Bara

Cherry Blossom 3



Cherry Blossom 3

0Setibanya di kantor MG Group. Beberapa Karyawati yang kebetulan berpapasan dengan Bara memperhatikannya dengan tatapan seolah Bara adalah seorang idola baru. Melihat wajah Bara yang kembali menghiasi akun Mulut Lambe, bagaikan sebuah sajian bubur hangat di pagi hari. Nikmat untuk dinikmati dan mengenyangkan jiwa-jiwa mereka yang lapar akan sebuah bahasan yang mampu mereka bahas sepanjang hari atau bahkan sepanjang minggu sampai mereka menemukan sebuah bahasan yang baru untuk kembali mereka pergunjingkan.     

Menurut mereka, apa yang dilakukan Bara sangat mengesankan. Bara layak diberi julukan calon menanti idaman para ibu-ibu se-Indonesia raya. Pada video itu, Bara tampak sangat melindungi Maya. Itu terlihat dengan Bara yang selalu memegangi tangan Maya yang berdiri di sebelahnya. Terlebih pada bagian akhir video Bara menutupi tubuh Maya dengan jaket yang ia kenakan. Mereka yakin, Bara dan Maya memang sedang menjalin suatu hubungan dan tinggal menunggu waktu sampai keduanya mau mengakui hubungan mereka.     

"So sweet banget, sih."     

"Beruntungnya si Maya."     

"Gue juga mau punya cowok kaya gitu."     

"Paket komplit banget, deh. Bos kita yang itu."     

"Sisain satu yang kaya gitu."     

Grup obrolan para karyawan MG Group rata-rata dipenuhi oleh komentar secaman itu. Terutama para karyawati yang semuanya mendadak menjadi bucin terhadap Bara.     

Raya membaca komentar yang dilontarkan para rekan-rekannya sambil tersenyum. Ya, Bara memang pantas digilai oleh perempuan mana pun. Raya tahu itu, bahkan sebelum mereka mengenal Bara. Saat ini pun, ia masih sedikit memendam perasaan untuk Bara, meski ia sudah berusaha untuk meredam perasaannya itu. Diam-diam, Raya masih mencari tahu tentang laporan-laporan yang pernah diminta Bara. Ia memgumpulkannya, meski ia tidak tahu kapan ia bisa menyerahkan hasil temuannya pada Bara.     

"Kapan, ya, gue bisa kasih ini ke dia? Kira-kira dia masih butuh ini ngga, ya?" batin Raya.     

"Percuma gue cari tahu, kalau ngga gue kasih ke dia," gumam Raya pelan.     

"Apa yang percuma, Mbak?" Axel tiba-tiba sudah berdiri di sebelah Raya.     

Raya terperanjat dengan kehadiran Axel yang tiba-tiba. "Lu kaya jin aja, tau-tau udah nongol disitu."     

Axel cengar-cengir menanggapi ucapan Raya. "Jin, mana ada yang ganteng kaya sama, Mbak."     

"Hish, narsis banget lu."     

Axel terkekeh. "Saya lagi gabut, nih, Mbak. Ada yang bisa saya bantuin, ngga?"     

"Ngga ada, kerjaan gue juga lagi ngga terlalu banyak. Nikmatin aja dulu kegabutan lu, sebelum nanti tiba-tiba banyak kerjaan."     

"Hehe, iya juga, sih."     

"Paling besok gue minta tolong sama lu."     

"Emangnya besok Mbak mau ke mana?"     

Maya menghela napas panjang. "Biasa, meeting persiapan acara tahunan. Besok final meeting katanya."     

"Oh, gitu."     

"Jadi, besok tolong bantuin gue, ya," Raya sedikit mengerling pada Axel.     

"Tenang aja, Mbak. Pasti gue bantuin."     

Raya menepuk-nepuk bahu Axel sambil tersenyum lebar. "Sekarang, balik ke tempat lu sana."     

Axel balas tersenyum namun ekspresi wajahnya kesakitan karena Raya bukan cuma menepuk-nepuk bahunya melainkan memukulnya. "Misi ya, Mbak." Axel segera menghindari pukulan Raya dan segera berlari ke meja kerjanya.     

Raya kembali beralih pada monitor kerjanya dan melanjutkan percakapan dengan grup obrolannya.     

----     

Bang Jali berpura-pura mengantarkan kopi ke ruangan Bara. Begitu masuk ke ruangan Bara, hanya ada Bara seorang diri di ruangannya. Bang Jali pun, segera berjalan menghampiri Bara.     

"Gile lu, Bar," seru Bang Jali.     

Bara mengangkat wajahnya dari dokumen yang sedang ia baca. "Eh, tumben, Abang ke sini."     

"Gue mau ngasih tahu, dari pagi semua orang ngomongin lu. Mantap." Bang Jali mengacungkan dua jempolnya untuk Bara.     

Bara tertawa pelan menanggapi Bang Jali. Ia lalu melirik pada kopi yang dibawa Bang Jali. "Ini Abang yang bikin?"     

"Iya lah. Siapa lagi yang bisa bikin kopi enak di sini selain gue. Yang lain aja pada minta ajarin."     

"Wah, pasti enak, nih." Bara segera menyeruput sedikit kopi yang dibawakan Bang Jali.     

Selesai Bara menyeruput kopi buatannya, Bang Jali berbisik pada Bara. "Gue curiga sama anak magang yang namanya Axel."     

Bara mengerutkan dahinya. "Curiga kenapa, Bang?"     

Bang Jali menoleh ke kanan dan ke kiri untuk memastikan tidak ada orang lain yang mendengar apa yang akan dia sampaikan pada Bara.     

"Tenang aja, Bang. Ngga ada siapa-siapa di sini," ujar Bara yang melihat Bang Jali nampak waspada.     

"Gue sering liat dia lembur. Tapi, dia selalu lembur di meja karyawan lain."     

"Bukannya wajar kalo dia lembur, Bang?"     

"Menurut lu, wajar apa ngga kalo karyawan magang lembur sampai hampir setiap hari? Yang karyawan tetap aja jarang pada lembur. Udah gitu dia lembur pakai komputer orang."     

"Mungkin komputer dia rusak."     

"Gue yakin bukan karena itu. Komputer dia baik-baik, gue lihat dia kerja pakai komputernya, kok."     

"Emang dia lembur pakai komputer siapa, Bang?"     

"Pake komputer salah satu Karyawati, namanya--" Bang Jali berhenti sejenak dan berusaha mengingat-ingat nama Karyawati tersebut.     

"Raya," seru Bang Jali. "Iya, dia sering lembur di meja kerja Mbak Raya."     

"Raya?" Tanya Bara tidak percaya.     

Bang Jali segera mengangguk. "Lu kenal?"     

Bara mengangguk pelan. "Abang liat sesuatu yang mencurigakan lagi dari Axel, ngga?"     

Bang Jali berpikir sejenak. "Dia, sih, keliatannya ngga aneh-aneh. Beberapa kali gue ngobrol sama dia juga dia keliatannya anak baik-baik. Tapi, kalo gue lihat dia lagi di meja kerja Mbak Raya, dia kaya lagi nyari sesuatu."     

"Kalo gitu, gue minta tolong Abang buat terus deketin dia. Dari awal Axel masuk ke sini, emang dia sedikit mencurigakan."     

"Oh, begitu. Tenang aja, gue bakal pepet dia terus."     

Sebuah ketukan di pintu membuat Bara dan Bang Jali menoleh bersamaan ke arah pintu.     

"Kalo gitu, gue balik dulu. Nanti gue laporin lagi ke lu," ujar Bang Jali.     

"Iya, Bang. Makasih."     

Bang Jali mengangguk dan segera berjalan menuju pintu ruang kerja Bara. Begitu Bang Jali membuka pintu, ternyata Pak Agus yang mengetuk pintu ruang kerja Bara.     

"Saya pikir siapa yang masuk," ujar Bang Jali ketika berpapasan dengan Pak Agus. Bang Jali lalu keluar dan segera menutup kembali pintu ruang kerja Bara.     

Begitu pintu di belakangnya menutup, Pak Agus segera berjalan menghampiri Bara. Ia tersenyum sumringah pada Bara. "Berkat video itu, Ratna setuju untuk segera menjual kepemilikan sahamnya pada kita."     

Mata Bara membulat mendengar kabar yang baru saja disampaikan Pak Agus. "Yang, benar, Pak?"     

Pak Agus mengangguk antusias. "Saya bilang juga apa, tidak perlu menghapus video itu," ujarnya bangga.     

"Lalu kapan Ibu Ratna akan menjualnya?"     

"Saya akan segera urus itu. Kalau bisa sebelum acara tahunan, saham milik Ratna akan menjadi milik kita lagi."     

Bara tersenyum lega mendengar ucapan Pak Agus. Ia tidak menyangka bahwa apa yang ia lakukan pada Maya bisa membuahkan hasil yang tidak terbayangkan sebelumnya.     

****     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.