Bara

Mission 2



Mission 2

0Satu per satu benda seni yang ada di dalam ruang bawah tanah, dipindahkan melalui lorong bawah tanah yang terhubung dari ruang Kepala galeri ke hall utama. Arga, Bang Ojal dan anak buahnya melakukan estafet agar pekerjaan memindahkan mereka bisa berjalan lebih cepat.     

Sementara Arga sedang memindahkan barang-barang tersebut, Ben dan Reno terus mengawasi sekitaran galeri.     

"Ga, penjaga di selasar mulai bangun kayanya," seru Reno.     

Bang Ojal segera menunjuk salah satu anak buahnya. "Lu, cepet ke selasar."     

Anak buah yang Bang Ojal tunjuk segera menurunkan benda seni yang sedang ia pegang dan bergegas lari menuju selasar.     

Mereka kemudian kembali melanjutkan pekerjaannya.     

Reno memperhatikan anak buah Bang Ojal yang berlari ke arah selasar. Ia langsung menubruk tubuh penjaga yang sedang berusaha untuk bangkit berdiri.     

"Augh, pasti sakit, tuh," gumam Reno sambil menonton adegan anak buah Bang Ojal dan Penjaga galeri yang sedang bergulat di lantai.     

"Ren, Reno." Ben tiba-tiba berseru memanggil Reno.     

"Kenapa?"     

"Gue berhasil," sahut Ben.     

"Berhasil apa?"     

"Berhasil masuk ke CCTV yang ada di kantor Polisi."     

Reno seketika menggeser kursinya ke arah Ben. Ia menatap layar monitor kerja milik Ben yang kini sedang menampilkan situasi di dalam kantor Polisi. "Lu bisa masuk ke ruangan tempat Bara di interogasi, ga?"     

"Gue coba cari ruangannya." Jari jemari Ben kembali menari pada papan ketiknya. Matanya sibuk menelisik satu persatu daftar kamera pengawas yang ada di kantor Polisi.     

"Nah, dapet," seru Ben. Ia menekan tombol Enter, kemudian layar monitornya seketika menampilkan suasana ruang interogasi Bara.     

----     

Entah sudah berapa lama Bara berada di ruang interogasi. Ia mengedarkan pandangannya pada ruanga interogasi tersebut, sementara Rudolf sedang terus berbicara dengan Polisi yang bertugas mengiterogasinya. Pandangan Bara tertuju pada kamera pengawas yang ada di bagian atas pintu ruang interogasi.     

Kamera itu tepat mengarah padanya.     

----     

"Ben, Bara sadar ngga ya, kalau kita juga lagi ngawasin dia?" tanya Reno tiba-tiba.     

Ben mengangkat bahunya. Ia lalu memperhatikan Bara yang terus menatap ke arah kamera. "Kayanya dia sadar."     

Keduanya kemudian melihat Bara yang sedang tersenyum ke arah kamera.     

----     

"Untuk sementara, kami akan melakukan penahanan terhadap saudara Bara," ujar salah satu Polisi yang menyelidiki Bara ketika mereka menyelesaikan interogasinya.     

"Saya keberatan," seru Rudolf. "Saya lihat, Kepolisian tidak punya cukup bukti untuk melakukan penahanan."     

"Kami tetap akan melakukan penahanan, selama kami melakukan penyelidikan dan mengumpulkan bukti-bukti yang lain."     

Rudolf melirik pada Bara. Ia kemudian beralih pada dua orang Polisi yang ada di depannya. "Boleh saya bicara berdua bersama klien saya?"     

"Tentu, silahkan," sahut salah satu Penyidik.     

Kedua petugas Kepolisian itu kemudian merapikan berkas-berkas yang mereka bawa selama melakukan interogasi. Selesai merapikan berkas-berkas tersebut, mereka segera keluar dari ruang interogasi.     

Rudolf segera berpaling pada Bara. "Saya tidak bisa membiarkan ini. Kalau saya membiarkan mereka menahan Mas Bara tanpa bukti yang kuat, itu artinya saya tidak melakukan tugas saya dengan benar."     

"Saya ngga keberatan mereka menahan saya. Bapak sudah melakukan tugas Bapa dengan baik. Kita tunggu saja sampai mereka mendapatkan buktinya. Kalau ternyata mereka tidak mendapat bukti yang kuat, saya minta Bapak melayangkan gugatan atas ketidaknyamanan ini. Dan gugatan untuk orang yang sudah memberikan laporan palsu untuk merusak nama baik saya," terang Bara.     

"Pak Haryo juga pasti akan keberatan jika dia mendengar Mas Bara ditahan."     

"Bapak sampaikan saja apa yang baru saya sampaikan ke Bapak. Eyang pasti mengerti."     

Rudolf menghela napasnya. Harga dirinya tidak mengizinkan ia untuk membiarkan Bara ditahan. Tetapi Bara sudah mengatakan ia tidak masalah dengan penahanannya. Dan dari kata-kata yang Bara ucapkan, sepertinya Bara sudah punya sesuatu untuk membalikkan keadaaan.     

"Baiklah. Kalau itu yang Mas Bara inginkan. Hubungi saya kalau ada sesuatu," ujar Rudolf.     

Bara menganggukkan kepalanya. "Terima kasih buat hari ini, Pak."     

"Iya, besok saya pasti kesini lagi."     

Sekali lagi Bara menganggukkan kepalanya sembari tersenyum pada Rudolf. Rudolf kemudian segera berpamitan pada Bara. Ia lalu keluar dari ruang interogasi. Tidak lama kemudian, seorang Polisi masuk ke ruang interogasi dan menggiring Bara untuk dipindahkan ke sel tahanan sementara.     

----     

Rania tidak sengaja menjatuhkan ponselnya begitu ia mendengar berita dari Pak Haryo, bahwa saat ini Bara sedang ditahan oleh Kepolisian.     

"Ada masalah apa sampai Bara ditahan?" Seru Rania tidak percaya.     

"Dia dituduh melakukan penipuan," jawab Pak Haryo.     

"Penipuan?"     

"Penipuan terkait karya seni yang dipamerkan di galeri."     

Rania memejamkan matanya seraya menghela napas panjang. "Harusnya ngga seperti ini."     

"Kamu tahu sesuatu?" tanya Pak Haryo.     

"Jelas saya tahu. Saya yang dulu memimpin galeri itu. Saya dan Mahesa juga yang memutuskan untuk menyimpan karya yang asli dan memamerkan karya tiruan."     

Pak Haryo menatap Rania tidak percaya. "Kamu dan Mahesa yang melakukan itu?"     

Rania mengangguk panik.     

"Lantas, karya aslinya kalian sembunyikan dimana?" seru Pak Haryo.     

"Masih ada di galeri."     

"Siapa yang tahu tentang hal ini?"     

"Tadinya cuma saya dan Mahesa. Tempo hari, saya bersama Bara dan Arga masuk ke dalam ruang bawah tanah. Saya juga memberitahu mereka bahwa karya yang dipamerkan adalah replika."     

Pak Haryo segera mengeluarkan ponselnya. Tanpa banyak bicara Pak Haryo segera menghubungi Arga.     

----     

"Haduh, lagi report begini, malah di telpon," gerutu Arga ketika ia melihat nama Pak Haryo pada layar ponselnya.     

"Siapa?" tanya Bang Ojal.     

"Eyangnya Bara."     

"Si Pak tua?"     

"Hah? Pak tua?"     

"Pak Haryo maksudnya," terang Bang Ojal.     

Arga segera mengiyakan.     

"Ya udah angkat aja. Ini tinggal sedikit lagi," ujar Bang Ojal.     

"Sebentar ya, Bang." Arga segera berjalan sedikit menjauh dari Bang Ojal dan anak buahnya dan menerima panggilan telpon dari Pak Haryo.     

"Ada apa, Pak?" seru Arga.     

"Kamu sedang apa sekarang?" Pak Haryo balik bertanya tanpa menjawab pertanyaan yang diajukan Arga.     

Arga sedikit kebingungan bagaimana ia menjawab pertanyaan yang di ajukan Pak Haryo. "Saya di--"     

"Dimana kamu?" Seru Pak Haryo tidak sabar.     

Arga menghela napas pasrah. "Saya di galeri."     

Terdengar Pak Haryo menghela napas lega. "Pasti kamu dan Bara sudah merencanakan sesuatu."     

"Kurang lebih begitu. Saya cuma melakukan apa yang Bara minta."     

"Dia minta kamu melakukan apa?"     

"Dia minta saya memindahkan semua karya seni yang ada di bawah tanah ke hall pameran."     

"Kamu sendiri yang memindahkan?" Pak Haryo kembali bertanya.     

"Ya ngga, Pak. Mana bisa saya ngelakuin semuanya sendiri. Sebelum Bara dijemput Polisi dia udah nelpon Bang Ojal buat bantuin saya."     

Pak Haryo berdecak pelan. "Kenapa kalian ngga melibatkan saya?"     

"Bara juga ngasih intstruksinya mendadak tadi, Pak. Saya, Ben, Reno, kita bertiga juga langsung bergerak begitu Bara dibawa ke kantor Polisi. Saya tutup telponnya dulu, Pak. Masih ada yang harus saya pindahkan." Tanpa mempedulikan Pak Haryo, Arga segera menutup telponnya dan kembali menghampiri Bang Ojal dan anak buahnya. Tugasnya harus selesai sebelum dini hari.     

****     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.