Bara

Bang Jali 3



Bang Jali 3

0Rania berjalan cepat menuju kamar hotelnya. Setelah tadi memutuskan untuk keluar dari kamar hotel dan membeli beberapa peralatan menggambar, Rania segera kembali ke kamar hotelnya. Tidak disangka ia bertemu Bara. Pada saat hendak berjalan menuju lift, Rania yang sedikit kerepotan dengan barang-barang yang ia beli, tidak memperhatikan jalan di depannya. Tanpa sengaja, ia menabrak seseorang yang juga sedang berjalan menuju lift.     

Seketika barang yang dibawa Rania jatuh berhamburan di lantai. Rania segera berjongkok untuk memunguti barang-barangnya. Tak dinyana, seseorang yang tidak sengaja ia tabrak turut berjongkok di depannya dan membantu mengumpulkan barang-barangnya yang berserakan.     

Rania melirik orang yang ia tabrak melalui celah-celah burqa yang menutupi wajahnya.     

"Bara." Rania berseru dalam hati.     

Ia terkejut, karena yang ia tabrak adalah anaknya sendiri. Bara sedang merunduk dan mengumpulkan barang-barang milik Rania yang berserakan di lantai.     

Bara menoleh sebentar padanya. Rania kembali merunduk untuk menyembunyikan rasa terkejutnya. Bara mulai berbicara padanya dan menawarkan bantuan. Pada saat itu, Rania ingin segera memeluk Bara. Putranya yang sudah lama ia rindukan. Namun, mengingat ini belum saatnya ia muncul di hadapan Bara, dengan halus Rania menolak bantuan yang ditawarkan Bara.     

"Sebentar lagi kita akan bertemu kembali," gumam Rania sambil memandang lampu-lampu gedung perkantoran dari jendela kamar hotelnya.     

Rania beranjak ke meja hias, ia duduk dan memandangi foto keluarga kecilnya yang ia bawa. Rasa haru menguasai dirinya. Ia menggenggam tangannya yang tadi sempat digenggam oleh Bara ketika Bara membantunya untuk berdiri.     

"Dia benar-benar seperti kamu, Mas." Rania menyentuh foto wajah Suaminya.     

"Bara sudah tumbuh dengan baik, dia kini sudah menjadi seorang pria dewasa."     

Rania mengambil buku sketsa yang baru ia beli dan membuka plastik pembungkusnya. Ia kemudian mengeluarkan satu set pensil gambar yang juga masih tersegel. Rania meraut pensil-pensil yang baru ia beli. Setelah semuanya siap, Rania mulai menyapukan pensilnya di atas kertas buku sketsa miliknya. Ia menggambar tiap detil wajah Bara yang baru saja tidak sengaja bertemu dengannya.     

Rania menggambar sketsa wajah Bara dengan serius sambil sesekali tersenyum membayangkan masa-masa bahagianya dahulu. Penantiannya sebentar lagi akan berakhir. Ia akhirnya bisa memenuhi janjinya pada Bara untuk kembali padanya.     

-----     

Sebelum subuh, Bang Jali sudah terbangun dari tidurnya. Ia bergegas ke kamar mandi dan membasuh tubuhnya. Siraman air dingin seketika membuat bulu kuduknya meremang dan tubuhnya kembali segar.     

Sebelum menyelsaikan ritual mandinya, Bang Jali mengambil pencukur yang sudah ia beli semalam dari warung kelontong yang berada tidak jauh dari rumah kontrakan Bara. Bang Jali lantas mencukur habis jenggotnya yang selama ini menjadi ciri khasnya di warung. Selesai bercukur, Bang Jali mencuci wajahnya sambil menepuk-nepuk pipinya yang kini sudah halus tanpa jenggot.     

Selesai mandi, Bang Jali berganti pakaian dengan kemeja putih dan celana hitam. Ia mematut dirinya di depan cermin usang yang ada di rumah kontrakan Bara. Cermin itu sudah tidak jernih lagi, namun samar-samar Bang Jali masih bisa melihat pantulan dirinya. Rambutnya yang gondrong sudah ia cukur semalam setelah Bara pulang. Berganti dengan gaya rambut yang menurut Tukang Cukurnya mirip dengan gaya rambut David Beckham.     

Bang Jali mengatur rambutnya sembari membubuhkan sedikit jel rambut. Selesai menata rambutnya, Bang Jali nampak bangga dengan penampilannya kini.     

"Ternyata gue masih ganteng kaya dulu. Ngga kalah ganteng juga sama Bara." Bang Jali berujar sambil memandangi pantulan wajahnya di cermin yang sudah usang itu. Ia berbangga hati karena meski usianya sudah hampir menjajaki angka empat puluh, tubuh dan wajahnya masih terlihat bugar.     

Ia lantas segera menyambar tas kecil miliknya dan menyampirkannya di bahu. Ia kemudian keluar dari rumah kontrakan Bara dan berangkat menuju kantor MG Group. Ini adalah hari pertamanya setelah lima tahun tidak bekerja di perkantoran. Sebelumnya ia pernah bekerja sebagai Office Boy di salah Bank milik Pemerintah dengan sistem kerja outsourcing.     

Setelah menabung sedikit demi sedikit, Bang Jali akhirnya bisa memulai usahanya untuk membuka warung kopi. Demi menghemat uang, Bang Jali merelakan istrinya untuk tinggal bersama orang tuanya di Jonggol, sementara ia tidur di bilik kecil yang ada di warungnya. Setiap bulan ia rutin mengirimkan uang untuk istrinya dan sesekali pulang ke Jonggol.     

Kini ia harus kembali mengumpulkan uang untuk memulai kembali usahanya. Meskipun Bara sudah menawarkan bantuannya, tetap saja ia merasa tidak enak jika banyak merepotkan Bara. Dengan Bara memberinya pekerjaan, itu sudah cukup baginya untuk melanjutkan roda kehidupannya.     

Dengan penuh percaya diri Bang Jali berjalan kaki menuju jalan besar dan menunggu angkutan umum untuk selanjutnya melanjutkan perjalanan menggunakan bus Trans Jakarta.     

-----     

Bara masih meringkuk di kasurnya ketika alarm pada ponselnya berbunyi. Tangannya meraba meja nakas yang ada di samping tempat tidurnya untuk menggapai ponselnya. Bara mematikan alarm ponselnya dan mengucek-ngucek matanya untuk melihat jam pada ponselnya. Sudah pukul enam pagi.     

Bara merenggangkan tubuhnya sejenak sebelum beranjak turun dari kasurnya. Bara kemudian berjalan menuju kamar mandinya sambil sesekali menguap lebar. Matanya masih setengah terbuka ketika berjalan menuju kamar mandi.     

Ia membasuh wajahnya dan merasakan bulu halus pada wajahnya yang sudah mulai tumbuh kembali. Bara lantas mengambil krim untuk bercukur dan mencukur bulu-bulu halus tersebut. Selesai bercukur Bara segera masuk ke dalam bilik mandinya dan membilas tubuhnya.     

Setelah menyelesaikan mandi paginya, dengan mengenakan handuk yang tersampir di pinggulnya, Bara berjalan menuju walking closetnya. Hari ini ia memilih untuk tidak mengenakan setelan kemeja, jas dan dasi. Ia ingin tampil lebih kasual dengan mengenakan kaus turtleneck berwarna putih gading yang ia padukan dengan jas berwarna khaki.     

Selesai berpakaian ia merapikan rambutnya dengan menggunakan sedikit gel rambut. Tidak lupa ia memilih jam tangan yang akan semakin menyempurnakan penampilannya. Pilihannya jatuh pada jam tangan Breitling Avi 1953 edition. Ini merupakan jam tangan pertama yang Bara beli setelah ia kembali ke keluarga Pradana. Jam tangan ini memiliki strap berbahan kulit berwarna coklat dengan dial color berwarna biru dan case yang terbuat dari Platinum. Jam limited edition ini didapatkan Bara dengan sedikit bantuan dari Kimmy.     

Untuk sentuhan terakhir ia menyemprotkan parfum Giorgio Armani Acqua Di Gio Men di bagian bawah telinganya. Parfum ini merupakan pemberian dari Kimmy. Kimmy membelinya ketika ia sedang melakukan pemotretan di luar negeri. Aroma parfumnya merupakan perpaduan dari spices, citrus, sage, dan rosemary. Menurut Kimmy, parfum ini akan sangat cocok jika digunakan oleh Bara. Bara pun menyukai aroma parfum pemberian Kimmy, karena mampu membuatnya merasa segar sepanjang hari lewat aroma citrusnya.     

Bara keluar dari kamarnya dan bergabung bersama Pak Agus di ruang makan.     

"Jadi, hari ini adalah hari pertama Bang Jali bekerja di kantor?" tanya Pak Agus ketika Bara sudah duduk di kursinya.     

"Iya," jawab Bara sambil menuangkan teh hangat ke dalam cangkirnya.     

"Kamu sudah peringatkan dia?" Pak Agus kembali bertanya pada Bara.     

"Saya sudah peringatkan Bang Jali untuk pura-pura tidak mengenal saya selama di kantor. Saya juga sudah meminta dia untuk merubah sedikit penampilannya," terang Bara pada Pak Agus.     

Bara menyendokkan nasi goreng buatan Mbok Nah ke dalam piringnya dan memakannya dengan lahap.     

Pak Agus hanya mengangguk-angguk mendengarkan penjelasan yang diberikan Bara. Pak Agus segera menyelesaikan makan paginya.     

"Bapak sudah selesai?" tanya Bara ketika Pak Agus selesai memakan sarapannya.     

"Saya pergi dulu. Saya harus menemui Bang Jali."     

Bara terbengong-bengong melihat Pak Agus yang berjalan tergesa-gesa meninggalkan meja makan. Tidak lama kemudian terdengar bunyi pintu apartemennya yang menutup.     

Bara kembali menikmati sarapannya sambil sesekali membaca berita dari layar iPad-nya.     

-----     

Bara keluar dari lift dan segera berjalan menuju lobi apartemennya.     

"Hei!" Seseorang berseru di belakang Bara.     

Bara tetap melanjutkan langkahnya dan tidak mempedulikan seseorang yang berseru di belakangnya. Tiba-tiba punggungnya di tepuk seseorang. Bara menoleh dan mendapati seorang wanita yang mengenakan pakaian ala timur tengah lengkap dengan penutup wajahnya sedang berdiri di belakangnya.     

Wanita itu berdiri di belakang Bara sambil membawa tas belanja yang terbuat dari kertas dengan logo putri duyung berwarna hijau. Bara menatap keheranan dengan wanita yang tiba-tiba sudah muncul di belakangnya.     

"Oh," gumam Bara ketika mengingat wanita yang semalam menabraknya.     

"I bought you some breakfast, to thank you," ucap wanita bercadar itu sambil menyodorkan tas kertas yang dibawanya kepada Bara.     

"No need to," Bara mencoba menolak pemberian wanita tersebut.     

"I insist. You're helping me last night. So, i have to thanks to you. Please, take it." Wanita itu menatap Bara dengan tatapan memohon. Berharap Bara akan menerima pemberiannya.     

Bara menjadi tidak enak dengan kebaikan wanita tersebut. Padahal Bara hanya membantunya untuk memunguti barang-barangnya yang terjatuh. Tapi dia repot-repot membelikan sarapan untuk Bara. Terlebih, Bara sudah lebih dahulu sarapan dengan menu nasi goreng buatan Mbok Nah.     

"Okay." Bara akhirnya menerima pemberian wanita yang semalam ia bantu.     

Meski wajah wanita itu tertutup burqa, namun Bara dapat menebak bahwa wanita itu sedang tersenyum karena Bara mau menerima pemberiannya. Itu terlihat dari kelopak matanya yang melengkung dan pada ujungnya menampakkan kerutan yang hanya akan muncul jika seseorang sedang tersenyum.     

"Oh, one more thing," seru wanita tersebut.     

Wanita itu segera mengeluarkan sebuah kertas dari dalam tasnya. Ia membuka kertas tersebut dan menunjukkan gambar yang ada di dalam kertas tersebut.     

Bara menatap gambar yang ada di atas kertas tersebut. Itu adalah gambar sketsa dirinya.     

"Wooah," gumam Bara. Bara terpesona dengan gambar dirinya sendiri. "Did you?--" Bara menunjuk dirinya dan gambar pada kertas yang dipegang wanita tersebut.     

Wanita bercadar itu mengangguk. "Yes, I draw it last night."     

"Is it for me?"     

"Of course." Wanita itu memberikan gambar sketsa wajah Bara kepada Bara.     

"Am I really looks like this?" Bara tidak yakin bahwa gambar yang ada di kertas adalah sketsa wajahnya.     

"Yaa," ujar wanita itu riang. "You're such a handsome man. Don't be shy." Wanita itu melihat pipi Bara yang memerah karena pujian yang ia berikan.     

Bara meletakkan tangannya yang bebas di depan dadanya. "Thank you so much. You really made my day. You're a great artist." Bara tersenyum pada wanita tersebut.     

"Now we're friends?" Wanita itu mengulurkan tangannya pada Bara.     

Bara menyambut uluran tangan wanita tersebut. "Bara."     

"Rania." Wanita itu menyebutkan namanya.     

Bara terdiam ketika mendengar nama wanita yang sedang berdiri di hadapannya ini.     

"What's wrong?" Wanita itu menyadari Bara yang tiba-tiba terdiam.     

"No, you're name?"     

"What's wrong with my name?"     

"It remains me of my mother."     

"Wow, that was great. Where she is now?"     

"She's already passed away."     

"Oh, i'm sorry."     

"No, no. It was a long time ago. By the way, i have to go now. Thanks for the breakfast and the picture of mine."     

"Sure. See you."     

Bara melambaikan tangannya pada wanita tersebut. Wanita bercadar itu juga balas melambaikan tangan pada Bara.     

-----     

Rania memandangi Bara yang berjalan menjauh darinya.     

"Tunggulah sebentar lagi, Nak. Mama akan benar-benar kembali untuk kamu," batin Rania.     

Rania mengikuti Bara dari belakang. Ia mengikutinya sampai ke lobi pintu masuk. Sambil bersembunyi ia terus memperhatikan Bara hingga Bara masuk ke dalam mobilnya.     

****     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.