Bara

Father and Daughter 3



Father and Daughter 3

0Kimmy tiba lebih dulu di apartemennya. Ia buru-buru masuk dan memperhatikan seluruh ruang di dalam apartemennya untuk memastikan seluruh ruangan tersebut sudah rapi. Setelah memastikan apartemennya dalam keadaan rapi, lantas Kimmy segera ke kamarnya dan berganti pakaian. Kimmy berganti pakaian menggunakan kaus oversized dan celana legging hitam. Ia ingin berpenampilan lebih santai saat berbicara dengan Pak Bima. Rambut sebahunya yang tadi tergurai, ia cepol asal-asalan.     

Selesai berganti pakaian, Kimmy segera melangkah ke lemari kaca yang ada di dapur bersihnya dan memilih gelas wine untuk ia gunakan bersama papanya. Ia memandangi satu per satu gelas wine yang dimilikinya, mulai dari gelas burgundy, bordeaux, zinfandel sampai pinot noir yang ada di lemari kacanya.     

"Papa tadi beli wine apa, ya?" pikir Kimmy sambil memperhatikan gelas-gelasnya.     

Ketika sedang sibuk memikirkan gelas yang akan digunakan, bel di apartemennya berbunyi.     

"Ah, biarin si suhu aja yang milih sendiri gelasnya." Kimmy segera menyingkirkan pikirannya perihal gelas yang akan digunakan dan memilih untuk membiarkan Pak Bima sendiri yang memilih gelasnya. Pak Bima lebih teliti daripada dirinya yang biasanya hanya asal menggunakan gelas ketika akan menikmati wine seorang diri.     

Kimmy bergegas membukakan pintu apartemennya untuk Pak Bima. Pak Bima menyerahkan kantung kertas yang ia bawa kepada Kimmy.     

"Masuk, Pa." Kimmy menerima kantung kertas berisi wine yang dibawa Pak Bima seraya memundurkan sedikit badannya untuk memberi ruang pada Pak Bima agar bisa melangkah masuk ke dalam apartmennya.     

Pak Bima segera melangkah masuk ke dalam apartemen Kimmy. Ia berjalan dan melihat-lihat apartemen Kimmy. Ini adalah kunjungan pertamanya ke apartemen Kimmy dan ia berharap ini tidak menjadi kunjungan terakhirnya.     

Suasana apartemen Kimmy sangat berbeda dengan apartemen Damar yang biasa ia kunjungi. Apartemen Kimmy terasa lebih hangat dibanding apartemen Damar yang kental dengan nuansa maskulin. Kimmy bahkan menggunakan paquet kayu untuk melapisi lantai apartemennya. Di dinding apartemen Kimmy, terdapat beberapa foto Kimmy saat menjadi brand ambassador produk fashion. Tetapi, foto yang paling menarik perhatian Pak Bima adalah sebuah foto yang terlihat lebih besar jika dibandingkan dengan foto-foto yang lain. Foto itu merupakan sebuah foto hitam putih yang tergantung tepat di atas TV yang berada di ruang keluarga. Di foto itu, Kimmy mengenakan kamisol berwarna putih dan sedang duduk di pinggir jendela. Wajahnya menoleh sedikit ke pemandangan kota London yang ada di belakangnya. Meski di foto itu, wajah Kimmy tidak menatap ke kamera, tetapi rona wajahnya terlihat sangat bahagia.     

"Siapa yang ambil foto ini?" tanya Pak Bima.     

Kimmy berdiri di sebelah Pak Bima dan ikut memandangi foto tersebut. "Mama," jawabnya singkat.     

Pak Bima menoleh tidak percaya. "Mama yang ambil foto ini?"     

Kimmy mengangguk. "Foto ini diambil satu tahun sebelum mama meninggal."     

"Jadi waktu itu kamu sudah tahu kalau mamamu mengidap kanker?"     

"No, aku juga ngga tahu kalau dibalik ajakan Mama ke London waktu itu ternyata Mama sedang mencari second opinion soal penyakitnya."     

"Memang kalian ngga sama-sama selama di London?"     

"Beberapa kali Mama bilang mau ketemu teman lamanya dan dia suruh aku buat jalan-jalan sendiri."     

"Kamu ngga curiga?"     

"Buat aku waktu itu, yang penting aku bisa lihat Mama kembali tersenyum setelah sekian lama Papa menghapus senyum dari wajah Mama." Kimmy melirik sinis pada Pak Bima. "Siapa sangka itu jadi perjalanan terakhir aku sama Mama."     

Pak Bima tertunduk mendengar ucapan Kimmy yang bagaikan siraman alkohol di hatinya yang luka. Perih seketika dirasakan Pak Bima ketika Kimmy menyebutnya sebagai orang yang menghapus senyuman di wajah Grace, istri yang sangat ia cintai. Ucapan Kimmy tidak sepenuhnya salah, pada kenyataannya memang ia yang menyebabkan Grace kehilangan senyumnya akibat tuduhan perselingkuhan yang ia alamatkan padanya.     

Pak Bima memutar badannya untuk membelakangi foto Kimmy yang sedari tadi ia kagumi. "Kamu sudah siapkan gelasnya?" Pak Bima kembali bertanya pada Kimmy. Ia butuh pengalihan agar tidak merasakan perih yang saat ini sedang ia rasakan.     

"Tadi sebelum Papa datang, aku lagi milih-milih gelas."     

"Jadi, kamu belum siapin gelasnya?"     

"Belum."     

"Ya sudah, kita pilih gelasnya dulu."     

Kimmy segera membimbing Pak Bima untuk melangkah ke area dapur bersih yang ada di apartemennya. Pak Bima menatap lemari kaca berisi gelas-gelas wine milik Kimmy.     

"Jujur aja, aku ngga terlalu merhatiin gelas yang aku pakai tiap kali aku minum wine sendiri."     

"Lantas, untuk apa kamu beli gelas-gelas ini?"     

"Ngga tahu, mungkin karena bentuknya bagus."     

Pak Bima mendengus mendengar jawaban Kimmy yang sangat apa adanya. Ia kemudian membuka lemari kaca tersebut dan mengambil dua gelas burgundy dari deretan gelas-gelas wine milik Kimmy.     

"Pembuka wine kamu pasti punya, kan?" tanya Pak Bima.     

"Punya, lah." Kimmy meletakkan tas kertas yang sedari tadi ia bawa ke meja kabinet yang ada di dekatnya. Ia kemudian membuka lemari kabinet tepat di atas meja tersebut dan mengambil pembuka wine.     

"Let's go," ujar Kimmy. Ia segera melangkah keluar dari area dapur bersih dan menuju ruang keluarga. Pak Bima mengikuti di belakangnya sambil membawa dua gelas burgundy di tangannya.     

-----     

"Wah, memang beda ya kalau minum sama expert," gurau Kimmy yang memperhatikan Pak Bima ketika mencoba wine yang ia beli.     

Pak Bima menuang sedikit wine ke dalam gelasnya. Ia memutar-mutar gelas di tangannya secara perlahan. Setelah itu, ia membaui sejenak wine tersebut sebelum meminumnya.     

Pak Bima bergumam pelan setelah mencicip wine yang baru saja ia beli. Ia kemudian menuangkan wine ke gelas yang ada di hadapan Kimmy. Kimmy mengambil gelas tersebut dan melakukan hal yang sama dengan Pak Bima.     

"Hmm." Mata Kimmy berbinar setelah mencicip wine tersebut. "Schmeckt gut," ujar Kimmy.     

Pak Bima tersenyum senang mendengar pujian Kimmy. Ia kemudian kembali menuang wine ke dalam gelas miliknya.     

"Sekarang Papa mau dengar semua keburukan Papa di mata kamu," ucap Pak Bima sambil menatap Kimmy lekat-lekat.     

Kimmy kembali menyesap wine miliknya. Ia kemudian mendesah panjang. "Mungkin aku mulai ini dengan sebuah pertanyaan."     

"Apa yang mau kamu tanyakan?" tantang Pak Bima.     

"Sebentar, aku ambil sesuatu dulu di kamar." Kimmy beranjak meninggalkan ruang keluarganya dan segera melangkah masuk ke dalam kamarnya.     

Beberapa saat kemudian, Kimmy kembali sambil membawa sebuah lembaran foto di tangannya. Kimmy kembali duduk di sebelah Pak Bima.     

"Explain this," ucap Kimmy seraya menunjukkan sebuah foto dimana mamanya tampak sedang tersenyum riang bersama dengan seseorang yang tidak lain adalah Mahesa, Ayah Bara.     

Pak Bima nampak bergetar menerima foto yang dipegang Kimmy. "Darimana kamu dapat foto ini?" tanyanya dengan lirih.     

"Papa ngga perlu tahu aku dapat foto ini darimana, yang aku perlu penjelasan dari Papa," jawab Kimmy penuh penekanan.     

"Ini--" Pak Bima menekan pelipisnya yang terasa pening. "Foto ini yang menjadi awal pertengkaran Papa dan Mama." Akhirnya kata-kata itu keluar dari mulut Pak Bima. Lidahnya terasa kelu mengakui bahwa foto yang saat ini sedang dipegangnya adalah cikal bakal kehancuran rumah tangganya sendiri.     

"Mama selingkuh sama Om Esa?"     

"Itu yang banyak dibicarakan orang-orang waktu itu." Perlahan tapi pasti Pak Bima merasa dadanya semakin sesak. Seolah ada bom waktu yang siap meledak kapan saja. Ia kemudian kembali meminum wine-nya untuk meredakan kegetiran yang sedang ia rasakan.     

"Maksudnya 'itu' yang banyak dibicarakan orang-orang?" Kimmy kembali bertanya.     

"Sebelum kecelakaan yang menimpa keluarga Bara, beredar kabar kalau mamamu selingkuh dengan Om kamu. Orang-orang sering melihat mereka berduaan di kantor. Awalnya Papa tidak terlalu peduli, tapi setelah melihat foto ini Papa tidak bisa lagi untuk tidak peduli." Pak Bima menghentikan ucapannya. Ia seperti sedang melakukan sebuah pengakuan dosa kepada Kimmy. "Papa mulai tidak percaya sama mamamu, ditambah mereka bedua memang pernah memiliki hubungan di masa lalu pada saat kuliah. Puncaknya ketika mereka mengaitkan bahwa kamu adalah anak hasil hubungan gelap mereka."     

"WHAT?" Kimmy terperangah mendengarkan cerita Pak Bima. "You don't believe it, isn't you?"     

Pak Bima menggeleng pelan. "I'm bloody moron."     

"Oh, now I know, why you keep pushing me away. That was because you believe that stupid rumours. am I right?"     

"Yes, you're right. I was soo stupid that time. After that, your mother lose her smile and I keep pushing her to tell the truth. But, when she says the truth I never believe her until she dies."     

"Such a lovely husband," sindir Kimmy. "So, who's my real father? You or --" Kimmy tidak dapat melanjutkan kalimatnya. Ia begitu takut dengan apa yang akan dikatakan Pak Bima.     

"Me," jawab Pak Bima singkat.     

"But, you didn't believe that I am your daughter."     

"Your mother gave me the result about DNA testing. And the result is you are my daughter's, not Mahesa's."     

"So, after what you've done, you still my real father?"     

Pak Bima menganggguk pelan. "What I've done?" tanyanya pada dirinya sendiri.     

"Papa masih tanya apa yang udah Papa lakuin?" Kimmy bertanya tidak percaya pada Pak Bima.     

"I know what I have been doing. But, I still can't believe that." Pak Bima meremas kepalanya.     

"Papa pernah nonton film AADC 2?"     

"Kenapa kita tiba-tiba mau bahas film?"     

"Karena, apa yang Papa lakukan ke Mama itu JAHAT." Kimmy memberikan penekanan pada kata 'jahat' persis seperti tokoh Cinta ketika berhadapan dengan Rangga.     

"Ya, Papa memang jahat. Sangat-sangat jahat."     

"Lantas kalau sudah tahu aku ini anak Papa, kenapa Papa selalu menghindar dari aku?"     

"Papa ngga sanggup bertatap muka sama kamu. Setiap kali melihat kamu, Papa selalu terbayang wajah kecewa mamamu setiap kali Papa tidak mempercayainya."     

"Terus, sekarang Papa sudah berani melihat aku?"     

"I'm trying. Papa mau memperbaiki itu semua. Apa Papa sudah terlambat untuk memperbaiki semuanya?"     

"For Mom? Yes, you're late. Too late."     

"What about you?"     

"Almost."     

"So, I still have a chance to fix it all?"     

"I give you a chance."     

"Really?" Pak Bima kembali bertanya untuk memastikan Kimmy mau memberinya kesempatan untuk memperbaiki hubungab di antara mereka.     

Kimmy menuangkan wine ke dalam gelasnya sendiri. Ia meneguk wine itu perlahan seraya melirik pada Pak Bima yang sedang menantikan jawaban darinya. Selesai meneguk wine-nya, Kimmy menghela napas panjang. "Yes," jawab Kimmy mantap.     

Pak Bima tidak dapat lagi membendung air matanya. Ia tertunduk. Satu tangannya menutupi wajahnya. Bahunya nampak naik turun merasakan gejolak di hatinya saat ini. Tangannya yang lain meraih tangan Kimmy yang ada di sebelahnya dan menggenggamnya erat.     

"Terima kasih," ucap Pak Bima parau.     

*****     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.