Bara

The Ball 10



The Ball 10

0Arga menghampiri Damar yang sedang berdiri tidak jauh dari kerumunan yang sedang mengerubungi Rania.     

"Ada situasi darurat," bisik Arga. "Bara tiba-tiba pingsan."     

Damar menoleh terkejut. "Gimana keadaaanya?"     

"Pak Agus lagi lihat keadaaanya. Tadi dia sudah telpon ambulance. Pak Agus minta lu buat mengalihkan perhatian wartawan yang ada di luar," terang Arga.     

Damar berdecak pelan. Ini semua terjadi di luar rencana yang sudah ia susun bersama Bara. Damar menghela napas panjang. "Gue ajak Kimmy buat ngalihin perhatian wartawan yang ada di luar."     

"Oke, kalau gitu. Gue nyusul Pak Agus dulu."     

Damar mengangguk. Sementara Arga kembali pergi meninggalkannya, Damar berusaha menerobos kerumunan manusia yang masih mengerubungi Rania. Rata-rata mereka juga merupakan orang yang sudah lama mengenal Rania. Mereka tampak antusias dengan Rania.     

Damar menarik lengan Kimmy untuk mejauh dari kerumunan.     

"Sebentar Tante," bisik Kimmy dan segera menjauh dari Rania.     

Rania sedikit tidak nyaman ketika Kimmy keluar dari kerumunan tersebut. Rania sebenarnya ingin segera keluar dari kerumunan tersebut. Akan tetapi ia tidak bisa berbuat banyak karena orang-orang yang dahulu mengenalnya tampak sangat antusias dengan kehadirannya. Mau tidak mau Rania meladeni mereka, meski ia sangat ingin menyusul Bara.     

"Setelah ini, gue mau minta penjelasan sama lu. Tapi, sebelumnya gue mau minta tolong lu buat mengalihkan perhatian wartawan yang ada di luar. Bawa mereka semua masuk ke dalam," pinta Damar.     

Kimmy sedikit mengerutkan keningnya begitu mendengar permintaan Damar.     

"Pak Agus habis telpon ambulance. Mungkin sebentar lagi ambulance itu tiba di sini. Lu ngga mau, kan, para Wartawan merusak image acara ini dengan berita yang aneh gara-gara ada ambulance yang datang?"     

"Pak Agus manggil ambulance? Siapa yang sakit?"     

"Bara."     

"What?" Kimmy tanpa sengaja memekik.     

"Ssst." Damar meletakkan tangan di depan mulutnya. "Mending lu cepat alihin perhatian wartawan di luar."     

"Oke."     

"Good. Minta Tante Rania untuk membuat pernyataan. Itu bisa membuat Wartawan tertarik."     

"Iya, lu serahin aja sama gue," sahut Kimmy.     

"Kalau gitu gue ke belakang dulu, ada yang harus gue urus."     

Damar segera pergi ke ruangan yang tadi digunakan untuk acara lelang. Ia ingin memastikan bahwa Arga sudah melakukan tugasnya dengan baik. Bagaimana pun juga rencana yang sudah mereka persiapkan sejak lama tidak boleh hancur berantakan karena peristiwa yang tidak di duga ini.     

Damar mencari-cari Bang Jali yang bertugas sebagai pemberi tanda pada kursi-kursi yang menerima bingkisan istimewa mereka. Ia lalu menemukan Bang Jali sedang berada di balik mini bar yang menyiapkan minuman. Damar segera menghampiri Bang Jali.     

"Ikut saya sebentar," ucap Damar pelan pada Bang Jali.     

"Ada apa?" Bang Jali bertanya penasaran.     

"Saya mau minta tolong."     

"Tolong apa, Mas?"     

"Udah, Bapak ikut saya sebentar. Nanti saya jelasin."     

Bang Jali akhirnya mengikuti Damar sampai ke ruang penyimpanan souvenir. Damar melihat masih ada beberapa souvenir istimewa yang dia siapkan belum terangkut ke kursi yang harus menerimanya.     

Damar mengambil salah satu souvenir tersebut dan menunjukkannya pada Bang Jali. "Tolong, taruh souvenir bertanda khusus ini ke kursi yang tadi sudah Bapak tandai. Arga ngga bisa lanjutin tugasnya karena ada urusan mendadak. Tinggal Bapak yang bisa membantu saya."     

"Oh, gampang itu, sih. Memangnya Arga ada urusan apa? Tadi juga saya sempat lihat dia berjalan cepat ke belakang."     

Damar berkacak pinggang. Ia menghela napasnya seraya memandang sekitarnya. "Arga pergi mengurus Bara yang tiba-tiba harus dibawa ke rumah sakit."     

Bang Jali terkejut. "Bara sakit? Sekarang gimana kondisinya?"     

Damar mengangguk pelan. "Saya juga belum tahu pasti kondisinya sekarang gimana. Karena saya harus fokus melanjutkan rencana yang sudah saya susun bersama Bara. Saya tahu Bapak cukup dekat dengan Bara, kalau nanti Bapak mau tahu keadaannya, Bapak bisa ikut saya."     

Bang Jali mengangguk cepat. "Iya, saya ikut."     

"Kalau begitu, kita harus selesaikan ini secepatnya."     

"Serahkan sama saya," sahut Bang Jali.     

"Oke kalau begitu. Nanti, tunggu saya di gerbang depan. Sekarang saya harus bantu panitia acara."     

Bang Jali kembali mengangguk. Damar balas mengangguk lalu pergi meninggalkan Bang Jali di dalam ruang penyimpanan souvenir.     

----     

Maya memandangi Pak Agus dengan panik ketika Pak Agus tiba di tempatnya. Pak Agus segera berjongkok dan mendekat pada Bara untuk mengecek keadaanya. Maya sudah menutupi tubuh Bara dengan menggunakan tuxedo yang tadi ia kenakan.     

Setelah Pak Agus mengecek keadaan Bara. Pak Agus kembali menghubungi Direktur rumah sakit milik MG Group. Maya semakin gugup karena ia melihat Pak Agus yang menelpon dengan setengah berteriak. Wajah Pak Agus juga terlihat sedikit panik.     

"Sebenarnya Bara kenapa, Pak?" tanya Maya ketika Pak Agus selesai menelpon. Ia semakin takut dengan keadaan Bara. Semakin lama tubuh Bara juga terasa semakin mendingin.     

Mendengar pertanyaan Maya, Pak Agus menghela napas panjang. Ia kemudian kembali berjongkok dan mendekati Maya. Pak Agus merangkul Maya dan berusaha untuk menenangkannya. "Bara ngga kenapa-kenapa, kamu tenang saja. Sebentar lagi ambulance datang."     

Maya hanya mengangguk. Tidak ada lagi yang bisa dia lakukan saat ini selain menunggu ambulance tiba. Waktu terasa begitu lambat baginya sejak ia menyaksikan Bara terkulai di depan matanya. Maya sesekali membelai wajah Bara. "Sebenarnya lu kenapa?"     

Waktu juga terasa berjalan lambat bagi Pak Agus. Ia berulangkali mondar-mandir sambil menatap layar ponselnya. Sejujurnya Pak Agus juga merasa takut, karena meski sebelumnya Bara pernah mengalami hal serupa, tetapi entah mengapa kali ini terlihat lebih buruk daripada yang sudah-sudah.     

"Saya sudah bilang Damar, Pak." seru Arga yang tiba-tiba masuk ke dalam ruangan tempat Maya dan Pak Agus menunggui Bara.     

Pak Agus mengangguk. "Kamu tunggu di pintu belakang, tadi saya sudah minta petugasnya untuk masuk lewat pintu belakang."     

Arga memperhatikan sejenak Bara yang sedang terkapar di lantai. Tuxedo yang tadi ia kenakan sekarang menyelimuti tubuhnya. Tidak ada lagi jejak Bara yang tadi tampil gagah dalam balutan tuxedo. Hanya Bara yang terbaring lemah dengan wajah pucat. Wajah Maya pun, sudah tidak ceria seperti tadi. Hanya gurat khawatir yang menghiasi wajahnya saat ini.     

"Saya ke belakang dulu, Pak." Arga kembali keluar dari ruangan tersebut dan berlari ke arah pintu belakang galeri.     

----     

Kimmy meminta para panitia acara tahunan untuk menyiapkan ruangan yang akan digunakan untuk melakukan konferensi pers. Ia sudah meminta pada Rania untuk membuat pernyataan terkait dengan kemunculannya malam ini. Kimmy juga memerintahkan beberapa petugas keamanan untuk mengizinkan para Wartawan untuk masuk ke dalam galeri.     

Senyum pada Juru Warta terkembang begitu mereka mendengar ada peristiwa mengejutkan yang terjadi di dalam ruang acara. Rania yang merupakan menantu keluarga Pradana yang sudah lama dikira meninggal dunia ternyata masih hidup. Begitu mendengar pengumuman bahwa Rania akan membuat pernyataan di dalam galeri, para Wartawan pun segera bergegas menyiapkan kamera mereka.     

Begitu panitia acara tahunan keluar dan memberi tahu para Wartawan bahwa Rania sudah siap untuk mengadakan konferensi pers, para Wartawan bergegas masuk ke dalam galeri. Akhirnya mereka mendapat bahan berita lain untuk mereka laporkan kepada pemimpin redaksi mereka.     

****     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.