The Lost Love

Bukan orang ketiga



Bukan orang ketiga

0Kenzo menaikkan kedua alisnya begitu mendengar jawaban dari suami MAya yang terdengar memberikan sebuah sindiran halus padanya dan itu membuat Ryo menahan napasnya seketika.     

"Apaan sih, kau ini! Jangan mulai deh, kau tidak biasanya seperti itu." MAya menepis pelan tangan sang suami yang merangkulnya barusan.     

"Sayang, kenapa kau marah? Bukankah itu biasa jika kau mengatakan hal itu pada mereka? Mereka hanya teman-temanmu saja, bukan?"     

"Tapi kau bilang tadi sibuk dan tidak bisa menemaniku pergi jadi aku meminta mereka datang, meski mereka hanya temanku tapi mereka juga seperti saudara bagiku. Apa kau tau itu?" MAya kian marah dan membuat suasana semakin memanas.     

"Ken, sebaiknya kita pulang saja! ini masalah rumah tangga mereka," bisik Ryo pada Kenzo di tengah percekcokan MAya dan suaminya.     

"Ehm, haruskah kita kabur begitu saja?" sahut Kenzo berbisik pula menanggapi ucapan Ryo.     

"Ide bagus!" Ryo memberikan tanggapan dengan mengeluarkan jari jempolnya diam-diam.     

Kenzo dan Ryo hendak beranjak bangun namun…     

"Mau kemana kalian?" hardik MAya dengan nada lantang.     

Sontak saja Ryo memeluk tubuh Kenzo lantaran terkejut dan sangat ketakutan.     

"May, sebaiknya kita pulang saja. Tampaknya kalian harus menyelesaikan masalah pribadi rumah tangga kalian, maafkan kami sudah mengganggu dengan datang kemari." Kenzo berbicara lebih dulu pada MAya.     

"Tidak, aku tidak akan membiarkan kalian pergi. Kita sudah lama tidak saling berkumpul dan bercerita begini, kapan lagi?"     

"May…" Kenzo memanggilnya dengan nada tinggi.     

Maya terdiam sejenak seraya mengatupkan kedua bibirnya.     

"Hei, kau! Beraninya kau berkata lantang pada istriku?" suami Maya menghardik Kenzo begitu saja.     

"Apaan sih?" balas MAya sambil mendorong tubuh suaminya hingga sedikit menjauhinya.     

"Cukup, Sayang! Kau bukan lagi remaja yang harus berkumpul lagi dengan teman-temanmu, terlebih lagi mereka laki-laki."     

"Zayn, tolong! Kami dan MAya sudah bersahabat sejak kecil, kami selalu bersama bahkan kami sudah seperti saudara sampai detik ini." Ryo membantah ucapan suami MAya kali ini.     

"Tsk, jadi kau pikir aku sebagai suami MAya tidak berhak melarang istriku berteman dengan laki-laki selain suaminya?"     

"Zayn, kau salah paham. Kami tidak ada maksud lain pada MAya, kami pun tau batasan kami setelah MAya sudah menikah."     

"Oh, dengan membawa makanan kesukaan istriku? Kamu pikir aku tidak mampu membelikannya?"     

"Kau, kau sungguh keterlaluan!" Maya kian terbawa emosi.     

"Kau sudah salah paham padaku, Zayn!"     

"May, maafkan kami. Tapi kami benar-benar tidak tau jika suamimu ada di rumah, andai saja kau mengatakannya pada kami tadi kami tidak akan mau datang kesini kalau hanya mendapatkan hal yang merendahkan kami seperti ini." Ryo berbicara dengan nada marah, karena selama ini dia memang salah satu teman Kenzo yang selalu mudah terpancing emosi.     

"Maaf…" ucap MAya sembari menatap wajah Ryo dan Kenzo bergantian dengan tatapan sendu.     

Setelah itu, tanpa berkata hal apapun lagi Ryo menarik lengan Kenzo untuk segera beranjak pergi dari hadapan Maya dan suaminya. MAya tampak gelisah dan hendak mengejar mereka namun sang suami menahannya dengan paksa.     

"Ken, aku ikut ya! tadi kemari aku naik taksi." Ryo mengucap lirih pada Kenzo dengan wajah memelas.     

Kenzo tak lagi mau bicara dan segera menaiki motornya lantas dengan cepat Ryo langsung saja menaiki motor Kenzo dari belakang dan memeluk erat tubuh Kenzo seperti biasanya.     

"Aaaarght… Sial!" Kenzo berteriak di tengah perjalanan dan membuat Ryo sedikit terkejut.     

"Aaaaarght… Kami bukan orang ketiga…" Ryo pun ikut berteriak menyusul Kenzo.     

Sontak saja Kenzo terkejut ketika Ryo ikut berteriak dengan berkata demikian dan Ryo pun kembali terdiam dengan napas terengah-engah. Sesaat terdiam dan tanpa berkata, lalu kemudian Kenzo tertawa lepas di susul kemudian oleh Ryo yang tertawa lebih menggila di belakang Kenzo.     

"Hahaha, aduh… Apa kau bisa membayangkan bagaimana Maya akan memperlakuka suaminya saat ini, Ken?" tanya Ryo setelah menghentikan tawanya sejenak.     

"Aku harap Maya tidak akan menjadikan suaminya sebagai bubur ayam kali ini, Yo. Hahaha, tapi meski begitu aku sungguh merasa tidak enak hati."     

"Ehm, aku tau kau dan Maya dulu… Kalian… Akh, entahlah. Aku rasa sampai kapanpun hubungan kalian akan terus saling terikat sebagai sahabat baik. Cinta yang tidak sampai di antara kedua sahabat memang akan jauh lebih indah saat mereka masih bisa saling menjaga hubungan mereka sebagai sahabat."     

"Ryo, berhentilah dengan pikiranmu yang selalu semena-mena itu."     

"Apa? Bukankah aku benar?" ujar Kenzo menanggapi.     

"Hahaha, sudahlah! aku mengerti, aku ini sahabat kalian. Malam ini aku mau ke kedai saja, kita nikmati malam bersama di kedai ayahmu. Sudah lama aku tidak duduk santai disana, aku sudah rindu," ujar Ryo kemudian.     

"Oke, Lets go!" kata Kenzo seraya menambah kecepatan laju motornya.     

Pagi pun tiba, Kenzo pergi bekerja seperti biasanya. Begitu sampai di tempat kerja, Kenzo mendapatkan sebuah pesan pribadi dari Heni yang tak di sangka-sangka yang sudah hampir satu bulan menghilang semenjak dia menikah. Bahkan kabar itu membuatnya terkejut bukan main, maka segera dia menelponnya.     

"Ken…" Heni terdengar terisak dalam tangisannya.     

"Heni, kau baik-baik saja bukan? apa kau sedang di rumah sakit?"     

"Bayiku, Ken… dia telah tiada…" Heni kembali menangis menderu-deru.     

"Apa? Ba-bagaimana bisa?"     

"Aku… aku tidak tau…"     

Kenzo kembali diam dan tak mampu berkata apa lagi, dia tampak terkejut dan sangat shock serta dia tampak ketakutan. Kabar buruk ini sangat menggertaknya meski dia bukan ayah dari bayi itu, tapi baginya kesedihan Heni tetap saja menjadi kesedihannya pula.     

Sambil bekerja Kenzo menemani Heni untuk menenangkannya. Sesaat kemudian Heni sudah tampak ceria kembali bahkan dengan tingkah konyolnya dalam berbicara. Sampai waktu jam istirahat Kenzo, Heni masih enggan mengakhiri panggilannya.     

Setelah Kenzo kini berhasil membuat Heni benar-benar tenang dalam kesedihannya, perbincangan mereka berakhir. Kenzo membuang napas panjang, baru saja semalam dia mendapatkan sesuatu yang cukup membuatnya berpikir keras, namun kali ini dia kembali menjadi sandaran sebuah tumpuan masalah pribadi dari orang lain.     

"sungguh, apakah aku di takdirkan hidup hanya untuk mendapatkan masalah orang lain saja? lalu saat masalahku ingin aku sampaikan dan butuh teman bicara? Pada siapa?"     

"Makanya, cari pacar dan segera lah menikah saja!"     

Kenzo terkejut saat mendengar suara Pandu datang dari arah belakang mengejutkannya.     

"Hem, jadi mau pamer nih? Setelah sebentar lagi akan menikah dan aku hanya tetap seorang diri, begitu?"     

"Hahaha… Lalu kenapa kau menggerutu seorang diri begitu? Aku yakin kau masih sangat waras."     

"Hah, aku rasa kau memang akan gila setelah ini!" ujar Kenzo sembari melepas napas panjang dan segera bersandar pada sebuah tembok di belakangnya.     

Pandu pun tertawa meledeknya.     

Sore telah tiba, Kenzo beranjak bangun dan langsung saja pergi menuju halaman parkir untuk meraih motornya. Baru kemudian melaju perlahan setelah menaikinya, lagi dan lagi dia tidak ada tujuan selain pulang ke rumah seperti biasanya.     

"Hah, jika aku pulang ke rumah saat ini apa yang akan aku lakukan kecuali hanya bertemu dengan ibu dan laki-laki itu." Kenzo mengeluh sambil melaju pelan.     

Dia berniat pergi berkeliling sebentar, tanpa dia sadari kini dia berhenti tepat di sebuah trotoar sisi jalanan yang dimana tempat itu bisa memandang luar matahari tenggelam di ufuk barat tepat di tengah lautan. Kenzo segera turun dari motor dan langsung saja duduk di sisi trotoar dengan menggantung kedua kakinya menjuntai ke bawah.     

Kenzo mencoba menarik napasnya untuk menghirup udara yang tercium dari arah lautan. Tak ada yang berubah dari tempat itu, membuat Kenzo seakan terbawa oleh suasana masa lalu dimana dia pernah melalui waktu sore bersama Alona saat itu.     

Namun, dia ketika melihat sekeliling orang yang juga kebetulan duduk di sisi trotoar itu, tampak terlihat seorang wanita juga duduk dalam jarak yang cukup dekat dengan Kenzo. Semakin lama Kenzo memperhatikan semakin jelas dia bisa mengenali siapa sosok wanita itu.     

"Alona…" ujar Kenzo di dalam hatinya.     

"Tidak mungkin, kenapa dia juga ada disini?" ujar Kenzo kembali berbicara lirih.     

Dia melihat sosok Alona duduk menatap lepas ke arah ufuk barat, dimana sebentar lagi matahari akan tenggelan dan menghilang.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.