NITYASA : THE SPECIAL GIFT

70 Gadis-Gadis Terlatih 3



70 Gadis-Gadis Terlatih 3

0Hampir saja Nyai Senandung Wulan melompat turun untuk menolongnya. Namun, Nyai Rangkih menahannya, dia tersenyum seolah tahu di bawah sana dia akan baik-baik saja. Semua sudah diperhitungkan sebelumnya oleh Nyai Rangkih. Dara Kaliloka yang memang sudah berada di bawah, langsung sigap menangkap Dara Lahita. Itulah kenapa dia berada di bawah sana, memang tujuannya untuk memastikan keselamatan Dara Lahita. Ketika tariannya berhenti, dia pasti akan kehilangan keseimbangan sehingga akan mudah baginya untuk jatuh. Apalagi lokasi pertarungan yang sangat dekat dengan tebing.     

Dara Kaliloka kemudian memanjat tebing air terjun melawan arusnya yang kuat. Sambil menggendong Dara Lahita serta tak henti memainkan musik kecapinya, sehingga derasnya air terjun mampu ia tundukkan. Kini dia telah sampai di atas. Dia menepi untuk meletakkan tubuh Lahita yang pingsan. Kembali dia ke tengah aliran sungai yang menjadi arena latihan pertarungan. Dia melenguh sejenak meletakkan musik kecapinya.     

Saga masih dalam kondisi menutup mata tanpa tahu apa yang terjadi. Dia membuka penutup matanya itu ketika menyadari musik petikan kecapi telah berhenti. Memang dilihatnya, Kaliloka sudah meletakkan alat musik kecapinya. Dari dalam kembennya, dia mengambil sebuah alat musik lain yang berbentuk seperti harmonika. Itu adalah alat musik tiup.     

Nyai Senandung Wulan serta yang lainnya meraih sebuah logam kecil khusus pada masing-masing pakaiannya. Logam itu berfungsi untuk menutup kedua telinganya. Suara alat musik tiup itu akan memecahkan semua gendang telinga yang mendengarnya. Saga Winata menghela napas seolah bersiap menerima hal yang mengejutkannya lagi.     

Dara Kaliloka adalah gadis tuna wicara dan tuna rungu. Dia jarang bisa berkomunikasi dengan yang lainnya kecuali menggunakan bahasa isyarat. Dia ditemukan di aliran Sungai Loka di sekitar kaki Gunung Slamet. Entah apa yang membuatnya dibuang oleh orang tuanya. Kemungkinan anak itu juga merupakan hasil dari hubungan gelap.     

Namun menurut berita yang beredar, ada seorang ibu di desa lereng Slamet yang sengaja membuang bayinya demi menyelamatkannya dari amukan para prajurit Gelang-Gelang yang saat itu sedang mengungsi dari Kediri ke lereng Slamet. Mereka membakar desa-desa yang dianggap menolak kedatangan mereka. Tak ada cara lain untuk menyelamatkan bayi itu selain menghanyutkannya di aliran sungai Loka. Sungai itu cukup tenang dengan arus yang tak terlalu deras.     

Banyak terjadi ledakan besar di pemukiman desa yang menjadi sasaran amukan para prajurit Gelang-Gelang tersebut. Sehingga membuat gendang telinga yang mendengarnya langsung pecah jika berada di dekatnya. Dara Kaliloka termasuk yang beruntung karena selamat dari ledakan itu. Padahal seluruh penduduk desa di situ telah habis dibantai oleh para tentara kejam tersebut.     

Seseorang yang menemukan bayi itu merasa tak bisa merawatnya karena tidak yakin bisa memenuhi kebutuhannya. Kondisi miskin membuatnya ragu untuk mengasuh anak itu. Kemudian orang itu menyerahkannya kepada Nyai Rangkih yang dianggap mampu mengurus bayi karena memang dirinya adalah seorang dukun bayi.     

Alat musik tiup itu ditemukan beserta dirinya di dalam keranjang bayi ketika hanyut. Sejak itulah Nyai Rangkih yang memang tinggal bersama Nyai Senandung Wulan mengajarinya memainkan alat musik. Hingga mampu mengkombinasikan permainan musik dengan jurus-jurus silat kanuragan. Kaliloka menamai beberapa banyak alat musik andalannya. Termasuk alat tiup ini yang dia beri nama Nadasuri     

Kini alat Nadasuri dimainkannya hingga membuat Saga terpaksa menutup telinganya kuat-kuat dengan kedua tangannya. Jangankan melawan, mengalihkan pikiran untuk menciptakan gerakan-gerakan silat saja dirinya tak mampu. Dirinya mengerang karena telinganya merasa sangat kesakitan.     

"Cukup...!!!" teriaknya memohon. Bahkan telapak tangannya yang sudah menutup telinga rapat-rapat masih tak bisa meredam bunyi-bunyian itu. Kepalanya bergetar dahinya menonjol urat-urat kepala berwarna kehijauan. Gigi gerahamnya gemeretak saling menggigit kuat. Kesempatan itulah yang dimanfaatkan Kaliloka untuk menendang dadanya hingga terpental jauh.     

Tangannya masih memegangi alat musik itu. Suara nyaringnya bahkan mampu membuat burung-burung beterbangan, Serangga hutan semakin membunyikan suara tak beraturan. Angin yang semula hanya sepoi-sepoi berubah menjadi badai. Hujan deras pun turun tiba-tiba. Saga masih tergeletak tak berdaya. Dari lubang telinganya mengalir darah, sepertinya ada bagian dalam telinganya yang terluka. Mulutnya juga mengeluarkan darah segar akibat bagian dalam tubuhnya terkena tendangan yang dialiri tenaga dalam.     

Kaliloka menghentikan musiknya itu. Kemudian dilangkahinya tubuh Saga Winata. Dia berjalan ke tepi seolah sudah merasa menang telah mengalahkan Saga. Nyai Rangkih menghampiri Saga berusaha menolongnya. Sementara Nyai Senandung Wulan menghampiri Dara Kaliloka karena tersenyum bangga. Rupanya dibalik kekurangannya itu, justru ada kelebihan yang tak dimiliki seorang Dara yang lain. Saga Winata mampu jatuh dibuatnya.     

Memang, untuk gadis yang satu ini bisa sangat mampu melumpuhkan Saga Winata. Meskipun secara gerakan silat masih kalah jauh, namun kelebihannya ada pada alat-alat musik yang dimainkan. Dia bisa mengecoh siapa saja yang menjadi lawannya. Saga merasa pasrah karena memang tubuhnya sudah terlalu lelah untuk melanjutkan pertarungan.     

"Ayo, Bangun Saga." Nyai Rangkih memapah tubuh Saga yang sudah sangat basah kuyup karena hujan dan tubuhnya yang terjatuh di aliran sungai.     

"Mereka luar biasa," puji Saga sembari tersenyum. Baru tiga orang gadis yang Saga lawan. Dia hanya mampu mengalahkan dua orang. Yaitu Dara Jenar dan Dara Lahita. Sementara Dara Kaliloka tak mampu ia kalahkan. Bahkan dia harus kalah dan jatuh tak berdaya. Masih ada empat orang gadis lagi yang belum tahu bagaimana kemampuannya. Bisa jadi mereka lebih hebat dari Dara Kaliloka.     

"Kenapa dan untuk apa mereka semua dilatih kanuragan sebegitu hebatnya?" tanya Saga kepada Nyai Rangkih. Dia kini sedang merebahkan tubuhnya. Nyai Rangkih memberikan sebuah ramuan obat yang digunakan untuk mengobati luka dalamnya dengan cara dioleskan ke dada. Mereka kembali pada sebuah bilik di dalam gubuk milik Nyai Rangkih di tepi sungai.     

"Sudah nanti saja bicaranya. Sekarang obati dulu luka dalam mu." Nyai Rangkih masih mengoles-oleskan ramuan pada dadanya. "Sekarang duduk lah dan menghadap ke dinding."     

Saga bangkit untuk duduk bersila, wajahnya masih meringis-ringis kesakitan. Dia melakukan sikap duduk yang sama seperti yang disuruh oleh nenek tua itu. Kemudian dia merasakan hawa panas yang tiba-tiba semakin kuat. Tubuhnya seperti terbakar, darahnya seolah mendidih. Rupanya tangan Nyai Rangkih melakukan transfer energi yang membuat hawa panas mengalir ke tubuh Saga. Dia pun meraung-raung kepanasan.     

"Arrrgghh Panas...!!!"     

"Ini akan membuat tubuhmu cepat meresap ramuannya. Kamu akan sembuh dengan cepat." Nyai Rangkih masih seolah memasak bagian dalam tubuh Saga dengan tangannya. Tidak ada bara api yang keluar, hanya saja dari tangannya muncul kepulan asap kecil. Memang pada akhirnya akan panas sekali hawa yang ditimbulkan.     

Seorang gadis dengan kulit hitam legam namun berbibir manis datang memasuki bilik dengan membawakan beberapa ramuan tambahan.     

"Ini, Nek," kata Gadis itu meletakka sebuah cobek berisi dedaunan obat.     

"Lekas ambilkan aku daun serai, Dara Cemani!"     

"Baik, Nek."     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.