Bara

Begin Again 2



Begin Again 2

0Pagi hari, Damar dan Kimmy sudah datang ke apartemen Bara. Keduanya disambut oleh Pak Agus yang sedang menikmati makan paginya seorang diri. Pak Agus memberitahu keduanya bahwa Bara baru pulang pada dini hari tadi dan kini masih tertidur di kamarnya. Tidak ingin mengganggu Bara yang masih tidur, Damar dan Kimmy akhirnya memilih untuk ikut bergabung bersama Pak Agus sambil menunggu Bara bangun.     

Ketiganya makan bersama sambil membicarakan tentang keadaan Pak Haryo. Kini Pak Haryo sudah di rawat di kediamannya di Bogor. Setiap hari, Arga akan melaporkan keadaan Pak Haryo pada Pak Agus. Pada akhir pekan kali ini, Kimmy berniat untuk menjenguk Pak Haryo di kediamannya. Sejak kepulangannya dari Bali, Kimmy belum sempat menjenguk Pak Haryo. Lain halnya dengan Bara yang setiap akhir pekan pulang ke kediaman Pak Haryo.     

Kini ketiganya sudah menyelesaikan sarapannya. Mereka kembali membicarakan banyak hal. Mulai dari perkembangan audit yang dilakukan pihak ketiga, bisnis fashion yang sedang Kimmy geluti sampai tentang kecelakaan yang menimpa Bara sepuluh tahun silam.     

Mereka mengobrol lama sampai tidak menyadari bahwa hari sudah semakin siang dan Bara masih belum juga keluar dari kamarnya.     

"Tumben banget si Bara jam segini masih belum bangun," ujar Damar. Damar melirik jam tangannya. Sudah hampir pukul dua belas siang.     

"Jangan-jangan ini karena kejadian tadi," sahut Pak Agus.     

"Memang ada kejadian apa, Pak?" tanya Damar.     

"Tadi pas subuh, Mas Bara sepertinya mengalami mimpi buruk sampai sesak napas. Kebetulan saat itu saya sedang mengambil minum, jadi saya bangunkan. Wajahnya pucat saat saya bangunkan, tapi dia menolak ketika saya tawarkan untuk memanggil dokter," terang Pak Agus.     

Damar dan Kimmy terkejut dengan apa yang baru saja disampaikan Pak Agus. Kimmy berdiri dari kursinya dan menawarkan diri untuk mengecek keadaan Bara di kamarnya. Kimmy merasa waswas dan berjalan cepat menuju kamar Bara. Begitu tiba di depan pintu kamar Bara, Kimmy segera masuk ke dalamnya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Ketika masuk ke dalam, Kimmy mendapati Bara yang masih meringkuk di kasurnya. Seluruh tubuhnya tertutup selimut.     

"Bar, ini sudah siang. Lu mau tidur sampai kapan?"     

Kimmy menghampiri Bara dan duduk di sampingnya sambil menggoyangkan bahu Bara yang masih meringkuk di kasurnya.     

"Bar, lu ngga mau bangun?"     

Bara bergeming dan tetap meringkuk di kasurnya.     

"Tumben banget dia begini," batin Kimmy.     

"Bara, ayo bangun."     

Kimmy membuka selimut yang menutupi tubuh Bara. Kimmy terkejut melihat Bara yang sedang meringkuk seperti orang menahan sakit. Kimmy beralih ke sisi lain agar bisa melihat wajah Bara. Wajah Bara pucat, napasnya seperti orang sehabis berlari maraton. Keringat dingin membasahi keningnya. Bara sedikit membuka matanya.     

"Bar, lu kenapa?" tanya Kimmy panik.     

Bara tidak menjawab pertanyaan Kimmy. Matanya kembali terpejam. Tubuh Bara menggigil.     

Kimmy kemudian menempelkan punggung tangannya pada kening Bara.     

Saat itu juga, Kimmy segera memanggil Pak Agus. "Pak Agus!"     

Mendengar teriakan Kimmy, Pak Agus dan Damar segera berlari menuju kamar Bara.     

"Ada apa Mbak Kimmy?" tanya Pak Agus begitu tiba di kamar Bara.     

Kimmy tidak menjawab. Dia membiarkan Pak Agus melihat sendiri apa yang sedang terjadi. Wajah Bara pucat pasi dan dipenuhi keringat. Sekujur tubuhnya menggigil seperti orang kedinginan. Beberapa kali Bara melenguh kesakitan. Pak Agus memegang dahi Bara dengan punggung tangannya. Pak Agus serta merta segera menghubungi Dokter pribadi Pak Haryo untuk segera datang ke apartemen Bara.     

----     

Pak Agus terlihat sangat khawatir. Meskipun hanya demam, dirinya merasa bersalah karena tidak segera menyadarinya ketika dia menengok Bara di kamarnya. Kini Bara sudah mendapat penanganan dari Dokter. Kimmy akhirnya membatalkan rencananya untuk menengok Pak Haryo dan memilih untuk menunggui Bara di apartemennya.     

Hari sudah beranjak malam ketika Bara terbangun dari tidurnya. Kepalanya terasa berputar-putar saat ia mencoba untuk bangun dari tempat tidurnya. Meski masih merasa sedikit pusing, Bara merasa tubuhnya sudah jauh lebih baik jika dibandingkan dengan tadi pagi.     

Setelah mimpi buruk yang di alaminya, Bara menjadi kesulitan untuk kembali tidur. Ia akhirnya memutuskan untuk kembali membuka komputer tangannya dan membaca beberapa dokumen. Harapannya agar ia bisa kembali mengantuk dan kembali tertidur. Setelah hampir dua jam membaca dokumen, barulah ia mulai merasakan kantuk dan kembali tidur.     

Bara masih bisa mendengar suara Pak Agus yang mengetuk pintu kamarnya untuk mengajak sarapan ketika ia merasakan tubuhnya mulai mengeluarkan keringat dingin. Karena merasa kedinginan, Bara segera menarik selimutnya dan meringkuk di kasurnya. Ia tidak sadar sudah berapa lama ia meringkuk di kasurnya sampai akhirnya ia melihat sekilas wajah Kimmy yang sedang berada di hadapannya.     

Ia pikir itu hanya halusinasinya dan ia memilih untuk kembali memejamkan matanya. Saat itu, ingin rasanya Bara berteriak meminta tolong, namun tidak ada satu pun suara yang bisa ia keluarkan, hanya suara lenguhan yang keluar dari dalam tenggorokannya.     

Bara melangkah turun dari tempat tidurnya dan perlahan berjalan keluar dari kamarnya. Sambil memegangi kepalanya yang masih terasa pusing, Bara mencoba untuk melangkah karena perutnya mulai terasa lapar.     

"Damar, Kimmy, sejak kapan kalian ada di sini?" Bara keheranan dengan kehadiran Kimmy dan Damar di apartemennya.     

Damar dan Kimmy menoleh bersamaan dan melihat ke arah Bara yang kini sudah berdiri di belakang sofa yang sedang mereka duduki.     

"Lu udah baikan?" Kimmy berjalan menghampiri Bara dan langsung meletakkan punggung tangannya di kening Bara untuk memastikan suhu tubuh Bara.     

Bara mengangguk.     

Damar ikut menghampiri Bara. "Pasti lu lapar, kan?" Damar langsung membimbing Bara ke meja makan.     

Bara kemudian melihat makanan yang sudah tersaji di meja makan. Di atas meja makan sudah tersedia bubur dengan isian ayam, ikan dan udang. Tidak lupa seekor ayam rebus dengan aroma rempah yang kuat. Bara segera duduk untuk menikmati makanannya. Damar dan Kimmy ikut duduk untuk menemani Bara.     

"Pak Agus mana?" tanya Bara.     

"Dia ke rumah Eyang. Tadi dia khawatir banget sama lu, tapi karena ini sudah jadwal dia buat kesana, jadi kita yang nungguin lu di sini," jawab Kimmy.     

"Lu kurangin lah itu lemburnya, baru mulai kerja udah lembur sebulan penuh. Ya, pantas aja lu tiba-tiba sakit gara-gara terlalu capek," sahut Damar.     

"Lu harus jaga kesehatan, Bar." Kimmy memperingatkan Bara untuk menjaga kesehatannya.     

"Iya, gue bakal ngurangin lembur." Bara menjawab perkataan kedua sepupunya itu sambil menyuapkan bubur ke dalam mulutnya.     

"Oh iya, sebentar lagi kan bakal ada acara tahunan MG Group?" ujar Kimmy tiba-tiba.     

"Acara tahunan?" tanya Bara kebingungan.     

Pak Agus belum pernah memberitahunya tentang acara tahunan MG Group.     

Kimmy mengangguk antusias. "Iya, acara yang tiap tahun diadain sama perusahaan kita. Pak Agus belum kasih tahu tentang acara itu?" tanya Kimmy.     

Bara menggeleng. "Emang itu acara apa?"     

"Jadi, setiap tahun, perusahaan kita mengadakan semacam acara amal dengan mengundang para Pengusaha dan figur-figur berpengaruh untuk penggalangan dana." Damar mencoba menjelaskan pada Bara.     

"Dan, acara tahunan kita ini sifatnya eksklusif. Karena tamu undangannya bukan sembarang orang," Kimmy melanjutkan penjelasan Damar.     

Bara mendengarkan penjelasan keduanya sambil terus menikmati makanannya.     

"Acara ini juga diliput banyak media, karena setiap tahun kita membuat tema berbeda. Para tamu pun akan berusaha tampil semaksimal mungkin. Bagian ini yang paling gue suka," ujar Kimmy antusias.     

"Acara tahun ini akan semakin spesial karena ini adalah penampilan perdana lu. Ini kesempatan buat lu untuk membuat relasi dengan banyak orang berpengaruh," ujar Damar sambil melirik ke arah Bara.     

Damar dan Kimmy tiba-tiba melirik Bara secara bersamaan. Bara sedang asyik menandaskan bubur dihadapannya.     

"Apa? Kenapa tiba-tiba lu berdua ngelirik gue kaya gitu?" ujar Bara.     

"Lu dengerin penjelasan kita ngga?" tanya Kimmy.     

"Dengerin," jawab Bara terbata-bata. Sejujurnya meskipun ia mendengarkan apa yang dikatakan Damar dan Kimmy, namun ia tidak begitu memperhatikannya. Ia lebih fokus mengisi perutnya yang keroncongan karena belum makan seharian.     

Bara terkekeh sambil mengacungkan kedua jari telunjuk dan jari tengahnya. Damar dan Kimmy menatap kesal ke arah Bara.     

"Enaknya kita apain dia?" tanya Damar sambil melirik Kimmy.     

"Lu berdua mau ngapain?" Bara bangkit dari kursinya untuk menghindar dari Damar dan Kimmy.     

Damar dan Kimmy saling lirik. Tanpa banyak berbicara, keduanya langsung bangkit dari kursinya dan segera mengejar Bara yang telah berlari menjauh dari ruang makan. Mereka bertiga berlari-lari di dalam apartemen Bara seperti anak kecil. Sesekali mereka melemparkan bantal sofa yang ada di dekat mereka. Bara bahkan sudah tidak lagi merasa pusing karena saat ini sibuk menghindar dari kejaran Damar dan Kimmy.     

****     

"Ada apa kamu senyum-senyum seperti itu?" Pak Ketut bertanya pada Rania yang sedang tersenyum sambil memandangi layar monitor komputer tangan miliknya.     

"Lihat mereka." Rania menunjuk pada video tiga orang dewasa yang sedang berlari-lari di dalam ruangan.     

Pak Ketut memperhatikan video yang sedang ditonton oleh Rania.     

"Anak-anak itu--" Pak Ketut menggelengkan kepalanya melihat video yang sedang Rania tonton.     

Bara, Damar dan Kimmy. Ketiganya kompak terlihat seperti tiga orang anak kecil yang sedang bermain lari-larian. Sepertinya sejenak mereka melupakan semua persoalan rumit yang sedang mereka hadapi. Pak Ketut ikut tersenyum menonton ketiganya yang sedang berlari-lari.     

"Kapan kamu akan kembali ke Jakarta?" tanya Pak Ketur.     

"Secepatnya," jawab Rania singkat.     

"Kamu yakin, kalau kamu sudah siap untuk kembali?" Pak Ketut kembali bertanya. Kini wajahnya berubah serius. Ia sangat khawatir dengan keputusan yang Rania ambil.     

Rania memandang wajah guru sekaligus orang yang sudah ia anggap seperti orang tuanya itu.     

"Ya, saya sudah siap. Bapak khawatir?"     

Pak Ketut menghela napa. "Tentu saja saya khawatir. Ini seperti kamu berjalan melewati lingkaran api. Sebaik apa pun persiapan yang kamu lakukan, tetap saja kamu bisa terluka karena sambaran api."     

"Bapak tenang saja. Kali ini saya akan lebih berhati-hati."     

"Bapak cuma ngga mau kamu terluka lagi."     

"Saya tahu, Pak." Rania memandangi wajah tua Pak Ketut. "Bapak ngga usah khawatir, saya bukan lagi Rania yang dahulu tiba-tiba datang dan menangis pada Bapak."     

Pak Ketut mengelus lembut kepala Rania. Ia tahu pasti Rania tidak akan mundur kali ini. "Jaga diri kamu."     

Rania tersenyum lembut sambil mengangguk pada Pak Ketut.     

****     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.