Bara

Bang Jali 4



Bang Jali 4

0Bang Jali melangkah cepat begitu bus Trans Jakarta yang ia naiki berhenti di halte Kuningan Barat. Selanjutnya ia harus beralih menuju sisi halte Kuningan Timur dan berpindah menaiki bus yang mengarah ke Halimun.     

Napas Bang Jali sedikit terengah-engah ketika ia berjalan untuk berpindah rute. Ia memperhatikan sekelilingnya. Semua orang berjalan tergesa-gesa sama seperti dirinya.     

"Gila itu cewe, pake hak tinggi jalannya bisa cepet banget," batin Bang Jali ketika melihat seorang wanita yang berjalan melewatinya sambil mengenakan sepatu hak tinggi.     

Sementara dirinya yang mengenakan sepatu kets saja sesekali memelankan langkahnya karena merasa pegal. Bang Jali kembali sadar akan umurnya yang sudah mau memasuki usia kepala empat.     

Bang Jali mengambil napas panjang begitu dirinya tiba di halte Kuningan Timur. Perjuangannya belum usai. Ia harus kembali mengantri untuk naik bus yang mengarah ke Halimun. Sambil menghela napas, Bang Jali melangkah ke antrian yang menuju ke Halimun.     

Ia kembali berjibaku dengan sesama pengguna bus Trans Jakarta. Senggol-senggolan, sikut menyikut bahkan dorong mendorong tidak bisa dihindari.     

Tidak berapa lama, Bang Jali sudah berada di dalam bus yang mengarah ke Halimun. Ia berdiri di dekat pintu karena halte yang menjadi tempat pemberhentiannya tidak terlalu jauh. Ia berhenti tepat setelah halte Kuningan Timur, yaitu halte Patra Kuningan.     

Tidak sampai sepuluh menit, Bang Jali sudah tiba di halte Patra Kuningan. Ia segera turun dari bus. Perjuangannya untuk sampai di kantor MG Group masih belum usai, ia harus kembali berpindah untuk menaiki bus yang berukuran lebih kecil yang mengarah ke kawasan Karet.     

Setelah beberapa kali berpindah bus, Bang Jali akhirnya tiba di pemberhentian yang berada tepat di depan gedung MG Group. Bang Jali terpana melihat gedung tempatnya bekerja kini. Sebuah area perkantoran dengan dua buah gedung kembar dengan sentuhan arsitektur Eropa.     

Bang Jali berjalan melewati taman-taman yang mengelilingi gedung tersebut. Setidaknya, setelah beberapa kali berdesak-desakan dan berpindah bus, memandang taman yang tertata rapi bisa kembali membuatnya merasa bersemangat.     

Bara sudah memberitahu Bang Jali bahwa ia harus pergi ke menara Utara dan selanjutnya naik ke lantai tiga puluh. Bang Jali berjalan menuju menara Utara. Setibanya di lobi, ia menuju meja Resepsionis dan menukar kartu identitasnya dengan kartu pengunjung karena ia belum memiliki kartu akses untuk memasuki gedung tersebut.     

-----     

Pak Agus tiba lebih dulu di kantor MG Group. Begitu tiba di meja Resepsionis, Pak Agus berpesan pada Resepsionis yang sedang duduk di mejanya, jika ada orang yang datang dan mengatakan bahwa dia adalah Office Boy baru, agar ia segera menghubungi Pak Agus. Resepsionis itu mengangguk setelah mendengar permintaan Pak Agus. Sementara Pak Agus segera berjalan menuju ruang pertemuan.     

Bang Jali celingak-celinguk begitu ia tiba di lantai tiga puluh. Ia lantas melihat sebuah kantor dengan logo besar MG Group yang di depannya terdapat sebuah meja Resepsionis. Bang Jali segera menghampiri Resepsionis tersebut.     

"Permisi, Mbak. Saya Office Boy baru di sini," sapa Bang Jali pada seorang Resepsionis yang sedang duduk di balik meja Resepsionis.     

"Oh, Office Boy baru. Tunggu sebentar, ya." Dengan cekatan Resepsionis itu menekan tombol telponnya. Ia kemudian berbicara pada seseorang di sebrang telpon.     

Selesai berbicara di telpon, Resepsionis itu berdiri dari kursinya. "Mari, ikut saya."     

Resepsionis tersebut berjalan masuk ke dalam kantor MG Group. Bang Jali segera mengikuti di belakangnya. Sambil berjalan mengikuti Resepsionis yang mengantarnya, Bang Jali menyapukan pandangannya pada kantor MG Group. Terlihat beberapa karyawan yang sudah datang. Ada yang sedang merapikan meja kerjanya, ada yang sedang menempelkan kepalanya pada meja kerjanya, ada pula yang sedang menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.     

"Glek." Bang Jali menelan ludah. Teringat bahwa ia belum makan pagi karena ia harus berangkat pagi-pagi sekali.     

"Nah, silahkan masuk." Resepsionis itu membukakan pintu ruang pertemuan pada Bang Jali.     

Bang Jali mengangguk seraya tersenyum pada Resepsionis yang mengantarnya. "Terima kasih," ujarnya.     

Bang Jali melangkah masuk ke dalam ruang pertemuan dan Resepsionis yang mengantarnya segera menutup pintu yang ada di belakang Bang Jali.     

"Selamat pagi, kita bertemu lagi," sapa Pak Agus pada Bang Jali.     

Bang Jali mencoba mengingat wajah tua Pak Agus yang sedang duduk dan memandang ke arahnya. Bang Jali kemudian berjalan menghampiri Pak Agus.     

"Silahkan duduk." Pak Agus mempersilahkan Bang Jali untuk duduk di kursi yang ada di depannya.     

Bang Jali masih berusaha mengingat wajah Pak Agus. "Maaf, Pak. Apa sebelumnya kita pernah ketemu?"     

Pak Agus berdecak pada Bang Jali, "saya yang sudah tua, tapi ingatan kamu malah lebih buruk dari saya."     

Bang Jali kembali berusaha mengingat wajah Pak Agus yang nampakanya pernah ia temui.     

"Ah, saya ingat," seru Bang Jali. "Kita ketemu di pemakaman Ardan," lanjutnya.     

"Perkenalkan." Pak Agus mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan Bang Jali. "Saya Agus. Saya Asisten pribadi Kakeknya Mas Bara dan sekarang saya sedang menjadi Asisten Mas Bara." Pak Agus memperkenalkan dirinya pada Bang Jali.     

"Saya Rojali, biasa dipanggil Bang Jali, atau kalau Bapak mau manggil Jali juga ngga apa-apa." Bang Jali menyambut jabat tangan Pak Agus.     

"Semoga kita bisa bekerja sama ya, Jali. Bara sudah menjelaskan semuanya pada saya. Bara juga sudah memberitahu kamu, kan?"     

"Beritahu apa ya, Pak?" Bang Jali tidak mengerti dengan maksud pertanyaan Pak Agus.     

"Beritahu kamu bahwa kamu harus berhati-hati selama bekerja di sini," jawab Pak Agus.     

"Oh, itu. Bara sudah kasih tahu saya semalam."     

"Bagus kalau begitu. Dan juga, jangan sampai ada yang tahu kalau kamu adalah orang yang sengaja dimasukkan Bara ke sini."     

"Beres, Pak."     

"Baiklah kalau begitu. Semoga kamu bisa menjaga diri selama di sini."     

"Saya boleh tanya sesuatu, Pak?"     

"Kamu mau tanya apa?"     

"Memang segitu banyaknya orang yang tidak suka dengan kehadiran Bara?" tanya Bang Jali. Ia tidak tahan untuk tidak menanyakan hal tersebut.     

Pak Agus menghela napasnya sejenak. "Menurut kamu, kenapa sekarang saya berada di sisi Bara?"     

Bang Jali menggeleng pelan.     

"Selain karena saya menjalankan perintah dari Pak Haryo, di sisi lain saya harus membimbing Bara untuk melawan orang-orang yang mencoba menyingkirkannya."     

"Kasian amat hidupnya si Bara. Kapan itu anak bisa hidup tenang," ujar Bang Jali pelan.     

"Tapi dia masih beruntung punya orang-orang yang mau membantunya."     

"Saya pasti bantu Bara sekuat tenaga," seru Bang Jali berapi-api.     

"Saya percaya kamu bisa membantu Bara. Sekarang saya permisi dulu. Sebentar lagi Bara datang, saya harus menyiapkan keperluannya."     

"Iya, Pak."     

Pak Agus bangkit dari kursinya dan berjalan menuju pintu.     

"Sebentar, Pak!" Bang Jali kembali memanggil Pak Agus.     

Pak Agus yang sudah berdiri di balik pintu, kembali menoleh pada Bang Jali. "Ada apa lagi?"     

Bang Jali menggaruk lehernya yang tidak gatal. "Anu, saya harus bertemu siapa setelah ini?"     

"Oh, itu. Nanti saya minta koordinator OB untuk menemui kamu di sini."     

"Ah, oke. Terima kasih, Pak."     

Pak Agus tersenyum pada Bang Jali dan meninggalkannya sendiri di dalam ruang pertemuan.     

----     

Sepuluh menit setelah Pak Agus keluar dari ruang pertemuan, seorang pria yang usianya hampir sama dengan Bang Jali masuk ke dalam ruang pertemuan. Ia memperkenalkan dirinya sebagai Koordinator Office Boy di MG Group. Rohman.     

Selanjutnya Rohman mengajak Bang Jali untuk berkeliling ke ruang-ruang yang ada di kantor tersebut.     

Bara sedang berjalan menuju ruangannya ketika ia berpapasan dengan dua orang Office Boy di selasar.     

"Pagi, Mas Bara." Seorang Office Boy menyapa Bara.     

Sambil tetap berjalan, Bara membalas sapaan tersebut seraya tersenyum pada dua orang Office Boy yang ia temui. Baru beberapa langkah, Bara kemudian tersadar. Langkahnya terhenti dan ia menoleh pada dua orang Office Boy yang baru saja ia lewati. Salah satu dari Office Boy tersebut turut menoleh ke arahnya.     

"Bang Jali?" batin Bara sambil menatap Office Boy tersebut.     

Bang Jali mengedipkan satu matanya pada Bara.     

Bara tidak bisa menahan keterkejutannya melihat penampilan baru Bang Jali. Tanpa sadar ia membelalakan matanya. Bang Jali yang ia biasa kenal adalah Bang Jali yang memiliki jenggot tebal dan rambut gondrong. Namun, pagi ini Bang Jali terlihat berbeda seratus delapan puluh derajat. Tidak ada jenggot tebal dan rambut grondrong yang menjadi ciri khasnya.     

Bang Jali kembali mengalihkan perhatiannya pada Koordinator Office Boy yang berjalan di sebelahnya. Sementara Bara melanjutkan langkahnya menuju ruang kerjanya dengan perasaan tidak percaya bahwa lelaki yang baru saja ia lihat adalah Bang Jali.     

"Itu tadi siapa?" tanya Bang Jali pada Koordinator Office Boy yang menemaninya.     

"Oh itu. Dia cucunya yang Bos besar. Baru nongol udah megang jabatan penting." Rohman menjawab pertanyaan Bang Jali dengan sedikit berbisik.     

"Oh," gumam Bang Jali.     

"Lu udah tahu kan apa aja tugas OB?" Rohman bertanya pada Bang Jali.     

"Tahu, saya pernah kerja jadi OB. Ngomong-ngomong saya enaknya manggil Abang atau Rohman aja?"     

"Panggil Rohman aja. Lagian kita kayanya seumuran."     

"Siap."     

Rohman kemudian membawa Bang Jali ke pantri dan mengenalkannya pada para Office Boy yang sedang membereskan pantri. Bang Jali pun mulai berkenalan dengan para Office Boy yang ada pantri.     

"Ngomong-ngomong, udah sarapan belum Jal?" Tanya Rohman pada Bang Jali.     

Bang Jali menjawabnya dengan sebuah cengiran sambil mengelus perutnya yang mulai keroncongan, "belum."     

"Itu di lemari ada cemilan, makan aja buat ganjel. Itu emang disediain sama kantor. Kalau mau kopi juga ada. Tinggal bikin sendiri aja," terang Rohman seraya menunjuk lemari kabinet yang ada di pantri.     

"Ngga usah malu-malu kalo di sini. Santai aja." Rohman melanjutkan ucapannya sambil menepuk bahu Bang Jali.     

"Iya, makasih Man."     

"Ya udah, lu ngemil aja dulu. Abis itu lu bantuin gue. Sekalian, biar lu kenal sama orang-orang di sini," ujar Rohman.     

"Siap. Ngomong-ngomong, gelas di mana Man? Mau bikin kopi." Bang Jali bertanya malu-malu pada Rohman.     

"Gelas ada di rak bawah yang pojok, kopinya ada di atas." Rohman menunjuk pada rak penyimpanan gelas.     

"Makasih, Man." Bang Jali berjalan ke arah rak yang ditunjuk Rohman dan mengambil sebuah gelas dari dalamnya. "Lu mau kopi juga, Man?"     

"Boleh deh."     

Bang Jali mengambil satu gelas lagi dari dalam rak. Ia kemudian berjalan ke rak penyimpanan makanan. Ia meracik dua buah kopi untuknya dan Rohman. Bang Jali membuat kopi tubruk andalannya. Kopi tubruk dengan komposisi satu sendok makan kopi dan satu setengah sendok makan gula. Biasanya pelanggan di warung kopi sangat menyukai racikan kopi tubruk miliknya.     

Bang Jali menyodorkan kopi buatannya pada Rohman. Berharap Rohman juga akan menyukai racikan kopi andalannya. Kalau ia berhasil mengambil hati Rohman, akan mudah baginya untuk mendapat informasi seputar yang terjadi di kantor.     

Rohman menyeruput kopi buatan Bang Jali. Wajahnya terlihat sangat menikmati kopi buatan Bang Jali. Bang Jali tersenyum dalam hati. Langkah pertamanya untuk mengambil hati Rohman berhasil.     

*****     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.