Bara

Guardian 3



Guardian 3

0Kimmy akhirnya berhenti menangis. Selama Kimmy menangis, Damar tidak melepaskan pelukannya, hingga akhirnya Kimmy sendiri yang melepas pelukannya.     

"Udah baikan?" tanya Damar sambil memperhatikan Kimmy.     

Kimmy menganggukkan kepalanya seraya mengusap air mata yang masih tersisa di pipinya.     

"Tumben, lu nangis sampai segitunya."     

"Tiba-tiba kangen Mama," sahut Kimmy.     

"Kangen Mama atau ada sesuatu yang lain?" Damar menatap Kimmy penuh selidik. Ia tahu, Kimmy bukan tipe wanita yang mudah menangis. Kalau pun, Kimmy menangis, pasti ada sesuatu yang sangat mengusiknya dan ia tidak tahu bagaimana mengungkapkannya.     

"Yakin, cuma kangen sama Mama?" Damar kembali bertanya.     

Kimmy mengangguk.     

Meski tahu ada yang Kimmy sembunyikan, Damar memilih untuk tidak bertanya lebih lanjut. "Mau ke makam Mama?"     

Kimmy menggeleng. "Ngga usah. Lu pasti lagi sibuk."     

"Gue bisa, kok, luangin waktu sebentar buat nemenin lu ke makam Mama."     

Kimmy kembali menggeleng. "Ngga, nanti aja kapan-kapan. Sekalian sama Papa."     

"Oke, kalau itu yang lu mau."     

Kimmy mengangguk. Ia lalu menatap Damar dengan tatapan seperti hendak meminta sesuatu. "Boleh minta peluk lagi?"     

Tanpa menjawab, Damar segera kembali memeluk Kimmy. "Lu bebas mau meluk gue kapan aja."     

"Thanks."     

Damar membelai lembut rambut Kimmy.     

"Temenin gue malam ini," ujar Kimmy sambil terus memeluk Damar.     

"Anything you want," sahut Damar tanpa melepaskan pelukannya. "Lu mau gue tidur di luar apa di lantai?"     

"Di sini."     

Damar melepaskan pelukannya. "Gue tidur di lantai aja, ya."     

Kimmy menggeleng. "Di sini, sama gue. Dulu juga kita sering tidur bareng."     

"Ya itu, kan, dulu. Waktu kita masih kecil. Sekarang umur kita bukan yang pantes buat tidur sekasur lagi."     

"Apa bedanya dulu sama sekarang. Lu tetep Kakak gue. Emang ada yang salah kalau Kakak Adik tidur berdua?"     

Damar kembali menatap Kimmy. "Jelas, salah, Kim. Kita berdua ini ngga seharusnya tidur satu ranjang meskipun status kita Kakak Adik," batin Damar.     

Kimmy memperhatikan ekspresi bimbang yang ditunjukkan Damar. "Ya udah, lu tidur aja di lantai." Ia lalu melepaskan peluakannya dan bangkit dari kasurnya lalu berjalan menuju kamar mandi yang ada di dalam kamarnya.     

Damar hanya bisa menghela napasnya melihat perubahan sikap Kimmy yang tiba-tiba merajuk. Ia kemudian berjalan menuju pintu kamar mandi dan mengetuknya. "Gue turun ke bawah dulu, mau ambil baju di mobil."     

Kimmy diam tidak menyahut. Damar akhirnya keluar dari apartemen Kimmy dan kembali menuju tempat parkir untuk mengambil pakaian cadangan yang selalu ia simpan di mobil.     

----     

Selesai membersihkan dirinya, Kimmy kembali ke kamar dan berganti pakaian dengan piyama tidur. Ia lalu merebahkan dirinya di kasur. Tiba-tiba pintu kamar Kimmy diketuk dan Damar kembali masuk ke kamar Kimmy. Begitu masuk ke dalam kamar, Damar segera melangkah menuju kamar mandi.     

Tidak lama kemudian, Damar keluar dari dalam kamar mandi dan sudah berganti pakaian. Kimmy memalingkan tubuhnya. Damar berjalan menuju ranjang tempat Kimmy sedang berbaring memunggunginya. Sambil menghela napas panjang, Damar duduk di tepi tempat tidur Kimmy.     

Beberapa saat Damar hanya duduk di tepi tempat tidur Kimmy. Sementara Kimmy masih berbaring memunggunginya. Damar kemudian memasukkan kakinya ke dalam selimut yang sedang digunakan Kimmy dan berbaring di sebelah Kimmy. Keduanya saling memunggungi satu sama lain.     

"Mas." Kimmy tiba-tiba memanggil Damar.     

"Hmmm," sahut Damar.     

"Do you love me?"     

Pertanyaan Kimmy sontak membuat Damar membeku di tempatnya. Ia ingin berteriak mengatakan bahwa ia mencintai Kimmy. Bukan hanya sekedar mencintai, namun mencintainya dengan segenap hati dan jiwanya. Damar tertawa pelan. "Ya, cinta, lah. Kan, lu adik gue satu-satunya."     

"Kalau seandainya kita bukan Kakak Adik, apa lu masih cinta sama gue?"     

Damar kembali terpaku dengan pertanyaan yang diajukan Kimmy. Ia bertanya-tanya sebenarnya kemana arah pembicaraan Kimmy. Sejak tadi, Kimmy mulai bersikap aneh padanya. "Maksudnya?"     

"Ya, seandainya, kita ini dua orang asing yang ngga sengaja ketemu di jalan. Apa lu bakal jatuh cinta sama gue? Soalnya kalo gue, gue pasti bakal jatuh cinta sama lu."     

"Lu kayanya masih mabuk, Kim. Omongan lu ngelantur kemana-mana."     

Kimmy menghela napasnya. Kimmy menimbang-nimbang untuk memutar rekaman suara yang ada di dalam iPod-nya. Setelah menimbang sejenak, Kimmy akhirnya memutar rekaman suara tersebur. Sambil memejamkan matanya, ia kembali mendengarkan rekaman percakapan antara Bara dan Damar.     

Damar membeku di tempatnya begitu mendengarkan suara percakapan yang ia lakukan bersama Bara. Sambil mendengar rekaman itu, sayup-sayup Damar kembali mendengar Kimmy yang mulai terisak.     

Damar memalingkan tubuhnya dan menghadap Kimmy yang masih memunggunginya. "Dari mana lu dapat rekaman ini? Apa Bara yang udah diem-diem ngerekam ini semua?" tanya Damar.     

Kimmy menggeleng pelan. "Ini bukan dari Bara. Gue sendiri yang nyuruh orang buat nyelundupin iPod buat ngerekam percakapan lu," aku Kimmy.     

Mendengar pengakuan Kimmy, Damar segera menarik tubuh Kimmy agar menghadap padanya. "Jelasin sama gue, kenapa lu lakuin itu?"     

Kimmy memejamkan matanya. Ia tidak ingin menatap mata Damar. "I don't know. Awalnya gue cuma curiga sama sikap lu pas di kantor tadi. Gue ngga tahu kalo akhirnya gue bakal dapat fakta seperti ini."     

Damar mendengus pasrah. "Demi Tuhan, Kimmy." Damar tidak tahu apa yang harus ia ucapkan. Ia juga tidak bisa menyangkal isi percakapan tersebut.     

Kimmy kembali melanjutkan kata-katanya. "Mati-matian gue berusaha menyangkal perasaan gue buat lu karena menurut gue itu bukan sesuatu yang wajar. Tapi, setelah gue denger ini, gue ngga tau harus gimana. Gue ngga tau, gue harus senang atau sedih." Kimmy kembali terisak.     

"Oh my God, Kim." Mendengar perkataan Kimmy membuat Damar sekali lagi tidak bisa berkata apa-apa. Ia tidak menyangka bahwa Kimmy juga memendam perasaan untuknya.     

Kimmy perlahan membuka matanya. "Do you love me?"     

Damar tergagap. Kimmy kembali bertanya apakah dia mencintai Kimmy atau tidak. Jawaban yang disimpan Damar masih sama. Dia mencintai Kimmy dengan segenap hati dan jiwanya.     

"We can't do that, Kim. Meskipun kita saling mencintai, hubungan kita tetap sebatas Kakak Adik. Kita ngga bisa ngelukain perasaan Papa."     

"Gue tahu lu bakal ngomong itu," sahut Kimmy. Ia lalu kembali membalikkan badannya dan memunggungi Damar.     

Damar kembali menghela napasnya. Lebih baik ia mengakui perasaanya malam ini. Tidak ada gunanya juga dia terus menyembunyikan perasaannya, karena Kimmy sudah mengetahui jati dirinya yang sebenarnya. Kimmy bahkan sudah mengutarakan terlebih dahulu perasaannya. "Oke, malam ini gue bakal jujur soal perasaan gue. Iya, gue cinta sama lu. Bukan sebagai Kakak lu, tapi sebagai laki-laki dewasa yang mencintai seorang wanita. Kita selesaikan perasaan kita masing-masing malam ini. Karena besok, ketika kita bangun, kita akan kembali jadi Kakak Adik."     

****     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.