Hembusan Hasrat

Undangan



Undangan

0  Tak berapa lama, Arisa mulai membuka mulutnya dan berkata,    

  "Gile kalian berdua ya. Main begituan di tempat umum. Kalau ketahuan gimana? Kalian sadar akibatnya?"    

  Kami berdua pun terdiam dan menunduk malu. Tapi senyuman di mulut kami tetap tidak hilang tanpa penyesalan dan Arisa yang melihat dan memperhatikan hal tersebut hanya bisa menghela nafasnya sambil geleng – geleng kepala.     

  Arisa melanjutkan kembali kata – katanya,    

  "Ran..., Nia..., Kalau kalian sampai kepergok guru dan dipaksa keluar dari Sekolah, gimana? Kalian berdua sudah kelas tiga lho. Sebentar lagi Ujian Akhir. Terus lulus. Kalau sampai dikeluarkan dari Sekolah di saat begini kan, rugi kalian berdua sekolah selama ini."    

  Mendengar hal ini, aku cuma bisa garuk – garuk kepala sambil tersenyum pahit. Sementara Nia semakin menundukkan wajahnya hingga rambut depannya menghalangiku untuk melihat ekspresinya. Tapi aku rasa apa yang dipikirkan dan dirasakan Nia saat ini tidak jauh berbeda dengan diriku. Di satu sisi, kami sangat bahagia karena bisa bercumbu dan bercinta dengan pasangan hati satu sama lain. Tapi di lain sisi, benar juga kata – kata Arisa kalau kami sekarang berada pada masa yang sangat krusial dimana tiga tahun usaha kami selama masa SMA dipertaruhkan, dimana kami sebaiknya menghindari melakukan kesalahan yang bisa berakibat fatal dalam perjalanan hidup kami selanjutnya.    

  Ekspresi wajah Arisa semakin masam melihat ekspresi kami hanya bisa diam sambil salah tingkah. Dengan berkacak pinggang, dia melanjutkan kata – katanya lagi dengan ketus.    

  "OK, aku ngerti, kalau terjadi apa – apa pasti Ranata akan tanggung jawab kan?"    

  Tanpa menungggu Arisa melanjutkan kata – katanya, dengan mantap aku menjawab, "Tentu saja. Dari awal aku memang memacari Nia dengan niat untuk menikahinya. Jadi kalau Nia kenapa – napa, aku pasti bakal tanggung jawab lah."    

  Mendengar perkataanku, Arisa menyilangkan tangannya di depan dada sambil mengangguk – anggukkan kepalanya dan berkata,    

  "Bagus, bagus. Aku memang yakin kamu bakal bilang begitu. Makanya aku mau bantuin kamu buat nembak Nia. Tapi apa kamu sudah pikirkan bagaimana perkataan orang - orang nanti kalau kalian menikah karena skandal macam begini? Kamu mungkin gak peduli apa kata orang, tapi bagaimana dengan Nia. Apa kamu tahan melihat dia digunjing orang - orang?"    

  Kali ini, giliran Nia yang menjawab Arisa sambil mengangkat kepalanya dan menatap langsung ke mata Arisa.    

  "Asalkan bisa bersama dengan Ranata, aku juga tidak peduli apa kata orang. Peduli amat sama mereka."    

  Kulihat tubuh Nia sedikit gemetaran dan dia mengepalkan kedua tangannya yang menggantung di kedua sisi badannya. Untuk sesaat, aku terharu dengan tekad yang dimiliki oleh gadis ini. Tapi benar juga kata Arisa, aku mana mungkin tahan kalau wanita pujaan hati mendapat celaan dunia! Aku pun akhirnya bertekad untuk mengakhiri pembicaraan yang tidak mengenakkan ini dan berkata pada Arisa,    

  "Sudahlah, yang berlalu biar lah berlalu. Yang penting kan sekarang kami belum ketahuan. Kami janji tidak akan mengulangi hal ini lagi deh.... Kamu tenang aja, Ris...."    

  Mendengar janji yang ku ucapkan, Nia dan Arisa yang sedang melakukan perang mata sontak mengalihkan pandangannya ke arah ku. Ekspresi wajah Nia yang seolah kaget terlihat kontras dengan ekspresi wajah Arisa yang.... mengeluarkan senyuman nakalnya yang khas...? Oh my God! Apa aku gak salah lihat? Arisa mengeluarkan senyuman ala setannya? Alas, iblis cantik ini pasti sudah merencanakan sesuatu yang enggak – enggak.... Otakku langsung berputar cepat untuk menganalisa rencana macam apa yang kira – kira sedang dipikirkan oleh Arisa saat ini? Apa yang akan dia lakukan pada kami?    

  Arisa yang melihat ekspresi kebingungan di wajah Ranata semakin melebarkan senyumnya yang terasa seperti bukan sebuah senyuman. Wajahnya yang cantik semakin terlihat seperti iblis wanita succubus yang bersiap menggoda umat manusia dan menjatuhkan mereka ke dalam lembah kenikma.... ehm..., lembah dosa.    

  Dengan pandangan menggoda dan tatapan menantang, Arisa mencondongkan tubuhnya yang sintal itu ke arahku. Aku dan Arisa yang merasakan alarm darurat yang berbunyi nyaring di dalam benak kami secara refleks memperhatikan setiap kata – kata yang keluar dari mulutnya yang manis itu.    

  "Ohoo~ Beneran kamu janji gak akan mengulang hal ini lagi? Tapi berapa lama kalian bisa tahan dengan gejolak nafsu di dalam hati kalian? Ingat lhoo~ aku udah dua kali menguping permainan cinta kalian. Aku bisa bayangkan betapa panasnya kalian berdua dalam hal bercinta. Apa kalian bisa sabar menahan godaan hasrat kalian yang menggebu – gebu itu? Mungkin satu hari tanpa hubungan kelamin sudah cukup untuk membuat kalian berdua meranggas seperti pohon di musim kemarau?"    

  Arisa menutupi mulutnya yang tertawa kecil dengan ujung tangannya. Pandangan matanya silih berganti memperhatikan ekspresi wajah Nia dan Ranata yang memerah malu seperti udang rebus. Tahu lah dia kalau dia baru saja mendapat jackpot! Akhirnya setelah puas mengamati Nia dan Ranata yang kebingungan bagaikan anak ayam kehilangan induknya, Arisa mengeluarkan sebuah undangan yang sangat menggiurkan. Arisa yakin, Nia dan Ranata pasti tidak akan mungkin sanggup untuk menolak tawaran yang akan dia berikan kepada mereka.    

  Arisa menegakkan kembali tubuhnya yang condong ke depan dan meluruskan punggungnya. Dia silangkan kembali kedua tangannya di depan dadanya yang berukuran sedang. Dengan langkah mantap, Arisa berjalan mendekati Nia dan Ranata. Dia genggam pundak mereka berdua dan dengan ekspresi bagaikan seorang anak kecil yang sedang merencanakan sebuah keisengan, Arisa berkata dengan pelan tapi jelas di depan wajah Nia dan Ranata.    

  "Bagaimana kalau kalian berdua ikut ke rumahku saja dulu? Yaah, kalian berdua pasti tahu kan? Kalau siang, rumahku itu pasti selalu sepi karena kedua orang tua ku itu masih kerja di luar. Kalau kalian mau, kalian boleh kok, memakai kamarku sebagai sarang cinta kalian kalau di rumah kalian berdua masih ada orangnya. Di sana tempat yang paling aman dan kalian bebas mau melakukan apa pun di sana. Bagaimana? Hmmm? Mau nggak?"    

  Nia dan Ranata yang mendengar tawaran Arisa yang begitu menggoda untuk sesaat langsung terdiam seribu bahasa. Mereka berdua merasa kaget dengan tawaran mendadak dari sahabat terdekat mereka ini. Di saat yang sama, mereka juga merasa senang karena bisa menemukan tempat yang aman untuk melampiaskan hasrat nafsu birahi yang membara di dalam hati mereka. Nia dan Ranata juga merasa tersentuh akan pengorbanan sahabatnya ini. Memang seorang sahabat yang setia itu pasti akan selalu berusaha membantu kawan - kawan mereka yang sedang berhadapan dengan dilema, terutama di masa – masa krusial seperti sekarang ini. Sungguh jarang ada sahabat yang setia dan rela berkorban seperti Arisa!    

  Namun dengan cepat, akal sehat Nia dan Ranata juga segera beraksi. Tidak mungkin hal sebagus ini tidak ada bayarannya. Apalagi Arisa juga bukan wanita sembarangan. Tidak hanya cantik dan berasal dari keluarga berada yang cukup punya pengaruh di lingkungan sosial mereka, Arisa juga sangat pandai dalam menggunakan otaknya untuk bersiasat dan menggunakan segala macam cara agar dapat mencapai tujuannya. Sudah tidak terhitung berapa banyak guru killer dan murid – murid preman yang berakhir menjadi mainan pribadinya.     

  Sampai – sampai ada rumor yang beredar yang menyebut – nyebut kalau Arisa itu adalah putri kepala gangster, apalagi kalau didukung oleh penampilannya yang cantik dan berkharisma khas sebagai anak blasteran keturunan setengah Jerman, serta otaknya yang cemerlang dan metodenya yang licik tanpa mengenal ampun dalam menundukkan siapa saja yang berani macam – macam pada dirinya. Hal ini membuat Arisa dijauhi oleh teman – teman di sekolah. Hanya Nia dan Ranata yang tidak peduli dengan rumor yang beredar saja lah yang berani mendekati Arisa sehingga menjadi sahabat dekatnya hingga saat ini.    

  Terkait dengan kedua sahabatnya ini, tentu saja Arisa memberikan perhatian khusus kepada mereka berdua. Pernah suatu ketika Ranata dikeroyok oleh segerombolan murid preman yang mencoba mendekati Nia dan Arisa untuk diajak "main bersama". Walaupun perkelahian belangsung imbang dan Ranata bilang kalau dia tidak apa – apa, namun tentu saja Nia merasa khawatir padanya dan Arisa merasa murka. Tidak berapa lama, satu persatu murid yang ikut serta dalam mengeroyok Ranata terkirim ke rumah sakit dan tidak bisa masuk sekolah selama beberapa minggu karena kedua tangan mereka patah semua, bahkan ada yang mendapat bonus patah kaki pula. Entah apa yang dilakukan Arisa di balik layar. Yang jelas, meski dipikir pakai jempol kaki pun semua orang tahu kalau dia pasti ada di balik itu semua!    

  Arisa begitu menyayangi kedua sahabatnya ini. Tidak akan dia biarkan kedua sahabatnya ini celaka apalagi sampai menjadi gunjingan orang – orang dan mendapat celaan dari dunia. Dengan senang hati, dia akan memfasilitasi hubungan di antara dua insan yang sangat dekat dengan dirinya ini. Tentu saja, dengan motif tertentu di baliknya. Pasti ada udang di balik batu! Pertanyaannya sekarang, obat macam apa yang dia simpan dalam botolnya?


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.