Hembusan Hasrat

Obat Cinta Pembakar Hasrat



Obat Cinta Pembakar Hasrat

0  Beberapa hari kemudian.....    

  "Yo, Pagi..." Kusapa teman – temanku di pagi hari setibanya aku di kelas.    

  "Yo, Pagi..."    

  "Pagi, Ran."    

  Sambil berjalan ke arah bangkuku, kulihat Arisa dan Nia sudah tiba duluan dan sedang bercakap – cakap dengan riang gembira.     

  Aku penasaran apa sih yang mereka bicarakan.     

  Lalu tiba – tiba kulihat Nia mengenggam sesuatu berwarna merah muda berbentuk hati di tangannya, kemudian meminum benda tersebut.     

  Arisa langsung melirik ke arah ku sambil tersenyum dan mengedipkan sebelah matanya dan membuat pose victory dengan tangan kanannya.     

  Aku langsung mengerti.     

  Arisa berhasil membuat Nia meminum obatnya! Gila, hebat bener nih cewek! Aku langsung mengatupkan kedua tanganku di depan wajahku dan berbisik "Makasih."    

  *Sudut pandang Nia*    

  "Ummmmhhhh..... Aku kenapa ya....?"    

  Sejak tadi pagi aku minum obat yang diberikan Arisa, rasanya badanku panas membara, seolah ada yang meluap – luap di dalam tubuhku.    

  Dan setiap kali kulihat Ranata yang duduk di depanku, tubuhku rasanya jadi semakin panas.     

  Dadaku berdebar – debar tidak karuan.     

  Kurasakan juga kedua puting payudaraku telah mengeras dan dapat kulihat mereka mencoba terlihat menonjol menembus pakaian dalam dan seragam yang kukenakan.    

  Dan area rahasia pribadiku.... Rasanya begitu panas dan "lapar" seolah menginginkan sesuatu. Diam-diam kubawa jari tanganku ke bawah meja dan ku usap – usap area kewanitaanku.    

  Aaahhhhh..... Rasanya sungguh nikmat....     

  Dengan nafas memburu, susah payah diriku menahan desahan penuh nafsu yang sewaktu – waktu ingin keluar dari dalam mulutku.    

  Aku takut sekali kalau akan ketahuan, tapi tubuhku seolah sudah bukan milikku lagi.     

  Jari – jariku tanpa henti terus mengusap daerah pribadiku.     

  Aku tak kuasa menahan nafsu yang sudah meluap – luap ingin menguasai diriku.     

  Dengan sisa kesadaranku yang tinggal sedikit, kubayangkan Ranata....     

  Ah.... Ranata.... Laki – laki yang telah menemani diriku selama tiga tahun di SMA....     

  Jariku tidak bisa berhenti..., semakin lama gerakannya semakin cepat.     

  Sambil menutup mata kurapatkan gigi – gigiku sambil menahan erangan yang selalu berontak mencoba keluar dari mulutku.     

  Ketika kubuka mataku kembali..., kulihat Ranata sedang berbalik menatap diriku.     

  Aku kaget, dan saat itu juga aku merasakan sesuatu yang meledak di bagian bawah tubuhku.     

  Daerah pribadiku kebanjiran, membasahi celana dalamku hingga lengket dan menempel dengan kulit.    

  Bahkan bangkuku juga sedikit basah dibuatnya.     

  Untung saja aku masih sanggup menahan teriakan yang hampir saja keluar dari mulutku.     

  Namun karena kehabisan tenaga, tubuhku langsung tumbang ke atas meja.....    

  "Apa aku sudah menjadi gadis nakal?"    

  Hanya itu hal terakhir yang terlintas di pikiranku sebelum aku kehilangan kesadaran.    

  .    

  .    

  .    

  *Kembali ke sudut pandang protagonist kita, Ranata*    

  Aku merasakan ada sesuatu yang tidak beres di belakangku, tepatnya pada Nia.     

  Apalagi aku tau obat macam apa yang tadi baru saja dia minum.     

  Karena aku khawatir, aku balikkan badanku sedikit dan kulirik dia.    

  Kulihat Nia sedang menutup matanya dan nafasnya terengah – engah.     

  Arisa yang duduk disampingnya terlihat sudah siap siaga dengan apapun yang akan segera terjadi.     

  Tahulah aku, kalau sebentar lagi waktunya kami beraksi.     

  Aku kembali melihat ke arah Nia dan tepat saat itu dia perlahan membuka matanya lalu tiba – tiba dia terbelalak saat melihatku, seperti kaget lalu tiba – tiba tubuhnya jatuh ke atas meja.    

  Kejadian yang terlalu tiba – tiba ini membuatku kaget.     

  Dengan segera, aku melihat ke arah Arisa.     

  Kulihat dia tersenyum sesaat sebelum kemudian berdiri sambil menunjukan muka serius lalu berseru kepada Pak Guru yang saat itu berhenti menulis di papan dan melihat ke arah kami, tepatnya ke arah Nia yang tiba – tiba "pingsan".    

  "Pak Guru, Nia tiba – tiba pingsan! Ijin keluar membawanya ke UKS!" Kata Arisa dengan nada memburu sambil mencoba memapah Nia.    

  "Ran, bantu aku bawa dia ke ruang UKS!"    

  "Oh, iya! Iya!"    

  Setelah mendapat persetujuan Guru, dengan segera kami berdua membawanya ke ruang UKS. Dengan setengah berlari, kami berhasil sampai ke ruang UKS dengan cepat.    

  Arisa membukakan pintu ruang UKS dan aku membopong Nia dengan Princess Carry, menidurkannya ke atas ranjang UKS.     

  Aku melihat sekitaran ruang UKS, tidak ada siapa – siapa selain kami bertiga.    

  "Di saat begini, di mana Guru piket yang harusnya sedang tugas di ruang UKS?" tanyaku dengan heran.    

  "Hari ini gak akan ada. Tadi pagi – pagi aku sudah menyelinap masuk ke ruangan ini dan melumuri bagian dalam semua gelas disini dengan essence obat pencahar." Jawab Arisa dengan entengnya.    

  "Kamu ngasi Guru obat pencahar? Tunggu dulu, essence? Berapa dosis normalnya?"    

  "Normalnya dicampur dengan perbandingan 1:20. Sudahlah, itu tidak penting. Yang jelas, kalau Guru itu masih manusia, minimal dia tidak akan bisa masuk sekolah tiga hari."    

  "Setannnn! Aku senang kalau kamu segitu niatnya ngebantu aku buat nembak Nia. Tapi itu Guru gimana nasibnya? Kasihan kali dia." Tentu saja kata – kata ini tidak keluar dari mulutku. Kalau Arisa tersinggung bagaimana? Bisa – bisa aku yang jadi korban kenakalan berikutnya.    

  "Eh, ssstttt, Ran, sini. Ayo kita sembunyi di balik situ"    

  Sambil berkata demikian, Arisa memberi isyarat untuk menyuruhku diam sambil menarik lenganku.     

  Bersama – sama kami bergerak menuju ranjang terpisah yang ada di sebelah ranjang tempat Nia terbaring.     

  Lalu dengan sigap, Nia membuka tirai penghalang sehingga kami bisa bersembunyi di baliknya sambil mengintip Nia dari balik tirai.    

  Kulihat Nia perlahan membuka matanya.     

  Wajahnya perlahan memerah dan nafasnya terengah – engah.     

  Digerakkannya tangan kanannya ke arah selangkangannya.     

  Dia singkap roknya ke atas dan tangannya menyelinap masuk ke dalam celana dalamnya yang berwarna putih polos.     

  Dengan jelas aku dan Arisa bisa melihat, betapa lincah tangannya bermain menggosok – gosok daerah pribadinya yang tersembunyi di balik kain putih yang basah.     

  Aku membelalakkan mataku sambil menelan ludah.     

  Sementara Arisa melihat Nia dengan mata berbinar – binar sambil menaruh tangannya di depan mulut.    

  Perlahan Nia membalikkan badannya, kini dia berada di atas ranjang dengan posisi nungging dengan nafas tersengal - sengal.     

  Tangan kanannya tanpa henti terus memainkan daerah pribadinya yang telah basah kuyup terkena banjir.     

  Kepalanya semakin terbenam ke dalam ranjang sementara pantatnya semakin naik menjulang ke atas, membuat roknya semakin tersingkap dan kami bisa melihat jelas pantat dan celana dalamnya yang menjadi setengah transparan karena basah.     

  Aku dan Arisa bisa mendengar dengan jelas ucapan Nia yang terbata – bata diselingi desahan nafas yang terburu nafsu.    

  "Jari... ku... Jariku... Tidak bisa berhenti...."    

  Kemudian karena kehabisan tenaga, tubuh Nia roboh ke atas ranjang, namun dia tidak berhenti menstimulasi dirinya.     

  Dengan posisi menyamping membelakangi kami, dia angkat sebelah kakinya sambil terus menggosok – gosokkan jarinya ke daerah pribadinya.    

  "Ahhhhh.... Enaknya..... Enak banget..... Uhhhhh....."    

  Kemudian dia memutar tubuhnya, kali ini dia merangsang dirinya dengan posisi terbaring, tangannya tanpa henti terus bergerak – gerak, sementara kedua kakinya terbuka lebar sambil sesekali mengangkat selangkangannya ke atas akibat kontraksi otot- otot paha dan kakinya.     

  Aku dan Arisa dapat melihat dengan jelas, betapa basahnya daerah rahasia Nia....    

  "Uhhh..... Padahal ini memalukan..... Aaaaahhhhhh..... Gak boleh begini..., di sekolah...."    

  Kulihat wajahnya semakin memerah, air mata mengalir dari sudut – sudut matanya, air liurnya juga ikut mengalir keluar dari sudut bibirnya.     

  Nia yang terlihat frustrasi secara seksual menjadi semakin seksi dan begitu menggoda di mataku.    

  "Tidakk.... Ahhhh.... Tidakkkk.....Ahhhhh.... Aku tak bisa menahannya....."    

  Erangan demi erangan, tak berhenti mengalir keluar dari mulutnya.    

  "Disiniku.... Enak banget.... Ahhhh..... Tidaaakkkk...."    

  Akhirnya, tidak puas hanya dengan satu tangan, kini kedua tangan Nia telah masuk ke dalam celana dalamnya.     

  Aku dan Arisa dapat melihat dengan jelas, betapa brutalnya perogolan yang dilakukan kedua tangan Nia di daerah pribadinya sendiri.    

  Aku berpikir, inikah yang dimaksud dengan "Dua lebih baik"? (Emangnya iklan KB? XD)    

  Dengan mata terpejam dan nafas memburu, kulihat tubuh Nia semakin mengejang dan bergeliat hebat di atas ranjang.     

  Kini tak hanya selangkangannya, bahkan payudaranya yang besar itu juga ikut mengalami kontraksi hingga terdorong ke atas semakin menonjolkan kedua puting susunya yang terlihat jelas telah mengeras di balik pakaiannya.     

  Kepalanya tertolak kebelakang, semakin terbenam ke dalam ranjang, dengan mulut yang terbuka lebar menarik nafas yang semakin memburu.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.