NITYASA : THE SPECIAL GIFT

182. Kura-Kura Emas



182. Kura-Kura Emas

0Tentu saja melihat kemampuan gerakan silat luar biasa dari seorang anak remaja membuat Ki Banyak Winata tertarik untuk menjadikannya salah satu dari pasukan anak buahnya. Maka ketika itu ia pun membujuk Sukmaraga supaya mau turut serta dalam kelompoknya.     

Karena bagi Sukmaraga, kegiatan perampokan adalah sebuah kejahatan, maka ia pun menolak. Namun ketika Ki Banyak Winata menjelaskan bahwa apa yang mereka rampok adalah orang-orang kaya yang tidak mau menyisihkan hartanya untuk orang miskin, maka ia pun terkesima dengan prinsip Ki Banyak Winata.     

Meskipun pada dasarnya, hasil rampokan Ki Banyak Winata hanya digunakan untuk memperkaya dirinya sendiri, namun Sukmaraga tetap terbujuk pada akhirnya. Ia pun berniat suatu saat akan menjadi pelopor aturan baru dalam kelompok tersebut bahwa hasil rampokan sebagian besar harus dibagikan kepada orang-orang yang membutuhkan.     

Setelah sekian lama Sukmaraga turut menjadi anak buah Ki Banyak Winata, akhirnya ia pun diangkat sebagai pemimpin karena dilihatnya kemampuan bertarung dan kepemimpinan yang lebih baik daripada para anak buahnya yang lain. Saat itu Ki Banyak Winata memang sudah tua dan waktunya untuk beristirahat sembari menikmati harta yang pernah ia dapat dari jerih payah merampok. Ia pun kemudian pindah ke Kota Majinang di mana di situ adalah tempat yang jauh dari wilayah kekuasaan rampokannya sehingga tidak ada yang mengenalnya. Saat itu Sukmaraga dinobatkan sebagai pemimpin, dengan turut menyandang nama baru yaitu Saga Winata.     

Semenjak Winata dipimpin Saga, setiap hasil rampokan sebagian besarnya dipakai untuk membagi-bagikannya kepada masyarakat yang membutuhkan. Namun, beberapa anak buah ada yang tidak sependapat, bagaimana mungkin hasil rampokan yang telah susah payah ia raih harus dibagi-bagikan lagi ke orang lain? Maka mereka yang tidak setuju itu diam-diam menguntit beberapa hasil rampokan yang kemudian di simpan di gudang penyimpanan harta rampasan yang tersebar di sepuluh daerah.     

Mengenai gudang itu, hanya Ki Banyak Winata dan para anggota lama saja yang tahu. Sementara Saga Winata sendiri justru tidak tahu tentang keberadaan gudang tersebut. Lagipula setiap ia mendapat harta rampokan biasanya selalu langsung dibagikan ke masyarakat miskin.     

Kini dalam keadaan terpuruk semenjak kelompoknya tercerai-berai, Saga Winata berusaha meminta bantuan Ki Banyak Winata, bekas guru nya itu. Ia pergi ke Kota Majinang untuk menemui beliau. Bagaimana kabar beliau sekarang ia benar-benar tidak tahu, tetapi ia pernah diberitahu tentang alamat tempat tinggalnya yang menurut gurunya itu, dia tinggal bertetangga dengan rumah Walikota.     

Di Kota Majinang, ia mencium aroma tidak sedap sejak memasuki perbatasan kota. Kanal-kanal yang airnya sudah menghitam itu adalah penyebabnya. Sungguh bau yang sangat busuk. Ia melajukan kuda semakin cepat. Untung saja mulut dan hidungnya tertutup kain sehingga bau busuknya sedikit tersaring meskipun itu tetap saja membuatnya tidak nyaman, sementara caping hitam masih menutupi kepalanya.     

Di jalan tepian kanal, sebetulnya ia menyaksikan seseorang yang sangat ia kenali. Ada tiga orang dengan penampilan yang berbeda-beda berpapasan dengannya. Ia hanya mengenal yang dua sementara yang satu seorang remaja berpakaian serba putih itu entah siapa. yang satu seorang pria tua berjenggot lebat dan rambut gondrong. Wajahnya brengosan tidak ada aura ketenangan sekalipun. Ia adalah seorang saingan utamanya dalam merampok. Yaitu Ki Menyawak. Kemudian yang satunya lagi si pria berpakaian pendekar yang pernah hampir membunuhnya di Pakembangan. Siapa lagi kalau bukan Jayendra.     

Namun karena Saga Winata tidak menunjukkan wajah akibat penampilan yang begitu rapat, maka mereka pun tidak menyadari kehadirannya. Saga semakin mempercepat laju kudanya agar mereka tidak diberi kesempatan untuk memandang terlalu lama sehingga menyadari keberadaannya.     

Namun, tetap saja baginya timbul pertanyaan, untuk apa Jayendra berada di sini? Apakah dia sudah menebak kalau nantinya Saga Winata akan berkunjung kemari? Jangan-jangan ia sudah menemui Ki Banyak Winata?     

Yang jadi pertanyaan besarnya lagi adalah, untuk apa Jayendra bersama dengan Ki Menyawak? Apakah sudah sebegitu putus asanya Jayendra sampai-sampai mengajak seorang kriminal untuk berada di pihaknya dalam mencari keberadaan Saga Winata itu sendiri?     

Bahkan ia sempat curiga bahwa orang yang memfitnah Saga Winata membantai anak-anak perguruan Wana Wira adalah Ki Menyawak. Sebab, ketika wilayah rampok Saga Winata yang berada di Lembah Gampit ditinggalkan, maka Kelompok Ki Menyawak yang kemudian mengambil alih wilayah tersebut.     

Namun, kecurigaan nya itu belum terlalu kuat karena belum ditemukan ada bukti yang jelas baginya. Ia tetap berlanjut mencari rumah gurunya. Ketika memasuki pemukiman, ia bertemu dengan seorang pria tua yang mencangkul tanah gembur di halaman rumahnya. Ketika itu ia menuruni kudanya untuk bertanya secara sopan.     

"Sampurasun..." Saga Winata mengucapkan salam, ia membungkuk memberi hormat. Memang Saga adalah orang yang sangat menghargai kaum rakyat jelata semacam pria yang ada di depannya ini.     

"Rampes...," jawab pria tua itu seketika menghentikan kegiatan mencangkulnya. Ia kemudian berdiri tegak dari posisi semula yang membungkuk karena mencangkuli tanah. Ia berbalik badan menghadap ke Saga Winata.     

"Maaf , Ki Sanak. Di mana rumah Walikota?" tanya Saga secara sopan. Pria tua itu seperti menatap sinis ke arah Saga.     

"Ki Sanak ini dari mana?" tanya Pria tua itu.     

"Saya dari Pakembangan," jawab Saga.     

"Rumahnya ada di ujung jalan sana, tetapi Walikota sedang tidak ada di sini,"     

"Kalau boleh tahu, di mana beliau?" tanya Saga Winata lagi. Ia hanya penasaran dengan keberadaan Walikota. Meskipun dia tidak perlu menemuinya. Karena urusannya bukanlah bersama beliau.     

"Sebaiknya Ki Sanak tidak perlu tahu, kemarin juga ada orang-orang dari Kotaraja Saunggalah yang mencari beliau dan menemuinya, tetapi kemudian mereka kembali lagi dengan perasaan kecewa." Pria tua itu kembali melanjutkan kegiatan mencangkulnya. Ia seolah mengusir Saga secara halus. Ingin Saga untuk segera pergi dari tempat itu.     

"Ya sudah kalau begitu," Saga menghela napas panjang. "Lalu di mana rumah Ki Banyak Winata?" tanya Saga Winata lagi. Kemudian pria tua itu kembali bangkit menegakkan badan dan berpaling ke arah Saga.     

Dengan penuh penekanan ia berkata, "Ki Sanak ini sebenarnya mau cari siapa? Walikota atau Ki Banyak Winata?"     

"Sebenarnya saya mencari Ki Banyak Winata, saya menanyai rumah Walikota karena menurut beliau lokasinya berdekatan," ujar Saga menerangkan     

"Kalau Ki Banyak Winata ada. Rumahnya di dekat lumbung padi di kanan jalan," Pria tua itu menunjuk-nunjuk ke jalanan mencoba mengarahkan ke arah rumah Ki Banyak Winata. "Tetapi lebih baik tidak usah ditemui. Nanti Ki Sanak bisa tertular."     

"Tertular?" tanya Saga heran. Apa maksud dari tertular? Apakah gurunya itu sedang sakit atah bagaimana.     

"Beliau sudah setahun ini mengidap penyakit langka, kulit tubuhnya sangat menjijikan dan baunya busuk."     

"Baik kalau begitu, terima kasih, Ki Sanak."     

"Sama-sama."     

Saga menaiki kudanya kembali, ia kemudian menuju ke lokasi yang telah diberitahu oleh pria tua itu. Baru beberapa meter, bau busuk sudah tercium. Di situlah ia menemukan rumah besar di dekat lumbung padi namun dengan kondisi yang sangat kotor dan jorok. Ia kemudian memasuki rumah itu dengan memaksakan diri. Tangannya masih meminjat hidungnya sendiri meskipun sudah ditutupi kain cadar, namun masih terasa menyengat baunya itu.     

(Bersambung...)     

***     

NITYASA : THE SPECIAL GIFT     

Adalah Novel karya SIGIT IRAWAN dengan latar KERAJAAN GALUH pada masa abad 13 masehi. Novel ini telah menjadi Novel digital dengan genre fiksi sejarah pertama di Webnovel.     

Tentu author sangat bangga atas penobatan sebagai novel fiksi sejarah pertama. author berharap NITYASA : THE SPECIAL GIFT akan mampu menjadi pelopor bagi novel sejenis yang lainnya. Semoga semakin banyak genre FIKSI SEJARAH di webnovel ini.     

Sebab, pengetahuan akan sejarah bangsa sendiri sangatlah penting di era milenium seperti sekarang. Meskipun ada embel-embel fiksi, sejatinya genre sejarah mempunyai ruh sendiri dalam membawa kisah-kisah klasik yang sesuai dengan kondisi pada zaman yang diceritakan tersebut. Paling tidak dengan mengkombinasikan sejarah nyata dengan fiksi, mampu membuat sejarah tidak terasa membosankan, justru akan terlihat menyenangkan.     

SALAM WINATA... SALAM KEBEBASAN     

Saga Winata yang bernama asli Sukmaraga ini adalah seorang anak Tumenggung Aria Laksam. Ia tidak pernah menyangka bahwa hidupnya kini terpaksa harus terlunta-lunta karena menjadi buronan Kerajaan yang menjadi tempat ayahnya mengabdi.     

Semula ia hanyalah seorang anak remaja yang merasa terkekang dengan kehidupan sebagai seorang anak pejabat. Maka ia pun nekat mencari jati diri dan kehangatan di dunia luar. Ia menjadi sangat liar karena bertualang sendirian menjadi seorang pendekar yang ingin menolong siapa saja yang membutuhkan.     

Pada saat ia melihat banyak sekali warga desa yang kelaparan akibat musim paceklik panjang, pihak kerajaan justru tak henti-hentinya meminta upeti. Di saat itulah hatinya tergerak untuk menolong mereka yang membutuhkan. Ia menjadi begitu sinis melihat orang-orang berharta yang tidak mau berbagi kepada rakyat kecil, terutama ayahnya sendiri.     

Pernah suatu hari ia nekat mencuri beberapa kantung emas dan permata di gudang penyimpanan barang berharga milik ayahnya, namun pada akhirnya ia ketahuan. Ia kepergok oleh Ayahnya sendiri sehingga dia harus dihukum. Karena saat itu ia masih remaja, maka ayahnya pun tidak terlalu memberikan hukuman berat, melainkan hanya disuruh berjemur di atap rumah selama seharian saja.     

Ia berdalih mencuri harta ayahnya itu untuk membeli kuda, karena ia ingin belajar berkuda. Karena Ayahnya yang berhasil dikelabui, beliau pun percaya dengan pengakuan palsu Sukmaraga remaja. Dibelikannya kuda setelah peristiwa itu supaya ia bisa belajar berkuda.     

Setelah ia mahir menggunakan kuda, pengembaraannya menjadi semakin jauh, hingga seringkali ia tidak pulang ke rumah selama berminggu-minggu. Dalam pengembaraan itulah ia bertemu dengan seorang perampok bernama Ki Banyak Winata yang saat itu masih menjadi pemimpin dari kelompok Begal Winata.     

Dalam satu peristiwa, Sukmaraga merasa harus menghentikan kegiatan perampokan itu karena ia menganggap mereka hanyalah benalu bagi para saudagar yang ingin menjalankan perekonomian di Tanah Jawa. Sikapnya yang dianggap sebagai sok jagoan itulah yang membuat Ki Banyak Winata geram. Ia kemudian bertarung melawan Sukmaraga yang saat itu kekuatannya sudah boleh diperhitungkan karena hasil dari latihan kanuragan dengan ayahnya yang seorang Tumenggung.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.