Bara

Manuver 4



Manuver 4

0Bara dan Damar masuk ke dalam ruangan yang ada di lantai dua bar Milenium. Sesuai permintaan Damar, Rico sudah menyiapkan ruangan khusus untuk mereka berdua. Damar terperangah begitu masuk ke dalam ruangan itu.     

"Seriously, Rico. Dia bener-bener ngga ngasih gue alkohol malam ini." Damar menatap nanar pada kaleng-kaleng soda yang ada di atas meja mereka. "Bahkan bir zero, pun, gue ngga dikasih." Damar lalu menjatuhkan dirinya pada sofa yang ada disana dan menatap pasrah pasrah kaleng minuman soda yang sudah disiapkan Rico.     

Bara lantas segera duduk di sebelah Damar dan segera mengeluarkan diska lepas pemberian Dirga dari kantung jaketnya. Ia menyodorkan diska lepas itu pada Damar.     

"Apa ini?" tanya Damar keheranan.     

"Flashdisk," jawab Bara.     

"Iya, gue tahu itu flashdisk. Tapi ngapain lu ngasih itu ke gue?"     

"Karena isi flashdisk itu tentang lu."     

Damar membelalakkan matanya. Ia mengacunkan telunjuknya pada dirinya sendiri. "Tentang gue?"     

Bara mengangguk.     

Damar seketika menarik kerah jaket yang Bara kenakan. "Lu diem-diem nyelidikin gue? Lu masih ngga percaya sama gue? Atau lu mau pakai isi flashdisk itu buat ngancem gue?"     

Bara menggeleng. "Bukan itu maksud gue."     

"Terus mau lu apa dengan nunjukin flashdisk itu ke gue?"     

"Hanggono," ujar Bara.     

"Hanggono?" Damar keheranan dengan apa yang baru saja Bara ucapkan. Ia lalu perlahan melepaskan kerah jaket Bara.     

"Hanggono yang diam-diam nyelidikin lu," terang Bara.     

Damar tercengang dan menatap Bara tidak percaya. Tiba-tiba ia cemas dengan isi diska lepas yang dibawa Bara.     

"Lu ngga perlu khawatir, isi dalam flashdisk ini ngga akan sampai ke tangan Hanggono," ujar Bara tenang.     

"Have you seen it?" Tanya Damar setengah ketakutan.     

Bara menatap mata Damar yang dipenuhi ketakuan. Ia lalu mengangguk pelan.     

Damar segera memalingkan wajahnya dari Bara. Ia memejamkan matanya. Membayangkan informasi apa yang sudah Bara lihat. Ia lalu kembali menatap Bara. "Apa aja yang udah lu tahu?"     

"Everything," sahut Bara cepat. "Termasuk--" Bara terdiam. Ia menunggu Damar yang melanjutkan kata-katanya.     

"Termasuk fakta bahwa gue ini bukan anak kandung Papa?"     

Bara mengangguk pelan.     

Damar lalu tersenyum. "Terus mau lu apain informasi itu?"     

Bara lalu meraih tangan Damar dan meletakkan diska lepas itu di tangan Damar. "Lu simpen ini. Jangan sampai ada orang yang tahu tentang isi flashdisk ini," tutur Bara.     

"Maksud lu?"     

"Gue memilih untuk mengabaikan isi flashdisk ini."     

Damar tertawa pelan sambil menimbang-nimbang diska lepas yang ada di tangannya. "Ngga ada rahasia yang bertahan selamanya. Mungkin saat ini ada beberapa orang yang tahu. Kedepannya? Who knows? siapa lagi yang bakal tahu."     

"Siapa lagi yang tahu ini selain Om Bima?"     

"For your information, Eyang ternyata sudah tahu sejak gue SMA. Dia menyembunyikannya sampai akhirnya dia buka suara tentang itu untuk menekan Papa," terang Damar. "It will gonna blow me up, someday. And when it's happen, I'm ready."     

"Gue ngga akan biarin informasi ini tersebar. Om Bima juga ngga akan biarin hal itu terjadi."     

"Ya, gue percaya kalian ngga akan biarin informasi ini tersebar. But, kalau suatu hari nanti lu perlu mengeluarkan ini sebagai senjata untuk melawan Eyang, do it. Gue ngga keberatan sama sekali." Damar mengembalikan diska lepas yang tadi diberikan Bara.     

Bara buru-buru menolaknya. "No, gue ngga bakal pakai informasi ini."     

Damar menatap Bara. "Trust me, suatu saat lu bakal butuh ini."     

"No." Bara tetap teguh pada pendiriannya. "Itu sama aja gue ngorbanin lu. Gue ngga mau."     

"Lebih baik lu yang bongkar tentang ini daripada orang lain," sahut Damar cepat.     

"Tapi--" Bara terdiam.     

"Ngga ada tapi-tapian. Pokoknya lu simpan ini. Gue percayain hidup gue sama lu."     

Ragu-ragu Bara menggenggam diska lepas yang ada di tangannya. Berbeda dengan Damar yang terlihat sudah sangat yakin dengan keputusannya untuk membiarkan Bara menggunakan informasi tentang dirinya.     

Damar memperhatikan Bara yang masih terlihat ragu. Ia kemudian menepuk bahu Bara. "I know you can do it. I trust you. Kita ini ngga berbeda jauh."     

"Thank you for trusting me," ujar Bara.     

"We're brothers, right?"     

"Yeah, we're brothers, and always be."     

"Then." Damar membuka dua buah kaleng soda dan memberikan satunya kepada Bara. "Cheers."     

Bara dan Damar tos menggunakan kaleng soda yang sedang mereka pegang. Seraya tersenyum, keduanya menenggak soda masing-masing.     

Melalui ujung matanya, Damar melirik Bara yang sedang meminum sodanya.     

"I'm scared," batin Damar.     

Kebenaran yang baru saja dikatakan Bara semakin membuat Damar merasa ketakutan bahwa rahasia yang selama ini hanya dipegang oleh Pak Bima, perlahan-lahan akan naik ke permukaan. Di depan Bara mungkin Damar terlihat tenang dalam menyikapi tentang rahasia ini. Namun yang tidak diketahui Bara, sepanjang mereka membicarakan tentang informasi yang dimiliki Bara, Damar menyembunyikan ketakutannya.     

"Lu harus janji satu hal sama gue," ujar Bara tiba-tiba.     

"Apa?"     

"Lu harus kasih tahu gue, kapan waktu yang tepat buat gue untuk menggunakan informasi ini."     

"Kenapa ngga lu aja yang mutusin kapan waktunya lu ngeluarin informasi itu?"     

Bara menatap Damar dalam-dalam. "Karena, cuma lu yang tahu kapan diri lu siap buat menghadapi konsekuensinya."     

Damar menelan ludahnya. "Oke."     

Damar kembali meneguk soda miliknya. Bara memperhatikan lengan Damar yang sedikit bergetar ketika memegang kaleng soda miliknya.     

"Gue tahu, lu cuma pura-pura berani," batin Bara sambil memperhatikan Damar.     

----     

Kimmy menghampiri salah satu Pegawai Rico yang tadi diam-diam ia perintahkan untuk menyelundupkan iPod miliknya ke dalam ruang VIP tempat Damar dan Bara bertemu.     

"Mereka ngga tahu, kan?" tanya Kimmy pada pegawai Rico.     

Pegawai itu segera menyerahkan iPod milik Kimmy. "Ngga, aman."     

"Bagus, thanks ya." Kimmy lalu menyelipkan beberapa lembar uang seratus ribuan kepada Pegawai tersebut. "Inget, jangan bilang-bilang Rico."     

"Beres." Pegawai itu membuat tanda lingkaran dengan jari telunjuk dan ibu jarinya.     

"Ya udah."     

Pegawai yang menemui Kimmy kembali membaur dikeramaian bar milik Rico. Kimmy pun segera membaur sambil sesekali mengendap-endap untuk memastikan Damar, Bara atau pun Rico tidak melihatnya.     

Setelah berhasil sampai di pintu keluar bar Millennium, Kimmy berjalan cepat menuju kendaraannya. Ia sudah tidak sabar dengan apa yang dibicarakan Damar dan Bara. Ia tidak menyangka ternyata mereka diam-diam bertemu. Padahal kabar yang santer terdengar hubungan mereka di kantor tidak baik.     

Kimmy menutup rapat mobilnya dan segera memasang headset ke telinganya. Ia kemudian memutar rekamana percakapan yang terjadi antara Damar dan Bara.     

Menit-menit awal Kimmy belum bisa menebak kemana arah pembicaraan Bara dan Damar. Tidak lama kemudian, Kimmy terkejut hingga tanpa sengaja menjatuhkan iPod yang sedang ia pegang. Kedua tangannya menutupi mulutnya. Ia tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Beberapa saat Kimmy terdiam. Ia lalu memungut kembali iPod-nya.     

Kimmy memutar kembali percakapan Damar dan Bara. Ia lalu menghentikan sejenak rekaman tersebut tepat ketika Damar menyinggung bahwa Damar bukanlah anak kandung Pak Bima. Berulang kali Kimmy memutar bagian itu. Berulang kali itu pula Kimmy tidak sanggup mempercayai apa yang ia dengar. Terlebih yang mengatakan hal itu adalah Damar sendiri.     

"It can't be," ucap Kimmy bergetar. "This is unreal." Mata Kimmy mulai berkaca-kaca.     

Kimmy lalu menghapus air mata yang mulai menggenang di pelupuk matanya. Ia lalu kembali keluar dari dalam mobilnya.     

Kimmy kembali masuk ke dalam bar Millennium dan mencari-cari karyawan Rico yang tadi sudah membantunya. Ia kemudian menemukan karyawan itu baru saja keluar dari salah ruang VIP yang ada di bar tersebut. Dengan cepat Kimmy berjalan menghampirinya.     

"Balikin duit gue," sergah Kimmy.     

Karyawan itu mengernyit kebingungan.     

Kimmy menunjukkan iPod miliknya. "Tadi lu naro ini di mana?"     

Karyawan itu menghela napasnya. "Kan, tadi gue disuruh buat naro ini di ruangan VIP pesanan Mas Damar."     

"Lu tahu Damar yang mana?"     

"Semua karyawan di sini juga tahu, Mas Damar yang mana. Jadi, ngga mungkin gue salah taro. Gue bahkan yang beresin ruangan itu sebelum dan sesudah Mas Damar masuk. Kalo ngga percaya, cek aja sama Bos Rico."     

Kimmy terdiam begitu Karyawan Rico memintanya untuk memastikan langsung pada Rico. Tidak mungkin ia meminta Rico untuk mengeceknya. Damar akan tahu jika Kimmy mengikutinya kalau ia sampai meminta tolong Rico.     

"Ya udah. Gue percaya sama lu." Kimmy segera berjalan pergi meninggalkan Karyawan Rico yang masih memandanginya.     

"Mabok kali, ya," ujar Karyawan Rico yang melihat Kimmy berjalan gontai meninggalkannya. Ia hanya geleng-geleng kepala dan kembali melanjutkan pekerjaannya.     

****     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.