Bara

The Meeting 2



The Meeting 2

0Pukul sepuluh, seluruh Direktur yang diundang untuk mengikuti rapat sudah berada di dalam ruangan rapat. Rapat langsung dibuka dengan pembahasan mengenai pemilihan CEO yang baru.     

Semua mata tertuju pada Damar yang merupakan calon tunggal untuk mengisi posisi CEO. Bara terus melirik ke arah Damar yang sepertinya sedang terusik oleh sesuatu. Wajah Damar terlihat sangat serius.     

"Kita lakukan saja pemilihannya," ujar Bara.     

Kini semua mata beralih memandang Bara. Pak Angga menatap Bara dengan tatapan tidak percaya. Ia seperti tidak percaya dengan apa yang baru saja Bara katakan.     

"Bukankah Mas Bara sendiri yang mengatakan agar pemilihan CEO diadakan setelah kondisi Pak Haryo membaik?" tanya salah seorang Direktur kepada Bara.     

"Setelah saya pikirkan lagi. Saya putuskan untuk menarik kata-kata saya tempo hari. Lagipula tidak baik jika kita membiarkan posisi CEO dibiarkan kosong terlalu lama," jawab Bara.     

"Apa itu artinya kondisi Pak Haryo masih belum menunjukkan tanda-tanda membaik?" sela Pak Angga tiba-tiba.     

Bara memalingkan pandanggannya pada Pak Angga.     

"Well, kondisi Pak Haryo sudah jauh membaik. Namun saya tidak bisa menjamin kapan beliau akan sadar dan bisa segera bergabung bersama kalian. Seperti yang kita semua tahu, sangat sulit memprediksi kapan pasien yang koma akan bangun." Bara menjawab pertanyaan yang diajukan Pak Angga dengan tenang.     

Pak Angga menyembunyikan senyumnya ketika mendengar jawaban yang diberikan Bara. Ia tidak menyangka Bara akan menjawab sebaik itu. Direktur yang lain berbisik-bisik setelah mendengar jawaban Bara.     

"Lalu bagaimana dengan calon CEO kita? Apa kalian tidak punya kandidat lain selain Bapak Damar?" Bara kembali mengajukan pertanyaan kepada para Direktur yang hadir.     

Damar melirik Bara.     

"Apa yang dia pikirin?" batin Damar.     

Bara tidak mempedulikan tatapan Damar padanya. Ia terus membolak-balik portofolio hasil kerja Damar selama menjabat sebagai Manager Umum di MG Group.     

"Setelah melalui seleksi yang ketat, Pak Damar berhasil mengungguli para kandidat yang lain. Jadi, kami menganggap hanya Pak Damar yang mampu mengisi posisi tersebut," jawab salah seorang Direktur.     

"Kalian yakin?" tanya Bara sambil menatap tajam ke arah Direktur yang baru saja menjawab pertanyaan darinya.     

Direktur yang menjawab pertanyaan Bara nampak kikuk menghadapi tatapan mata Bara.     

Bara kembali beralih pada portofolio Damar yang ada di tangannya.     

"Disini tertulis, Pak Damar pernah membuat perusahaan menanggung kerugian yang cukup besar karena produk yang ia luncurkan tidak mendapat sambutan yang baik. Benar begitu?" Bara bertanya sambil menatap Damar.     

Ekspresi Damar kebingungan mendengar pertanyaan yang diajukan Bara. Damar berusaha membaca ekspresi Bara untuk mengetahui apa yang sebenarnya sedang dia rencanakan dalam rapat kali ini. Damar kesulitan membaca ekspresi Bara karena Bara tampak sangat tenang. Bara menaikkan satu alisnya untuk memancing reaksi Damar.     

"Ya, itu pernah terjadi. Tapi masalah itu bisa teratasi dengan baik dan kerugian yang ditanggung oleh perusahaan bisa diminalisir," jawab Damar.     

"Bagaimana kalau hal semacam ini terulang kembali saat Anda duduk sebagai CEO?" Bara kembali bertanya.     

"Saya tidak bisa menjamin hal tersebut tidak akan terulang lagi," ujar Damar.     

Bara menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi dan menyilangkan kedua tangan di depan dadanya. Tatapannya tidak lepas dari Damar.     

"Tapi saya bisa jamin, saya akan berusaha untuk mengurangi kerugian yang ditanggung perusahaan," lanjut Damar.     

"Anda tidak punya rencana yang lain?" Bara terus bertanya pada Damar. "Bukankah akan lebih baik jika kita mencegah sebelum kerugian itu terjadi?" lanjut Bara.     

Pak Bima memperhatikan Bara yang seperti sedang menekan Damar.     

"Memang lebih baik jika kita mencegah terjadinya kerugian. Namun situasi di lapangan yang selalu berubah terkadang membuat kita mau tidak mau menanggung kerugian. Selama kerugian itu masih bisa ditekan, rasanya itu tidak masalah," sahut Damar.     

Bara menimbang-nimbang apa yang dikatakan Damar. "Baiklah. Tapi, saya harap perusahaan tidak akan terlalu banyak menanggung kerugian selama Pak Damar menjabat sebagai CEO."     

Bara melemparkan senyum samar pada Damar. Keduanya mengangguk pelan secara bersamaan.     

Rapat kembali berjalan untuk membahas tentang audit yang sedang dilaksanakan. Pak Angga mengemukakan pendapatnya bahwa sebaiknya audit dihentikan sementara sampai pengumuman CEO baru MG Group. Bara dengan cepat menolaknya. Bara mengatakan audit yang sedang ia lakukan dengan pihak ketiga tidak akan menganggu penunjukan Damar sebagai CEO baru. Pak Angga yang semula sudah bisa tersenyum lega karena Damar akhirnya akan menjadi CEO baru MG Group, menjadi sedikit gusar karena Bara tidak mau menghentikan audit yang sedang ia kerjakan. Ia juga menjadi sedikit waspada karena sikap Bara yang tiba-tiba menyetujui diadakannya pemilihan CEO baru.     

"Apa yang sedang anak itu rencanakan?" batin Pak Angga sambil menatap ke arah Bara.     

Berbeda dengan Pak Angga, sepanjang rapat Pak Bima tidak banyak berbicara. Ia lebih banyak diam dan hanya menanggapi sesekali. Pandangannya terus tertuju pada Damar. Ucapan Damar sebelum menuju ruang rapat masih terngiang-ngiang dalam benaknya.     

----     

"Big news, big news." Salah seorang rekan kerja Raya berlari-lari masuk ke dalam ruang kerjanya.     

Karyawan lain yang sedang fokus bekerja sontak mengalihkan fokusnya pada orang tersebut.     

"Big news apaan?" tanya yang lain penasaran.     

"Gue denger-denger Pak Damar bakal jadi CEO baru."     

"Yah, kiraian big news apaan," sahut karyawan yang lain.     

"Itu big news kan?" tanya si pembawa berita.     

"Itu sih gosip lama."     

"Tapi sekarang udah pasti."     

"Udah pasti gimana? rapatnya aja belum selesai."     

"Notulen rapatnya sendiri yang ngasih tahu."     

"Oh iya, ada satu big news lagi?"     

"Big news apa sekarang?"     

"Kalian tahu kan acara tahunan MG Group yang cuma dihadiri sama para pengusaha dan orang-orang kaya itu?"     

"Iya, kenapa emangnya sama acara itu?"     

"Khusus tahun ini, ada sepuluh karyawan yang akan diundang buat datang."     

"Serius lu?" tanya seorang Karyawati dengan antusias.     

"Serius," jawab di pembawa berita dengan antusias.     

"Semoga gue diundang. Kali aja gue bisa dapet kesempatan kenalan sama para old money," sahut yang lain penuh harap.     

"Terus mau ngapain kalau udah kenalan?"     

"Yakali aja jodoh. Jadi sugar babynya juga gapapa."     

Suasana ruang kerja Raya yang mendadak ramai menjelang jam makan siang karena kabar yang dibawa oleh salah seorang rekannya, nyatanya tidak mengusik perhatian Raya. Raya terus fokus pada layar monitornya. Ada sesuatu yang mengganjal di hatinya.     

"Ngga ikut ngerumpi, Mbak?" Axel seorang pegawai magang yang ditempatkan di departemennya mendadak muncul di belakang Raya.     

"Ngga," jawab Raya singkat tanpa mengalihkan perhatiannya dari layar monitor.     

"Lagi ngerjain apa sih, Mbak? Serius banget kayanya?" Axel mencondongkan tubuhnya untuk melihat layar monitor Raya.     

Dengan cepat Raya menekan tombol Alt Ctrl dan Tab secara bersamaan. Layar monitor Raya seketika berubah menjadi wallpaper bergambar pemandangan pantai tropis. Raya segera mematikan layar monitornya.     

"Bukan apa-apa," ujar Raya. "Makan, yuk!" Raya menoleh pada Axel dan mengajaknya untuk makan siang.     

"Saya bawa bekal, Mbak," sahut Axel.     

Raya berdiri dari kursinya.     

"Bekalnya dimakan nanti aja, makan aja di bawah. Gue traktir," bujuk Raya.     

"Serius di traktir Mbak?"     

Raya mengangguk.     

"Ya ngga nolak saya kalau di traktir," ujar Axel.     

"Yaudah. Ayo turun!"     

Raya segera mengambil dompet dan ponselnya kemudian berjalan mendahului Axel. Axel berjalan mengikuti Raya sembari terus memperhatikan komputer kerja Raya. Ia curiga Raya sedang mengerjakan sesuatu di luar dari pekerjaannya yang semestinya.     

-----     

Selepas rapat terbatas bersama para Direktur MG Group, Pak Agus mengajak Bara untuk pergi menemui salah seorang pemegang saham di MG Group yang juga merupakan teman lama Pak Haryo. Mereka bergegas pergi meninggalkan kantor tidak lama setelah rapat selesai. Keduanya segera menuju ke lobi. Begitu tiba di lobi, kendaraan mereka belum ada disana. Mobil yang akan mereka naiki masih berada pada antrian mobil yang akan memasuki lobi. Di jam makan siang seperti ini, banyak mobil yang masuk ke area lobi hingga menyebabkan antrian yang cukup panjang.     

Sambil menunggu mobilnya tiba, Bara mengedarkan pandangannya pada area sekitar lobi. Berharap ia bisa kembali berpapasan dengan Raya. Alam sepertinya mengerti apa yang diinginkan Bara. Di kejauhan ia melihat sosok Raya yang sedang berjalan menuju lobi. Akan tetapi Raya tidak sendiri. Ia bersama seorang pria. Pria itu tidak asing bagi Bara. Pria yang sedang berjalan di samping Raya kali ini adalah salah satu saingannya pada saat seleksi masuk untuk pegawai magang MG Group. Axel. Orang yang sudah berani membuat keributan pada saat test.     

Bara menepuk jidatnya. Menyadari kelalaianya. Sejak bekerja untuk mewakili Pak Haryo, Bara lupa bahwa ia harusnya masuk sebagai pegawai magang dan menyelidiki koneksi yang dimiliki Axel. Dan kini, Axel terlihat akrab dengan Raya. Hal ini sedikit membuatnya gusar.     

"Mari, Mas Bara." Pak Agus membukakan pintu mobil untuk Bara.     

Bara bergeming dan masih sibuk dengan pikirannya.     

"Mas Bara," panggil Pak Agus.     

"Oh, iya Pak." Bara tersadar dan segera masuk ke dalam mobil.     

Sembari berjalan ke arah lobi, Raya tidak sengaja melihat Bara yang baru saja masuk ke dalam mobilnya. Axel ternyata juga melihat Bara yang baru saja pergi meninggalkan lobi gedung tempat mereka bekerja.     

"Harusnya dia masuk bareng saya," ujar Axel sambil menunjuk ke arah mobil yang dinaiki Bara dengan dagunya.     

"Siapa?" tanya Raya.     

"Itu, si Bara. Cucunya yang punya perusahaan."     

Raya menyadari ada nada kesal saat Axel menyebut nama Bara.     

"Orang-orang kaya dia pasti nganggep tes kemarin itu cuma mainan doang. Kalau akhirnya dia bisa gantiin Kakeknya ngapain dia repot-repot pakai ikut tes segala," lanjut Axel.     

"Lu kesel banget kayanya?"     

"Ya kesel lah, Mbak. Gara-gara dia ikut tes, soal tes kemarin itu jauh lebih susah dari tes sebelumnya."     

"Masa? Emangnya lu tahun lalu juga ikutan test?"     

"Iya, tapi saya tahun lalu gagal. Untung tahun ini bisa keterima."     

"Eh, tunggu. Lu itu bukannya yang kemarin itu sempat bikin keributan ya?" tanya Raya pada Axel.     

Axel mendadak terdiam dan menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. "Kok Mbak tahu?"     

"Ya tahu lah. Tapi lu hebat juga ya, udah bikin ribut tapi masih bisa keterima. Rahasianya apa?" sindir Raya. Sesungguhnya Raya gerah mendengar Axel yang mengeluh tentang Bara. Raya jadi teringat tentang keributan yang terjadi pada saat tes.     

"Lu punya orang dalem?" Raya kembali bertanya.     

Axel menjadi salah tingkah mendengar pertanyaan yang diajukan Raya.     

"Kalau lu berhasil masuk karena ada orang dalem, lu ngga ada bedanya sama dia, Xel." Raya meneruskan kata-katanya.     

Raya berjalan santai mendahului Axel. Lengan Axel terkepal mendengar ujaran yang diucapkan Raya. Axel menatap Raya yang sudah berjalan menjauh dengan kesal.     

"Dasar cewe sial," ujar Axel di dalam hati.     

****     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.