Hembusan Hasrat

UKS = Unit Kegiatan Solo



UKS = Unit Kegiatan Solo

0  Setelah mengalami klimaks yang cukup panjang untuk kesekian kalinya, Nia akhirnya membuka kembali kedua kelopak matanya. Pandangan matanya terlihat seperti menerawang ke langit – langit menembus surga, nafasnya terengah – engah dan badannya tidak berhenti berkedut – kedut.    

  Kudengar Nia bergumam,    

  "Padahal baru pertama kali merasa seperti ini..."    

  Lalu kulihat dia berguling – guling di atas ranjang,membalikkan badannya lalu kembali menungging menonjolkan bokongnya yang indah dan berisi, bersalutkan celana dalam putih semi transparan yang telah lengket dan basah karena air sucinya.    

  Nia mengerang penuh nafsu, terbakar oleh hasrat yang membara, dia bergumam dan meracau,    

  "Kenapa? Kenapa....? Aku masih belum puas.... Gak puas.... Aku gak puas....!"    

  Lalu kulihat dia menyingkap celana dalamnya, memperlihatkan lubang basah menganga berwarna merah muda, lalu dia masukkan jari – jarinya secara bergantian ke dalam lubang kewanitaannya, mengusap, mengaduk dan mempermainkan liang kenikmatannya dengan beragam cara. Jari – jarinya yang lentik tak henti – hentinya membuat berbagai gerakan nakal di dalam vaginanya. Menyodok keluar – masuk, mengusap naik – turun, mengaduk – aduk dan memutar ke kanan dan ke kiri.    

  Mulutnya juga tak berhenti meracau, mengeluarkan kata - kata nakal yang tak pernah kubayangkan akan keluar dari bibirnya yang menggoda itu.    

  "Vagina dan rahimku yang menggelinjang.... Oooohhhhh..... Gemetaran pengen penis! Aku gak mau jari, aku mau penis yang tebal...! Tidak...! Lagi...., aku mau lagi...!"    

  Kulihat vaginanya memuncratkan cairan bening bagaikan pancuran, membasahi jari – jarinya, hingga turun mengalir bagai air terjun mengairi pahanya yang indah dan mulus itu hingga bermuara di atas kasur, meninggalkan bercak – bercak gelap yang basah.    

  Meski begitu, dia tidak juga berhenti, malah racauannya semakin jelas terdengar oleh kami. Aku khawatir dan bertanya pada Arisa,    

  "Arisa, obatnya kuat banget. Apa gak ada efek sampingnya?"    

  "Tenang aja, Ran. Gak mungkin aku ngasi obat berbahaya ke sahabatku, kan?"    

  (Kata gadis yang ngeracunin seorang guru pake obat pencahar sampai gak bisa masuk sekolah tiga hari! Kamu pikir aku bakal langsung percaya!) Tentu saja kata – kata ini hanya terlintas di pikiranku dan tidak berani keluar dari mulutku. Aku masih muda dan perjaka! Masih belum mau mati!    

  Kami pun kembali mencurahkan perhatian kami kepada Nia yang masih asik memuaskan dirinya sendiri.    

  "Aku mau penis! Mau penis...! Tidak... Kalau begini terus, bisa – bisa aku.... Aaaaggggghhhhhhh.....!!!!"    

  Akhirnya dengan sebuah erangan panjang, Nia mengalami kontraksi yang sangat hebat. Tubuhnya mengejang ke atas dan kepalanya terdorong ke belakang, dengan wajah penuh nafsu yang menghadap ke langit – langit dengan mulut megap – megap berusaha mancari nafas di tengah deruan hawa nafsu yang menenggelamkan pikirannya. Kedua buah payudaranya yang montok terdorong ke depan dengan pentil keras meruncing yang seolah mampu mengebor keluar dari balik kemejanya. Badannya yang basah bersimbah keringat membuat pakaiannya semakin melekat ke tubuh dan memamerkan lekuk – lekuk tubuhnya yang begitu menggoda. Kalau ada laki – laki yang tidak ngaceng melihat pemandangan ini, dia pasti impoten!     

  Setelah klimaks yang sangat panjang, tubuh indah Nia akhirnya roboh ke atas ranjang. Nafasnya terengah – engah, matanya menutup, namun seluruh tubuhnya tidak kunjung berhenti berkedut – kedut. Setelah beberapa saat, akhirnya Nia kembali tenang dan dia mulai membuka kedua matanya kembali.    

  Tiba – tiba Arisa membuka tirai yang menyembunyikan kami berdua di baliknya. Nia yang kaget langsung menoleh ke arah kami berdua. Kulihat tatapan matanya yang penuh rasa terkejut, tapi juga seolah menyimpan sebuah harapan, seperti sedang "lapar" ingin "melahap" sesuatu yang besar, panjang dan keras untuk memuaskan dahaga nafsu yang melanda tubuhnya. Namun dalam sekejap Nia mengedipkan matanya, memalingkan mukanya dariku dan berkata lirih,    

  "Kumohon... Jangan lihat..."    

  Lalu tiba – tiba tangan kanannya yang masih tersangkut di celana dalamnya bergerak – gerak memainkan vaginanya kembali, membuat Nia kembali mengeluarkan racauan tanpa daya yang begitu erotis terdengar di telingaku.    

  "Aaaarrrghh...., arrrgghhhhh....."    

  Melihat hal ini, Arisa membelalakkan kedua matanya, lalu menggeleng – gelengkan kepalanya sebelum berkomentar,    

  "Dibilang jangan lihat, tapi terus lanjut mainnya.... Kami mesti gimana?"    

  Tanpa daya, Nia hanya sanggup menjawab terbata – bata, diselingi nafas yang terputus – putus.    

  "Gak boleh.... Jangan lihat... Aku gak bisa berhenti mastur.... Aku belum puas... Belum puas!!!!"    

  Dan dengan mengetahui kalau dirinya sedang ditonton oleh aku dan Arisa, di hadapan mata kami berdua, Nia mengalami klimaks yang panjang sekali lagi....    

  *Lima menit kemudian....*    

  Dengan saputangan yang diberikan Arisa, Nia mengelap sisa – sisa air suci yang membasahi selangkangan dan pahanya. Aku cuma bisa bengong di pojok ruangan melahap pemandangan ini dengan kedua mataku. Setelah selasai, Nia bertanya pada Arisa,    

  "Arisa..., obat yang tadi kamu kasi ke aku... Obat apa? Bukan obat datang bulan?"    

  Aku langsung mengerti sekarang bagaimana cara Arisa bisa meyakinkan Nia untuk menelan obat itu. Rupanya dia berpura – pura kalau itu adalah obat datang bulan. Eh, tunggu, berarti sekarang Nia sedang menstruasi!? Kok aku gak ngeliat ada pembalut di balik celana dalamnya? Aku juga tidak melihat ada setetes pun darah yang mengalir dari liang kenikmatannya. Apa maksudnya obat PMS (Pre Menstrual Syndrome) yang diminum sebelum mens? Kalau begitu berarti dia sekarang lagi masa gak subur?     

  "Tapi rasanya enak kan? Bagaimana? Apa kamu menikmatinya?"    

  Sementara aku sibuk dengan berbagai macam pikiran di kepalaku, Arisa menjawab pertanyaan Nia sambil memperlihatkan senyuman nakalnya yang khas.    

  Kulihat Nia memalingkan wajahnya dari pandangan Arisa dan hal itu membuatnya kini melihat ke arah ku. Ketika pandangan mata kami bertemu, kulihat wajahnya memerah dan Nia langsung menundukkan wajahnya ke bawah. Aku mengerti, gadis polos ini pasti malu setengah mati setelah ketahuan melakukan permainan solo di depan mata seorang lelaki. Dengan bijak kupalingkan juga pandangan mataku sambil diam seribu bahasa, berusaha membuatnya untuk tidak merasakan malu yang lebih parah lagi.    

  "Pulang sekolah nanti ke rumahku saja. Ada yang ingin aku bicarakan denganmu, Nia."    

  Dengan kata- kata ini, Nia menutup pembicaraan. Ah, tidak terasa sudah cukup lama kami bertiga ada di ruang UKS. Sebaiknya kami segera kembali ke kelas sebelum guru dan teman – teman di kelas mulai curiga. Aku pun mengajak mereka kembali ke kelas.    

  "Ayo Arisa, kita kembali ke kelas. Nia gimana? Mau balik ke kelas bareng atau mau istirahat disini dulu?"    

  "Aku mau istirahat disini dulu..."    

  "Ok, kami balik ke kelas dulu ya." Kataku sambil membuka pintu ruang UKS.    

  "Jangan lanjut mastur lagi ya~" celoteh Arisa dengan nakal.    

  "Gak akan!" Teriak Nia sambil menyembunyikan dirinya di balik selimut ranjang UKS.    

  Aku cuma bisa geleng – geleng kepala sambil nyengir melihat tingkah kedua gadis ini. Benar – benar bagaikan Angel and Devil! Yang satu polos yang satu nakal, masing – masing punya pesonanya sendiri – sendiri. Tiba – tiba aku kembali teringat saat beberapa hari yang lalu Arisa memberiku oral yang sangat hebat. Diam – diam aku berpikir, Arisa mahir sekali, seperti seorang profesional.... Apa jangan – jangan ... dia sudah sering melakukannya? Entah kenapa, ketika aku berpikir kalau Arisa mungkin sudah melakukannya dengan lelaki lain, aku jadi merasa gusar.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.