NITYASA : THE SPECIAL GIFT

94. Laboratorium Warisan



94. Laboratorium Warisan

0Profesor Mat Rudi adalah seorang ilmuwan yang selalu disibukkan dengan ambisi nya dalam mempelajari benda-benda bersejarah. Selain karena hobi, ia berharap suatu saat ia bisa menemukan teknologi baru dari pembelajaran sejarah ini.     

Hampir setiap malam ia harus meneliti banyak sekali barang-barang kuno. Baik itu berupa senjata kuno, perabotan, kitab, relief, artefak, dan barang-badang sejarah lainnya. Salah satunya adalah keris yang pada gagangnya bergambar daun pinus ini. Ia tidak tahu persis apa nama asli keris ini, ia hanya menamainya sendiri dengan julukan Keris Rengaspati. Karena memang benda ini ia beli pada seorang petani di sebuah desa bernama Rengaspati.     

Konon, petani tersebut menemukan keris itu ketika ia sedang membajak tanah ketika hendak menanam singkong. Profesor membeli keris itu dadi petani dengan harga 15 juta. Padahal, bagi orang yang mengerti kesakralan barang peninggalan sejarah, harganya akan lebih mahal bisa mencapai ratusan juta rupiah. Namanya orang desa, uang 15 juta sudah termasuk besar. Dan ada yang mau membeli saja untung daripada harus menyimpan benda yang tidak bisa dimakan.     

Sudah sejak lama Profesor Mat Rudi meneliti semua barang peninggalan sejarah. Salah satu yang paling ia inginkan untuk menggalinya lebih dalam adalah keris Rengaspati tersebut. Baginya ada begitu banyak nilai sakral yang tak terkira. Ada semacam godaan kuat ketika dirinya memandangi bilah keris tersebut. Ia seolah digiring untuk lebih punya hasrat mencari tahu asal usul keris ini dan apa kelebihannya.     

Dahulu, ketika ia masih kuliah S2, ia hobi sekali mencari-cari barang peninggalan sejarah seorang diri. Bahkan ia rela melanglang buana keliling pelosok. Beberapa penemuan barang lama sangat ia teliti, pola-pola temuannya bahkan seringkali membentuk benang merah. Pernah ia mencari-cari letak bangunan lama yang membawanya kepada tanah kosong jauh dari pemukiman. Ia bahkan menyembunyikan temuannya itu dari publik dan enggan melapor kepada pihak resmi.     

Pada satu ketika ia menggali sebuah lahan kosong seorang diri hingga tiga hari tiga malam. Dalam penggalian itu, ia menemukan beberapa dinding bangunan peninggalan kerajaan Tarumanegara yang terpendam di dalam tanah. Ia kemudian mencari siapa pemilik lahan kosong tersebut dan berniat membelinya. Namun, ketika itu sang pemilik enggan menjual tanahnya. Sehingga Profesor Mat Rudi terpaksa harus menawarkan dengan harga tinggi. Dan akhirnya lahan itu berhasil jatuh ke tangannya.     

Lahan kosong yang dimaksud inilah yang kini dibangun Laboratorium miliknya. Sekaligus letaknya di dalam rumah pribadinya. Bangunan-bangunan peninggalan itu sampai harus ia sembunyikan di bawah tanah. Ia membangun ruangan khusus di bawah tanah untuk merawatnya.     

Sementara itu, sesekali ia berselancar internet untuk mencari-cari informasi tentang temuan benda bersejarah. Biasanya internet yang ditelusuri ini adalah jaringan gelap atau Deep Web. Ia mencari-cari temuan artefak peninggalan sejarah, terutama peninggalan kerajaan jawa. Suatu ketika ia tidak sengaja menyaksikan video seorang pria yang selalu memamerkan kesaktian ketika tubuhnya kebal meski digorok senjata tajam, ditikam pisau, dan dibakar. Tubuh orang itu benar-benar kebal. Setiap hari pria itu mengunggah video baru dengan kegiatan yang sama. Entah kenapa Profesor Mat Rudi sangat tertarik menyaksikannya. Padahal itu tidak ada hubungannya dengan hobinya itu.     

Hingga pada suatu waktu, sebuah buku kitab kuno yang tergeletak pada meja dalam video itu mencuri perhatiannya. Lambang pada sampul buku itu seperti ia kenali. Yaitu lambang siluet daun pinus yang sama dengan lambang yang tercantum di gagang keris Rengasjati miliknya. Itulah awal ketertarikannya pada penelitian tentang kitab Buana Mapat ini.     

***     

"Fiz...,"     

"Iya, Pak."     

Profesor Mat Rudi mengenakan setelan jas formal,     

"Tolong jaga lab. Saya hari ini ada kelas. Nanti kamu tolong perhatikan komputer ini, kalau bar progresnya sudah selesai tinggal tekan enter aja ya..."     

"Baik, Pak."     

Profesor melirik, matanya memperhatikan ke arah meja di mana kitab Buana Mapat seperti berpindah tempat. Pahal semula ada di rak.     

"Itu kok bisa ada di meja?"     

"Eh, anu, Pak. Saya tadi iseng-iseng baca."     

"Oh, ya sudah nggak apa-apa, yang penting kamu cerna sebagai informasi saja, tidak perlu kamu macam-macam. Apalagi sampai mempraktekkan amalan di dalamnya."     

"Memangnya kenapa, Pak?"     

"Banyak hal yang masih berada di luar kendali kita. Intinya jangan macam-macam dengan buku itu, Ya..."     

"Iya, baik."     

"Ya sudah, saya pergi dulu."     

***     

Seperginya Profesor melangkah ke luar gerbang rumahnya, Hafiz justru semakin dibuat penasaran dengan isi Buana Mapat itu. Sejatinya manusia memang begitu, semakin dilarang semakin ingin tahu. Hafiz kini membuka kembali lembar demi lembar Kitab Buana Mapat. Ia berniat membacanya lagi serta menafsirkan isi-isi nya.     

Ada banyak sekali catatan tentang pelajaran hidup dan tuntunan budi luhur di dalamnya, namun semua itu terdengar cukup membosankan bagi Hafiz. Ia langsung membacanya dengan cara melompati halaman-halaman penting saja. Yaitu pada bagian amalan ajian beserta bacaan mantra dan rapalan.     

Sebuah ajian biasanya memerintahkan ritual-ritual tertentu bagi para penggunanya. Biasanya ritual ini berbentuk seperti tantangan berat yang harus dilaksanakan demi membersihkan diri. Seperti puasa, tirakat, semedi, tapa brata, atau syarat-syarat yang lebih ekstrim dari itu.     

Apa yang dilakukan Hafiz sebenarnya bisa dibilang nekat, rasa penasaran nya yang telah mengalahkan nuraninya. Seharusnya ini adalah hal yang dilarang, Profesor tidak akan mengizinkan Hafiz untuk melakukan hal ini. Namun yang terjadi justru Hafiz dengan tanpa rasa bersalah berusaha mempelajari apa yang tertulis pada buku tersebut.     

***     

(bersambung...)     

***     

Profesor Mat Rudi adalah seorang ilmuwan yang selalu disibukkan dengan ambisi nya dalam mempelajari benda-benda bersejarah. Selain karena hobi, ia berharap suatu saat ia bisa menemukan teknologi baru dari pembelajaran sejarah ini.     

Hampir setiap malam ia harus meneliti banyak sekali barang-barang kuno. Baik itu berupa senjata kuno, perabotan, kitab, relief, artefak, dan barang-badang sejarah lainnya. Salah satunya adalah keris yang pada gagangnya bergambar daun pinus ini. Ia tidak tahu persis apa nama asli keris ini, ia hanya menamainya sendiri dengan julukan Keris Rengaspati. Karena memang benda ini ia beli pada seorang petani di sebuah desa bernama Rengaspati.     

Konon, petani tersebut menemukan keris itu ketika ia sedang membajak tanah ketika hendak menanam singkong. Profesor membeli keris itu dadi petani dengan harga 15 juta. Padahal, bagi orang yang mengerti kesakralan barang peninggalan sejarah, harganya akan lebih mahal bisa mencapai ratusan juta rupiah. Namanya orang desa, uang 15 juta sudah termasuk besar. Dan ada yang mau membeli saja untung daripada harus menyimpan benda yang tidak bisa dimakan.     

Sudah sejak lama Profesor Mat Rudi meneliti semua barang peninggalan sejarah. Salah satu yang paling ia inginkan untuk menggalinya lebih dalam adalah keris Rengaspati tersebut. Baginya ada begitu banyak nilai sakral yang tak terkira. Ada semacam godaan kuat ketika dirinya memandangi bilah keris tersebut. Ia seolah digiring untuk lebih punya hasrat mencari tahu asal usul keris ini dan apa kelebihannya.     

Dahulu, ketika ia masih kuliah S2, ia hobi sekali mencari-cari barang peninggalan sejarah seorang diri. Bahkan ia rela melanglang buana keliling pelosok. Beberapa penemuan barang lama sangat ia teliti, pola-pola temuannya bahkan seringkali membentuk benang merah. Pernah ia mencari-cari letak bangunan lama yang membawanya kepada tanah kosong jauh dari pemukiman. Ia bahkan menyembunyikan temuannya itu dari publik dan enggan melapor kepada pihak resmi.     

Pada satu ketika ia menggali sebuah lahan kosong seorang diri hingga tiga hari tiga malam. Dalam penggalian itu, ia menemukan beberapa dinding bangunan peninggalan kerajaan Tarumanegara yang terpendam di dalam tanah. Ia kemudian mencari siapa pemilik lahan kosong tersebut dan berniat membelinya. Namun, ketika itu sang pemilik enggan menjual tanahnya. Sehingga Profesor Mat Rudi terpaksa harus menawarkan dengan harga tinggi. Dan akhirnya lahan itu berhasil jatuh ke tangannya.     

Lahan kosong yang dimaksud inilah yang kini dibangun Laboratorium miliknya. Sekaligus letaknya di dalam rumah pribadinya. Bangunan-bangunan peninggalan itu sampai harus ia sembunyikan di bawah tanah. Ia membangun ruangan khusus di bawah tanah untuk merawatnya.     

Sementara itu, sesekali ia berselancar internet untuk mencari-cari informasi tentang temuan benda bersejarah. Biasanya internet yang ditelusuri ini adalah jaringan gelap atau Deep Web. Ia mencari-cari temuan artefak peninggalan sejarah, terutama peninggalan kerajaan jawa. Suatu ketika ia tidak sengaja menyaksikan video seorang pria yang selalu memamerkan kesaktian ketika tubuhnya kebal meski digorok senjata tajam, ditikam pisau, dan dibakar. Tubuh orang itu benar-benar kebal. Setiap hari pria itu mengunggah video baru dengan kegiatan yang sama. Entah kenapa Profesor Mat Rudi sangat tertarik menyaksikannya. Padahal itu tidak ada hubungannya dengan hobinya itu.     

Hingga pada suatu waktu, sebuah buku kitab kuno yang tergeletak pada meja dalam video itu mencuri perhatiannya. Lambang pada sampul buku itu seperti ia kenali. Yaitu lambang siluet daun pinus yang sama dengan lambang yang tercantum di gagang keris Rengasjati miliknya. Itulah awal ketertarikannya pada penelitian tentang kitab Buana Mapat ini.     

***     

"Fiz...,"     

"Iya, Pak."     

Profesor Mat Rudi mengenakan setelan jas formal,     

"Tolong jaga lab. Saya hari ini ada kelas. Nanti kamu tolong perhatikan komputer ini, kalau bar progresnya sudah selesai tinggal tekan enter aja ya..."     

"Baik, Pak."     

Profesor melirik, matanya memperhatikan ke arah meja di mana kitab Buana Mapat seperti berpindah tempat. Pahal semula ada di rak.     

"Itu kok bisa ada di meja?"     

"Eh, anu, Pak. Saya tadi iseng-iseng baca."     

"Oh, ya sudah nggak apa-apa, yang penting kamu cerna sebagai informasi saja, tidak perlu kamu macam-macam. Apalagi sampai mempraktekkan amalan di dalamnya."     

"Memangnya kenapa, Pak?"     

"Banyak hal yang masih berada di luar kendali kita. Intinya jangan macam-macam dengan buku itu, Ya..."     

"Iya, baik."     

"Ya sudah, saya pergi dulu."     

***     

Seperginya Profesor melangkah ke luar gerbang rumahnya, Hafiz justru semakin dibuat penasaran dengan isi Buana Mapat itu. Sejatinya manusia memang begitu, semakin dilarang semakin ingin tahu. Hafiz kini membuka kembali lembar demi lembar Kitab Buana Mapat. Ia berniat membacanya lagi serta menafsirkan isi-isi nya.     

Ada banyak sekali catatan tentang pelajaran hidup dan tuntunan budi luhur di dalamnya, namun semua itu terdengar cukup membosankan bagi Hafiz. Ia langsung membacanya dengan cara melompati halaman-halaman penting saja. Yaitu pada bagian amalan ajian beserta bacaan mantra dan rapalan.     

Sebuah ajian biasanya memerintahkan ritual-ritual tertentu bagi para penggunanya. Biasanya ritual ini berbentuk seperti tantangan berat yang harus dilaksanakan demi membersihkan diri. Seperti puasa, tirakat, semedi, tapa brata, atau syarat-syarat yang lebih ekstrim dari itu.     

Apa yang dilakukan Hafiz sebenarnya bisa dibilang nekat, rasa penasaran nya yang telah mengalahkan nuraninya. Seharusnya ini adalah hal yang dilarang, Profesor tidak akan mengizinkan Hafiz untuk melakukan hal ini. Namun yang terjadi justru Hafiz dengan tanpa rasa bersalah berusaha mempelajari apa yang tertulis pada buku tersebut.     

(bersambung...)     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.