Elbara : Melts The Coldest Heart

Pemikiran yang Negatif



Pemikiran yang Negatif

0"Kok Alvira gak ikut?"     

Pertanyaan Nusa menjadikan El sedikit melirik ke arah cewek tersebut karena kini ia tengah menyetir, kalau menolehkan kepala terlalu lama, tentu saja khawatir menyebabkan kecelakaan yang tidak diinginkan banyak orang.     

El menganggukkan kepala, mengiyakan apa yang dikatakan oleh cewek tersebut. "Iya, gue gak izinin dia ikut soalnya kan ini buat keperluan kita doang. Lagian juga gue udah kasih uang jajan kok ke dia, biar di rumah bisa pesan makanan online." balasnya, kembali menatap lurus ke jalan raya.     

Reza dan Mario di belakang, tengah menatap masing-masing kayar ponsel karena tengah bermain game online. Mereka bermain bersama, dalam artian satu tim untuk mengalahkan tim lawan.     

"Maju, lo afk ya, Za?" tanta Mario sambil menolehkan kepala ke arah layar ponsel Reza dengan sebelah alis yang terangkat, begitu sudah puas pun ia kembali menatap layar ponselnya.     

Reza menggelengkan kepala, pertanyaan Mario itu salah besar. "Enggak, lo udah liat sendiri kan kalau gue lancar-lancar aja? Mungkin dari lo-nya kali punya sinyal yang jelek," balsnya. Ia terlalu fokus bermain, tidak seperti Mario yang bisa menatap layar ponsel miliknya dengan bebas.     

"Yah sialan, iya bener kayaknya jaringan gue deh." ucap Mario yang merutuki diri sendiri.     

Mereka bermain game online dengan heboh, katanya sambil memakan waktu karena perjalanan menuju mall yang lumayan lama. Kendalanya, apalagi kalau bukan karena macet?     

Nusa ber-oh-ria dengan jawaban El. "Emangnya dia gak marah? Apalagi di tinggal sendirian," ucapnya yang kembali bertanya. Ia menyandarkan tubuh dengan nyaman di jok mobil, mencari posisi yang seolah bisa melepaskan rasa lelah di tubuhnya.     

"Marah? Ya gak lah. Selama ini juga dia suka di rumah sendiri, kan gue kalau hangout sama dua sahabat gue tuh yang ada di belakang, emangnya gue ngajak dia?" balas El yang terkekeh kecil. Baginya, Alvira itu sudah besar. Kan sekali lagi perlu di jelaskan kalau adiknya itu tidak benar-benar sendirian di rumah karena ada beberapa asisten rumah tangga yang membantu pekerjaan.     

Ada benarnya juga sih dengan apa yang dikatakan oleh El. Ya seperti layaknya Nusa yang di tinggal Rehan bekerja sehingga ia di rumah sendirian, mungkin Alvira juga seperti itu.     

Ini juga Nusa mau ikut ke mall akibat suruhan dari El yang kalau dirinya menolak, pasti cowok satu itu akan ngambek. Ya Nusa tidak mau lah kalau pacarnya itu ngambek kepadanya. Padahal, ia sudah menolak. Tau sendiri bagaimana perekonomian Nusa, ia tidak terlalu mampu untuk membeli banyak barang di mall. Lagipula, baju-baju lamanya di lemari masih banyak dan masih bagus-bagus juga untuk di pakai.     

Namun, juga tau sendiri kan bagaimana El kalau memaksakan sesuatu sesuai dengan kehendak? Ya, seperti itu kira-kira sifat keras kepalanya yang harus di turuti.     

Jadi, walaupun dengan perasaan enak tidak enak dan mau tidak mau, Nusa pun menyetujuinya.     

"Emangnya kita mau beli apa aja sih? Jangan heboh-heboh banget," ucap Nusa sambil bertanya. Memangnya apa saja sih yang di butuhkan ke Bali? Bukannya sama seperti kebutuhan biasa saat berliburan, ya?     

Mendengar pertanyaan Nusa, menjadikan Mario kembali mengalihkan pandangan pada layar ponsel untuk menatap cewek tersebut. "Ya beli baju baru, Sa. Kan kita mau liburan ke Bali, masa pakai baju lama? Seenggaknya, ada lima baju baru lah buat ganti-gantian disana." balasnya.     

Reza berdecak kecil. "Liatin layar hp lo, sialan. Kalau kalah terus rank gue turun, gue dorong lo ya ke jurang." ucapnya dengan kesal. Tidak, ia tidak melarang Mario untuk ikut ke dalam obrolan El dan Nusa. Ya tapi mikir aja mereka tengah bermain game online, dan kini Mario mengalihkan pandangannya ke arah lain? Memang minta di takol mungkin, ya?     

Mario yang mendengar teguran Reza pun menganggukkan kepalanya sambil terkekeh kecil. "Iya iya sorry." balasnya yang kini sudah kembali fokus dengan permainan.     

Bagaimana pun, rank game adalah perihal yang paling utama karena menaikkan rank cukup sulit bagi beberapa player game. Membutuhkan effort yang besar lebih tepatnya.     

"Oalah, berarti kalau ke Bali harus pakai baju baru, ya?" tanya Nusa yang seperti pengulangan dengan apa yang dikatakan oleh Mario barusan. Ia menatap El, bertanya dengan wajah lugu sambil mengerjapkan kedua bola mata.     

El yang mendengar pertanyaan lugu itu menjadikan dirinta terkekeh kecil dengan apa yang pacarnya katakan. "Ya gak juga yang baru sih, sebenernya baju lama kan masih bisa. Tapi ya kan emang kapan lagi mau ke Bali? Sekalian kita bisa bikin kenang-kenangan disana sebelum gue berangkat ke London," balas El dengan ramah. Ia melepaskan satu tangan dari kemudi hanya untuk mengelus puncak kepala Nusa dengan sayang.     

Pada kenyataan, El merasa sangat sakit karena realita selalu menampar dirinya. Mereka akan terpisah, beda negara. Itu adalah LDR yang paling menyakitkan terlebih dari apapun.     

Nusa ingin sedih, namun ia sudah berjanji pada diri sendiri untuk tidak terlalu memikirkan hal ini yang malah membuatnya lebih sakit hati. Ia dengan perlahan menganggukkan kepala, setelah itu tersenyum dengan manis. Ia tak lupa untuk mengembalikan tangan El ke kemudi mobil, lalu menatap cowok tersebut dengan tatapan yang snagat hangat. "Oke, nanti saat di Bali, kita habiskan waktu bersama."     

Ucapan Nusa itu hanya beberapa deret kata saja. Namun bisa di pastikan dari nada bicara cewek tersebut seolah memiliki suatu hal yang tersirat.     

Reza dan Mario yang menyimak pun dapat merasakan kalau ada sebuah perasaan sedih dan sesak yang tengah di sembunyikan oleh Nusa. Menjadikan mereka di dalam hatinya lebih memilih untuk diam, kemungkinan besar cewek satu itu ingin mencoba untuk menerima kenyataan yang ada saat ini.     

Mereka juga yakin kalau nilai Nusa bisa menembus untuk ber-kuliah di luar negeri. Namun satu yang menghalangi cewek tersebut, yaitu biaya hidup di sana yang tentu saja sangat besar. Setiap keinginan, pasti selalu memiliki jalan keluar untuk mengatasi. Namun tidak untuk yang satu ini bagi Nusa, cewek tersebut tentu saja memilih untuk stay disini daripada harus memiliki biaya hidup yang besar dan mahal di negara lain.     

"Jangan sedih." ucap El tiba-tiba, menatap sekilas Nusa yang kedua manik matanya terlihat sangat sendu, menjadikan dirinya menyesal karena telah mengungkit hal ini lagi secara tidak sadar.     

Mendengar ucapan El yang menyuruhnya untuk tidak bersedih, menjadikan Nusa mengerjapkan kedua bola mata merasakan kebingungan melanda. "Sedih? Emangnya apa alasan aku untuk bersedih?" tanyanya sambil terkekeh kecil, ia berusaha untuk menyembunyikan apa yang ia rasakan karena perasaan sedih yang mendalam seperti ini.     

El tau kalau Nusa tengah berpura-pura, ingin berbicara dengan menatap tulus kedua mata Nusa pun ia tidak bisa karena kini sedang berkendara. "Jangan mikir yang aneh-aneh, oke? Gue tetep ada buat lo, dan selalu buat lo." ucapnya yang memberikan pengertian.     

Nusa mendengus. "Kata Reza sama Mario kalau bule itu cantik-cantik, kan nanti kalau kamu udah di London, otomatis semua orang di sana lebih dominan bule. Pasti ada salah satu yang kamu suka, gak mungkin enggak."     

Para cewek memang suka sekali mencari penyakit hati dengan cara berpikir yang seperti ini. Tapi mau bagaimana lagi? Over thinking itu tidak ada yang bisa mencegah kecuali diri sendiri.     

El menaikkan sebelah alisnya kala mendengar ucapan Nusa yang seperti itu. "Kalau emang suatu saat itu terjadi, lo boleh benci gue, lo boleh pukul gue pas gue udah balik ke Indonesia. Lakuin apapun yang bikin lo lega. Tapi kalau gue sama sekali gak begitu, lo harus janji sama gue kalau kita bisa saling percaya satu sama lain." ucapnya yang mulai berkata seperti ini untuk pengertian dengan apa yang dipikirkan ceweknya.     

"Tapi—"     

"Gak masalah kalau sekarang lo punya pikiran kayak gini, negatif terus ke gue, karena gue ngewajarin pikiran itu muncul karena ulah gue juga." ucap El lagi yang langsung memotong perkataan Nusa sebelum cewek tersebut mengatakan hal-hal negatif lainnya yang hanya sebuah dugaan saja, alias belum tentu terjadi.     

Nusa sedikit merasa tenang, namun ia bisa mengendalikan sisa dari pikiran negatifnya pada saat ini. Ia menganggukkan kepala sambil tersenyum kecil, setelah itu memilih untuk menjulurkan tangan, ia mengelus lengan El dengan perlahan dan penuh dengan kasih sayang. "Makasih ya udah jadi yang terbaik. Tapi yang terpenting itu pembuktian, gak cuma janji aja." ucapnya.     

"Iya, sejauh ini sama lo, gue gak pernah macem-macem. Lo liat DM gue penuh cewek, gue gk pernah bales, lagipula lo kan punya akun instagram gue di ponsel lo biar bisa lo pantau. Lo juga bisa pegang wa gue kalau lo mau," ucapnya yang panjang kali lebar seperti ini demi membangkitkan kepercayaan Nusa lagi.     

Nusa mengangguk-anggukkan kepalanya. "Iya bener, gak usah terlalu begitu sama aku ih. Wa kamu tetep jadi hal yang privasi bagi kamu, tapi kadang kalau aku ngecek kan juga kamu bolehin." balasnya.     

Merasa beruntung dengan hubungan El dan Nusa, sampai Reza berpikir kalau setiap hubungannya tidak pernah seperti itu. Memang nasib percintaan manusia itu sangat beraneka ragam, ya?     

"Jangan iri, kapan-kapan lo sama Priska bakalan kayak gitu." ucap Mario yang berbisik agar tidak mengganggu percakapan El dan juga Nusa.     

Reza menolehkan kepala sekilas ke arah Mario, lalu kembali menatap layar ponsel. "Iya, kapan-kapan ya selalu kapan-kapan, gak bakalan pernah kewujud deh kayaknya sih ya." balasnya yang juga tidak peduli dengan hal itu.     

Reza tidak pernah membayangkan perilaku romantis kepada Priska, namun ia membayangkannya kepada Alvira. Tidak ada posisi Priska di hidupnya, semua itu masih tentang Alvira, Alvira, dan Alvira. Seolah selamanya memang seperti itu, mungkin?     

"Ya udah kapan-kapan aja sama Alvira, itu kan yang lo mau dari dulu sampai sekarang? Dah gak usah di jawab, udah ketebak."     

…     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.