NITYASA : THE SPECIAL GIFT

166. Penafsiran abal-abal



166. Penafsiran abal-abal

0Kerajaan Galuh Purba bertahan hingga abad ke-6 M dengan wilayah kekuasaan yang meliputi daerah Indramayu, Cirebon, Brebes, Tegal, Pemalang, Bumiayu, Banyumas, Cilacap, Purbalingga, Banjarnegara, Kebumen, Kedu, Kulonprogo dan Purwodadi.     

Berdasarkan prasasti Bogor, pamor kerajaan Galuh Purba sempat mengalami penurunan saat Dynasti Syilendra, di Jawa Tengah, mulai berkembang. Pusat kota Kerajaan Galuh Purba sempat dipindah ke Kawali (dekat Garut). Di sini, kerajaan pertama di Jawa Tengah itu mengganti namanya menjadi Kerajaan Galuh Kawali. Inilah zaman kemunduran Kerajaan Galuh Purba.     

Pada saat itu, di wilayah timur berkembang Kerajaan Kalingga yang konon merupakan kelanjutan dari Kerajaan Galuh Kalingga, sebuah Kerajaan di wilayah Galuh Purba.     

Sedangkan di wilayah barat berkembang Kerajaan Tarumanegara yang merupakan kelanjutan dari Kerajaan Salakanegara. Pada saat Purnawarman menjadi Raja Tarumanegara, kerajaan Galuh Kawali berada di bawah Kerajaan Tarumanegara.     

Kerajaan Galuh inilah yang kemudian berkembang menjadi Kerajaan Pajajaran, di Jawa Barat. Untuk melestarikan keturunannya, masing-masing keturunan Kerajaan Galuh melangsungkan perkawinan. Hasil perkawinan itulah yang melahirkan raja-raja Jawa.     

Jejak kebesaran Kerajaan Galuh ini bisa dilihat dari kajian bahasa E.M. Uhlenbeck tahun 1964, dalam bukunya: "A Critical Survey of Studies on the Languages of Java and Madura" yang menyatakan, bahasa keturunan Galuh Purba masuk ke dalam rumpun basa Jawa bagian kulon atau Bahasa Jawa Ngapak-ngapak (atau Banyumasan).     

Wilayah yang menggunakan bahasa Banyumasan adalah sub dialek Banten lor, sub dialek Cirebon/Indramayu, sub dialek Tegalan, sub dialek Banyumas, dan sub dialek Bumiayu (peralihan Tegalan karo Banyumas).     

Pada Babad Pustaka Rajya-Rajya i Bhumi Nusantara (tulisan Pangeran Wangsakerta dari Cirebon) menyatakan bahwa 3 wangsa yang berkembang pada abad VII - VIII adalah Wangsa Kalingga, Wangsa Sanjaya dan Wangsa Sailendra, yang juga ada dengan tulisan Fruin-Mees: Geschiedenis van Java , 1919, halaman 16-20.     

Yang berarti bahwa Kerajaan Galuh Kalingga yang sebelumnya merupakan bagian kerajaan Galuh Purba, maka akan berkembang pesat dan pamornya mengalahkan Kerajaan Galuh Purba. Apalagi setelah pusat kerajaan Galuh Purba berpindah ke Garut - Kawali (Prasasti Bogor) dan menjadi bawahan Kerajaan Tarumanegara pada masa pemerintahan Purnawarman (395-434 M).     

Kerajaan Tarumanegara     

Abad IV - Abad VII     

Kerajaan ini di Jawa bagian barat, dan beri-beri di Sundapura (Bekasi), dan merupakan kelanjutan dari kerajaan Salaknegara (130 - 362 M). Kerajaan ini adalah kerajaan Hindu tertua di pulau Jawa yang beralirah Hindu Wisnu. Menurut sejarah bahwa kekuasaan hanya di sekitar Banten, Jakarta, Bogor dan Bekasi namun luas pengaruhnya hingga daerah Tegal (Galuh Kumara), Banyumas (Galuh Purba) dan Bagelan.     

Kerajaan Galuh-Kawali     

Abad III - Abad VI     

Kerajaan Galuh Purba berpindah ke Garut - Kawali (Prasasti Bogor) dan menjadi bawahan Kerajaan Tarumanegara pada masa pemerintahan Purnawarman (395 - 434 M).     

Keturunan Galuh Kawali banyak yang kawin dengan keturunan kerajaan Kalingga, sehingga menyebabkan raja-rajanya banyak keturunan kerajaan kalingga. Setelah pusat kerajaan di pidah ke Garut, pengaruh kebudayaan makin lama pudar dan berganti pengaruh dari kerajaan kalingga.     

Kerajaan Tarumanegara mulai pudar pada masa pemerentahan Prabu Tarusbawa 669 M, dan Kerajaan Galuh - Kawali sudah menjadi Kerajaan yang kuat dan banyak dari keturunannya yang kawin dengan keturunan kerajaan Kalingga. Sehingga Raja Galuh Wretikandayun berani meuntuk kekuasaan dari Kerajaan Tarumanegara. Raja Galuh Wretikandayun menjadi Raja Galuh yang merdeka, waktu Prabu Tarusbawa mewariskan tahta Tarumanegara lewat Putri Manasih, istrinya (putri pertama Prabu Linggawarman). Tarumanegara kemudian menjadi kerajaan Sunda dan memindahkan pusat pemerentahan ke Sundapura agar pamornya naik lagi, namun ini menjadi alasan Wretikandayun untuk mendukung Kerajaan Galuh - Kawali menjadi Kerajaan Galuh, dan meminta dukungan Kerajaan Kalingga (Kerajaan Besan).     

Wilayah Kerajaan Galuh antara Sungai Citarum dan Sungai Cipamali sebelah barat gunung Slamet. Jadi kemungkinan wilayah selatan gunung Slamet merupakan wilayah Kerajaan Kalingga.     

Kerajaan Kalingga - Mataram Kuna     

Abad V - Abad IX     

Kerajaan Kalingga atau Kerajaan Ho-ling merupakan kerajaan Budha yang di pimpin oleh Ratu Sima atau Putri Maharani Shima (tahun 674 M) salah satu pendirinya merupakan keturunan dari Negara bagian Orrisa di India.     

Setelah Maharani Shima meninggal di tahun 732 M, Sanjaya menggantikan buyutnya dan menjadi raja Kerajaan Kalingga Utara yang kemudian disebut Bhumi Mataram, dan kemudian mendirikan Wangsa Sanjaya di Kerajaan Medang. Kerajaan Kalingga (Budha) berubah menjadi Medang (Hindu beraliran Siwa) yang dipimpin Raja Sanjaya atau Rakai Mataram pada Tahun 732 M (Prasasti Canggah), ibukota Kerajaan berada di Medang Kemulan. Candi-candi Siwa (Hindu) di Dieng Banjarnegara dibangun pada masa ini.     

Menurut teori van Naerssen, pada masa pemerintahan Rakai Panangkaran (tempat tinggal sekitar tahun 770-an), kekuasaan atas Medang dikuasai dan direbut oleh Wangsa Sailendra yang beragama Buddha Mahayana. Mulai saat itu Wangsa Sailendra memerintah di Pulau Jawa, bahkan berhasil pula menguasai Kerajaan Sriwijaya di Pulau Sumatra. Pada tahun 778 Candi Kalasan (Budha) di bangun untuk menghormati dewi Tara. Juga mahakarya terbesar Borobudur yang di perkirakan dibangun antara 750M dan selesai dibangun pada masa pemerintahan raja Samaratungga (812-833).     

Sampai akhirnya, sekitar tahun 840-an, seorang keturunan Sanjaya bernama Rakai Pikatan berhasil menikahi Pramodawardhani putri mahkota Wangsa Sailendra. Berkat perkawinan itu ia bisa menjadi raja Medang, dan memindahkan istananya ke Mamrati di daerah Kedu.     

Menurut teori van Bammelen Letusan Merapi yang dahsyat menyebabkan pusat kerajaan Medang pindah ke Jawa Timur.     

Antara abad sembilan hingga duabelas, tidak ada catatan sejarah yang menerangkan tentang daerah selatan Gunung Slamet. Baru setelah kebangkitan Majapahit yang pernah mencapai masa keemasan dengan menguasai seluruh Jawa, yang berarti bahwa wilayah Gunung Slamet bagian selatan merupakan wilayah kekuasaannya juga.     

GUNUNG PADANG     

Berdasarkan makalah yang ditulis oleh Irvan Setiawan di Kemendikbud, dikatakan dalam salah satu peristiwa bahwa seorang bernama Ajar Sukaresi, seorang pandita sakti, tengah diuji kesaktiannya oleh Raja Bojong Galuh untuk menerka apakah perut buncit dari sang anak raja yang bernama Nyai Ujung Sekarjingga, tersebut apakah hamil dan jenis kelamin dari sang bayi yang tengah dikandungnya.     

Perut buncit yang ternyata diketahui oleh Ajar Sukaresi tersebut sebagai sebuah kuali kemudian berkat kesaktiannya mampu diubah sehingga menjadi sebuah kehamilan yang benar-benar terjadi.     

Ajar Sukaresi kemudian menjawab bahwa memang perut buncit tersebut adalah sebuah kehamilan dan anak yang tengah dikandung adalah dari jenis kelamin laki-laki.     

Ternyata, setelah pakaian Nyai Ujung Sekarjingga dibuka benar hamil. Sang raja kemudian murka karena merasa sangat malu. Upaya membunuh Ajar Sukaresi kemudian direncanakan dan dilaksanakan dan berakhir dengan kegagalan.     

Untuk menghormati sang raja, Ajar Sukaresi kemudian rela untuk dibunuh. Dengan tubuh penuh luka, Ajar Sukaresi berupaya untuk menuju ke pertapaannya di Gunung Padang.     

Gunung Padang kembali diceritakan dalam sejarah Kerajaan Galuh Purba, yaitu rasa malu yang sangat dari sang raja saat sang jabang bayi lahir dan diberi nama Ciung Wanara membuat keinginan untuk membunuh cucunya sendiri.     

Sang patih yang ditugaskan untuk membunuh Ciung Wanara tidak tega. Sang patih kemudian menaruh Ciung Wanara dan sebutir telur ayam dalam sebuah wadah dan menghanyutkannya ke sungai.     

Ciung Wanara kemudian ditemukan oleh sepasang suami isteri dan dirawat hingga remaja sementara sebutir telur ayam yang dihanyutkan bersama Ciung Wanara kemudian dieramkan oleh seekor naga sakti bernama Nagawiru di Gunung Padang hingga menetas menjadi seekor ayam jantan.     

Kata "Gunung Padang" juga terkait dengan perjalanan Prabu Galuh yang lengser dan kemudian digantikan oleh patihnya bernama Aria Kebondan. Prabu Galuh yang telah lengser kemudian menjadi seorang pertapa di Gunung Padang.     

Singkat cerita, dalam Wawacan Sajarah Galuh ditemukan tiga sosok terkait dengan Gunung Padang, yaitu Ajar Sukaresi, Ayam Jantan, dan Prabu Galuh. Oleh karena itu, bahwa Kerajaan Galuh menjadi bagian dari alur perjalanan sejarah Kerajaan Sunda yang mengkaitkan dan mengikatkan diri dengan keberadaan Gunung Padang.     

Di sebelah Penyambungan Ayam ada tumpukan batu yang disebut Sanghiyang Bedil atau tempat penyimpanan senjata, kemudian ada situs batu lambang peribadatan, sumber mata air Citeguh dan Cirahayu, makam Adipati Panaekan, Pamangkonan, batu Panyandaan tempat istirahat Ibu Ciung Wanara, dan Patimuan Leuwi Sipatahunan, tempat bayi Ciung wanara dibuang ke sungai Citanduy.     

Siapa raja Galuh Purba ini? Dia adalah Prabu Adimulya Sanghyang Cipta Permana. Dia digunakan sebagai raja Galuh Purba pada sekitar abad ke-7. Dia memiliki dua permaisuri, yakni: Dewi Naganingrum yang melahirkan Ciung Wanara dan Dewi Pangrenyep yang melahirkan Hariang Banga. Kelak Ciung Wanara melahirkan kebudayaan Sunda, sementara Hariang Banga melahirkan kebudayaan Jawa.     

Kedua pangeran itu terlibat dalam perang untuk menguasai bumi Jawa, tanpa pemenang dan tanpa ada yang kalah, sehingga kekuasaan mereka dibelah. Ciung Wanara menguasai tataran Sunda yang termasuk wilayah Jawa Barat, sementara Hariang Banga memerintah kerajaan di sebelah timur, yang termasuk Jawa Timur dan Jawa Tengah.     

Legenda itu diabadikan dalam kidung-kidung Sunda, sementara di Jawa diabadikan dalam kisah-kisah tembang Jawa. Itulah anak legenda Galuh Purba. Bila anda tertarik, silakan berkunjung ke sana.     

Letusan Krakatau Purba, diperkirakan pada tahun 416 Masehi, mungkin dapat ditafsirkan dari kitab pedalangan Pustaka Raja Purwa yang isinya antara lain menyatakan     

"… ada suara guntur yang menggelegar berasal dari Gunung Batuwara. Ada pula goncangan bumi yang menakutkan, kegelapan total, petir dan kilat. Kemudian datanglah badai angin dan hujan yang mengerikan dan seluruh badai menggelapkan seluruh dunia. Sebuah banjir besar datang dari Gunung Batuwara dan mengalir ke timur menuju Gunung Kamula…. Ketika air menenggelamkannya, pulau Jawa terpisah menjadi dua, menciptakan pulau Sumatra"     

Juga Sebabkan Wabah Sampar     

Pakar geologi Berend George Escher dan beberapa ahli lainnya berpendapat bahwa kejadian alam yang diceritakan berasal dari Gunung Krakatau Purba, yang dalam teks disebut Gunung Batuwara. Menurut Pustaka Raja Purwa, tinggi Krakatau Purba ini mencapai 2.000 meter di atas permukaan laut, dan lingkaran pantainya mencapai 11 kilometer.     

Akibat ledakan yang hebat itu, tiga per empat tubuh Krakatau Purba hancur menyisakan kaldera (kawah besar) di Selat Sunda. Sisi-sisi atau tepi kawahnya dikenal sebagai Pulau Rakata, Pulau Panjang (Rakata Kecil) dan Pulau Sertung. Letusan gunung ini disinyalir bertanggung jawab atas terjadinya tahun kegelapan di muka bumi. Wabah sampar terjadi karena suhu bumi menurun. Sampar ini secara signifikan mengurangi jumlah penduduk di muka bumi.     

SILSILAH RAJA DAN KETURUNANNYA     

Dari Silsilah Prabu galuh purba atau Prabu Suraghana atau Rahyang Mandiminyak atau yang masyarakat luas kenal Prabu Mandiminyak. Prabu Suraghana atau Rahyang Mandiminyak selaku Raja ke-2 di Kerajaan Galuh. Nama Aslinys Sang Jalantara Rahyang Mandiminyak dengan Gelar Prabu Suradharmaputra, Memerintah pada tahun 702 – 709 M.     

Menikah dengan Dewi Wulansari memiliki anak bernama Rahyang Sena atau Sang Sanna atau Bratasena. Pada tahun 695 M menikah lagi dengan Dewi Parwati Anak dari Kartikea Singha dengan istri Ratu Sima atas Kerajaan Kalingga dan memiliki anak bernama Dewi Sannaha.     

Tahun 702 M Sang Jalantara Rahyang Mandiminyak Prabu Suraghana bergelar Suradharmaputra naik Tahta Raja atas dua Kerajaan :     

Kerajaan Galuh dan Kerajaan Kalingga Jika ditarik Silsilah ke atas. Wretikandayun ayahandanya sebagai Raja pertama atas Kerajaan Galuh. Dinobatkan menjadi raja pada Tahun 612 M kemudian menikah dengan Dewi Candraresmi (Dewi Manawati) dan memiliki tiga orang anak, yaitu :     

Semplakwaja Th. 620 M     

Jantaka Th. 622 M     

Pangeran Mandiminyak Th. 624 M     

Semplakwaja dan Jantaka tidak menjadi penerus Raja karna cacat badan. Semplakwaja menjadi Raja Resi di Galunggung dengan Gelar Batara Danghyang Guru.     

~Jantaka menjadi Resiguru di Telaga Denuh dengan Gelar Resiguru Wanayasa atau Rahiyang Kidul. sehingga yang naik Tahta adalah Rahyang Mandiminyak Prabu Suraghana (Prabu Mandiminyak) Disebut Mandiminyak karna ganteng berkulit kuning langsat dan pandai merayu.     

Semplakwaja menikah dengan Pohaci Rabubu yang berasal dr Gunung Kendan (Rancaekek) istri semplakwaja, Terjadilah skandal antara Prabu Mandiminyak dengan Pohaci Rabubu Istri dari Semplakwaja Kakak pertama Prabu Mandiminyak, dan dari hubungan skandal itu, Pohaci Rabubu hamil dan kemudian Tahun 661 M lahir seorang anak laki laki yang diberi nama Sanna atau Sena atau Bratasenawa.     

Sanna, Sang Salah Sang Anak sempat dibuang di tegalan namun diselamatkan kembali.     

"Leumpang Pwah Rabubu ka GaluhAing dititah ku Rahiyang Semplakwaja mwatkeun budak etaBeunang siya ngeudeungeudeu aing tehBerjalanlah Pwah Rabubu ke Galuh''     

Aku disuruh Rahyang Semplakwaja menyerahkan anak ini Akibat kamu menyentuhku''.     

Prabu Mandiminyak disingkirkan oleh Ayah handanya (Wretikandayun) dan dinikahkan dengan Dewi Parwati Putri dari Ratu Sima atas Kerajaan Kalingga Utara – Jawa Tengah tinggal di Kalingga Utara – Jawa Tengah. pernikahan Prabu Mandiminyak dengan Dewi Parwati lahirlah Dewi Sannaha. Kelak dikemudian hari Dewi Sannaha Anak Prabu Mandiminyak dengan Dewi Parwati dijodohkan dengan Sanna Bratasenawa Anak Prabu Mandiminyak dengan Pohaci Rabubu pernikahan sedarah itu pada tahun. 683 melahirkan seorang anak yang diberi nama SANJAYA.     

Pada tahun 695 M Prabu Mandiminyak menjadi Penguasa Kalingga Utara Jawa bagian Tengah. Dan setelah Ratu Sima wafat, Kerajaan dibagi dua, pertama Sebelah Utara disebut BUMI MATARAM. Sebelah Selatan dan Timur disebut BUMI SAMBHARA dan diperintah oleh Narayana adik Parwati.     

Prabu Mandiminyak sebagai Raja Galuh kedua digantikan oleh Sanna (Anak Prabu Mandiminyak dengan Pohaci Rabubu). Pada tahun 709 M Prabu Mandiminyak wafat & Sanna naik Tahta atas Kerajaan Galuh Jawa Barat. Kerajaan Mataram Kuno Mdang Jawa Tengah. Saat pengangkatan Sanna / sebagai Raja Galuh ke-tigs, tidak diterima oleh Purbasora Anak Semplakwaja dengan Pohaci Rabubu dan bersiap melakukan penyerangan.     

Namun diketahui oleh Sanna, Semplakwaja menikah dengan Pohaci Rabubu, dikaruniai dua orang anak     

1.Rahyang Purbasora Th.670M     

2.Rahyang Demunawan Th.673M     

Saat Purbasora dan Demunawan akan melakukan penyerangan ke Kerajaan Galuh. Sanna mengundang pasukan Sunda untuk menghadapi Purbasora.     

Purbasora yang mengetahui hal itu meminta dukungan kepada Ki Balagantrang (sepupu Purbasora) dan Pasukan dari Kuningan. Akhirnya pada tahun.716 M Purbasora dapat menguasai Kerajaan Galuh dan Sanna melarikan diri ke Kalingga Utara Jawa bagian Tengah, ditempat Ibunya yaitu Dewi Parwati selaku Raja tahun 716 M Purbasora naik Tahta atas Kerajaan Galuh ke empat dalam usia 73 Th dengan Gelar Prabu Purbasora Jayasakti Mandraguna bersama Istri Permaisurinya bernama Citra Kirana. Putra dari Sanna Bratasenawa dengan Sannaha bernama Sanjaya menaruh dendam kepada Prabu Purbasora dan ingin merebut kembali Kerajaan Galuh dengan merencanakan untuk membunuh Prabu Purbasora.     

Pada tahun 737 M Sanjaya menyusun kekuatan di Gunung Sawal dan menjadi Markas untuk persiapan melakukan penyerbuan ke Kerajaan Galuh. tahun 747 M Sanjaya beserta pasukannya menyerbu Kerajaan Galuh hingga Prabu Purbasora terbunuh. lalu menghancurkan Indraprahasta (Istri Prabu Purbasora berasal)     

Setelah Prabu Purbasora wafat.     

Sang Ratu Sanjaya naik Tahta sebagai Raja Galuh ke lima dengan Gelar Maharaja Harisdarma Bimaparakrama Prabu Maheswara Sarwajitasatru Yudapurnajaya dan tinggal di Pakuan sebagai Ibu Kota Kerajaan Sunda. Istri permaisuri bernama Sekar Kancana dengan Gelar Teja Kancana Ayu Purnawangi.     

~Jayasingawarman pendiri Tarumanagara 358-382 M. adalah menantu Raja Dewawarman VIII. Ia sendiri seorang Maharesi dari Salankayana di India yang mengungsi ke Nusantara karena daerahnya diserang dan ditaklukkan Maharaja Samudragupta dari Kerajaan Magada Setelah Jayasingawarman mendirikan Tarumanagara, pusat pemerintahan beralih dari Rajatapura ke Tarumanagara. Salakanagara kemudian berubah menjadi Kerajaan Daerah. Jayasingawarman dipusarakan di tepi kali Gomati (Bekasi).     

Dharmayawarman (382 – 395 M) Dipusarakan di tepi kali Candrabaga.Purnawarman (395 – 434 M) Ia membangun ibukota kerajaan baru dalam tahun 397 yang terletak lebih dekat ke pantai dan dinamainya "Sundapura". Nama Sunda mulai digunakan oleh Maharaja Purnawarman dalam tahun 397 M untuk menyebut ibukota kerajaan yang didirikannya.     

Pustaka Nusantara, parwa II sarga 3 (halaman 159 – 162) menyebutkan bahwa di bawah kekuasaan Purnawarman terdapat 48 raja daerah yang membentang dari Salakanagara atau Rajatapura (di daerah Teluk Lada Pandeglang) sampai ke Purwalingga (sekarang Purbalingga( di Jawa Tengah. Secara tradisional Ci Pamali (Kali Brebes) memang dianggap batas kekuasaan raja-raja penguasa Jawa Barat pada masa silam.     

Wisnuwarman (434-455)     

Indrawarman (455-515)     

Candrawarman (515-535 M)     

Pada tahun 535 M terjadinya Meletus Gunung Krakatau yang sangat dasyat yang menyebabkan tsunami yang sangat besar dan berdampak pada seluruh dunia suryawarman (535 – 561 M) Suryawarman tidak hanya melanjutkan kebijakan politik ayahnya yang memberikan kepercayaan lebih banyak kepada raja daerah untuk mengurus pemerintahan sendiri, melainkan juga mengalihkan perhatiannya ke daerah bagian timur.     

Dalam tahun 526 M, misalnya, Manikmaya, menantu Suryawarman, mendirikan kerajaan baru di Kendan yang terkenal dengan Kerajaan Kendan, daerah Nagreg antara Bandung dan Limbangan, Garut. Sedangkan putera Manikmaya, tinggal bersama kakeknya di ibukota Tarumangara dan kemudian menjadi Panglima Angkatan Perang Tarumanagara. Perkembangan daerah timur menjadi lebih berkembang ketika cicit     

Manikmaya mendirikan Kerajaan Galuh dalam tahun 612 M.Kertawarman (561 – 628) Rakeyan Sancang (lahir 591 M) putra Raja Kertawarman (Kerajaan Tarumanagara 561 – 618 M). Raja Suraliman Sakti (568 – 597) putra Manikmaya cucu Suryawarman Raja Kerajaan Kendan adalah saudara sepupu Rakeyan SancangSudhawarman (628-639)Hariwangsawarman (639-640)Nagajayawarman (640-666)Linggawarman (666-669) Tarumanagara sendiri hanya mengalami masa pemerintahan 12 orang raja.     

Dalam tahun 669, Linggawarman, raja Tarumanagara terakhir, digantikan menantunya, Tarusbawa. Linggawarman sendiri mempunyai dua orang puteri, yang sulung bernama Manasih menjadi istri Tarusbawa dan yang kedua bernama Sobakancana menjadi isteri Dapunta Hyang Sri Jayanasa pendiri Kerajaan Sriwijaya.     

Tarusbawa (669 – 723 M) Tarusbawa yang berasal dari Kerajaan Sunda Sambawa menggantikan mertuanya menjadi penguasa Tarumanagara yang ke-13. Karena pamor Tarumanagara pada zamannya sudah sangat menurun, ia ingin mengembalikan keharuman zaman Purnawarman yang berkedudukan di purasaba (ibukota) Sundapura.     

Dalam tahun 670 ia mengganti nama Tarumanagara menjadi Kerajaan Sunda.Peristiwa ini dijadikan alasan oleh Wretikandayun, cicit Manikmaya, untuk memisahkan Kerajaan Galuh dari kekuasaan Tarusbawa. Karena Putera Mahkota Galuh (Sena, Sanna atau Bratasena) berjodoh dengan Sanaha puteri Ratu Shima dari Kerajaan Kalingga, Jepara, Jawa Tengah, maka dengan dukungan Kalingga, Wretikandayun menuntut kepada Tarusbawa supaya bekas kawasan Tarumanagara dipecah dua.     

Dalam posisi lemah dan ingin menghindarkan perang saudara, Tarusbawa menerima tuntutan Galuh. Dalam tahun 670 M Kawasan Tarumanagara dipecah menjadi dua kerajaan, yaitu: Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh dengan Citarum sebagai batas.Kerajaan Sunda Galuh     

Tarusbawa (670 – 723 M) Maharaja Tarusbawa kemudian mendirikan ibukota kerajaan yang baru, di daerah pedalaman dekat hulu Cipakancilan.     

Dalam cerita Parahiyangan, tokoh Tarusbawa ini hanya disebut dengan gelarnya: Tohaan di Sunda (Raja Sunda). Ia menjadi cikalbakal raja-raja Sunda dan memerintah sampai tahun 723 M. Karena putera mahkota wafat mendahului Tarusbawa, maka anak wanita dari putera mahkota (bernama Tejakancana) diangkat sebagai anak dan ahli waris kerajaan. Suami puteri inilah yang dalam tahun 723 menggantikan Tarusbawa menjadi Raja Sunda.     

~Sanjaya Rakeyan Jamri Prabu Harisdama (723 – 732M) Cicit Wretikandayun ini bernama asli Rakeyan Jamri. Sebagai penguasa Kerajaan Sunda ia dikenal dengan nama Prabu Harisdarma dan kemudian setelah menguasai Kerajaan Galuh ia lebih dikenal dengan Sanjaya. Ibu dari Sanjaya adalah SANNAHA, cucu Ratu Shima dari Kalingga, Ayah dari Sanjaya adalah Bratasenawa atau Sanna, Raja Galuh ketiga, teman dekat Tarusbawa. Sena adalah cucu Wretikandayun dari putera bungsunya, Mandiminyak, raja Galuh kedua (702-709 M).Sena pada tahun 716 M dikudeta dari tahta Galuh oleh Purbasora.     

Purbasora dan Sena sebenarnya adalah saudara satu ibu, tapi lain ayah. Sena dan keluarganya menyelamatkan diri ke Pakuan, pusat Kerajaan Sunda, dan meminta pertolongan pada Tarusbawa. Ironis sekali memang, Wretikandayun, kakek Sena, sebelumnya menuntut Tarusbawa untuk memisahkan Kerajaan Galuh dari Tarumanegara atu Kerajaan Sunda.     

Dikemudian hari, Sanjaya yang merupakan penerus Kerajaan Galuh yang sah, menyerang Galuh, dengan bantuan Tarusbawa, untuk melengserkan Purbasora. Setelah itu ia menjadi Raja Kerajaan Sunda Galuh. Sebagai ahli waris Kalingga, Sanjaya kemudian menjadi penguasa Kalingga Utara yang disebut Bumi MATARAM dalam tahun 732 M.     

Dengan kata lain, Sanjaya adalah penguasa Sunda, Galuh dan Kalingga Kerajaan Mataram Kuno atau Mdang i bhumi mataram. Kekuasaan di Jawa Barat diserahkannya kepada puteranya dari Tejakencana, yaitu Tamperan atau Rakeyan Panaraban.Tamperan Barmawijaya / Rakeyan Panaraban (732 – 739 M) Ia adalah kakak seayah Rakai Panangkaran, Raja Kerajaan Mataram (Hindu) ke 2, putera Sanjaya dari Sudiwara puteri Dewasinga     

Raja Kalingga Selatan atau Bumi Sambara.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.