak ayah Alona membelalakkan kedua matanya menatap adiknya yang sudah menjanda itu. Semua tampak hening, lantas Alona dan Kenzo memasuki ruangan dan menampakkan diri di depan sang ayah. Mendengar apa yang dikatakan oleh bibi Alona, ibu Kenzo dan suaminya pun turut terkejut hingga melebarkan matanya.     

"Bu, apakah itu benar?" tanya ibu Kenzo pada nenek Kenzo.     

Semua masih terdiam tidak ada yang berani menjawab lantaran Alona dan Kenzo kini sudah berada di tengah mereka dan kini tepat di depan ayahnya.     

"Maafkan kami, Om!" ujar Kenzo dengan berani menatap wajah ayah Kenzo.     

"Beraninya kau…" ayah Alona hendak menampar wajah Kenzo namun Alona menghalanginya sehingga kini Alona yang mendapatkan pukulan itu.     

"Kak! Hentikan!" ujar bibi Alona menghalanginya sementara Kenzo memeluk Alona dengan terkejut.     

"Bapak boleh memukul Alona, bapak boleh membenci Alona. Tapi bapak tidak akan pernah bisa merubah kenyataan bahwa kami sudah sah menjadi pasangan suami istri saat ini, kami sudah menikah sah secara agama dan negara."     

"ALONA!!!" tandas sang ayah menatap penuh amarah wajah Alona. "Kau tidak bisa melakukan hal ini pada bapak, Alona!" ujarnya kembali melanjutkan.     

"Mereka memang sudah menikah, maafkan kami. Tapi kami sungguh tidak bisa mengabaikan dan membiarkan mereka yang saling mencintai selama ini, kenapa anda tidak mengerti hal itu sebagai orang tua?" lanjur Ervan menyela.     

"Sebagai keluarga dan orang tua Alona yang baru, kami tidak akan pernah merebutnya dan membiarkan Alona melupakan anda sebagai ayahnya. Kau tetap ayah yang hebat baginya, begitu juga bagi putra kami Kenzo." sang nenek mulai bicara.     

"Jangan terlalu berharap dan bangga setelah kalian menikahkah putriku dengan laki-laki ini tanpa restu dan izin dariku, ayah kandungnya. Sampai kapanpun aku tidak akan pernah merestui mereka, tidak akan pernah!"     

"Bapak… Biarkan Alona bahagia bersama Kenzo yang saat ini sudah menjadi suami Alona, Alona sangat mencintainya. Kami juga saling mencintai, Alona bahagia bisa berkumpul di keluarga ini, Pak! Alona janji, Alona akan tetap membahagiakan bapak dan mengunjungi bapak nantinya, Alona juga akan selalu mengingat Tuhan di dalam setiap langkah Alona meski dengan cara yang berbeda…"     

Sang ayah menatap dengan gemetaran pada Alona, rasa amarah dan penuh kebencian seakan mulai membara di sekujur tubuhnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.