Bara

Next Round 3



Next Round 3

0"Kim, kita harus bersiap untuk rencana lanjutannya," ujar Maya begitu menerima pesan dari Hazel.     

"Hazel bilang apa?"     

"Dia minta asuransi buat badannya. Kayanya dia udah ketauan sama Hanggono."     

"Tapi, dia ngga kenapa-kenapa, kan?"     

Maya mengangkat bahunya. "Kalo liat dari pesennya, kayanya dia habis dipukulin sama Hanggono. Makanya dia minta badannya di asuransiin."     

Kimmy menghela napasnya. "Terus Adrian gimana?"     

"Ngga tau, dia belum cerita apa-apa lagi."     

"Ya udah, kalo gitu kita siap-siap," sahut Kimmy.     

Maya dan Kimmy salin bertatapan. Mereka akan memasuki babak baru setelah upayanya untuk menjebak Adrian berhasil. Hanggono juga sepertinya sudah mengetahui bahwa Adrian sengaja dijebak karena pria bayaran yang mereka kirim untuk Adrian tertangkap oleh Hanggono. Entah apa yang akan mereka berdua hadapi selanjutnya.     

----     

Danesa tiba di rumah Adrian bersama seorang Dokter kenalannya. Dokter itu begitu terkejut begitu melihat dada dan perut Hazel yang dipenuhi luka lebam.     

"Kamu habis di aniaya atau apa? Ini ngga mungkin gara-gara jatuh."     

Danesa segera melirik ke arah Adrian. Adrian buru-buru menggeleng.     

"Panjang ceritanya, Dok," kilah Hazel.     

"Coba tarik napas kamu," pinta Dokter tersebut sembari menempelkan stetoskop ke dada Hazel.     

Hazel mengikuti perintah Dokter tersebut. Setelah memeriksa dengan seksama, Dokter itu melepaskan stetoskopnya.     

"Untung otot kamu cukup bagus, jadi bisa melindungi tubuh bagian dalam kamu."     

Hazel memejamkan matanya seraya menarik napas lega.     

"Luka di wajah saya gimana, Dok?" tanya Hazel.     

Dokter itu lalu memperhatikan wajah Hazel. "Itu, beberapa hari juga hilang."     

"Ah, syukurlah," ujar Hazel lega. Ia sudah takut kalau-kalau luka itu akan menimbulkan bekas.     

"Benar dia ngga kenapa-kenapa, Dok?" Adrian justru yang masih khawatir melihat Hazel. Ia melihat dengan mata kepalanya sendiri ketika Hazel dihajar sedemikian rupa oleh Hanggono.     

Dokter itu mengangguk yakin. "Istirahat saja beberapa hari. Saya akan kasih salep untuk luka-lukanya agar tidak membekas dan obat untuk mencegah infeksi."     

Hanzel hanya mengangguk-angguk mendengarkan penjelasan Dokter tersebut. Hazel kembali mengenakan kausnya dan Dokter itu sibuk menuliskan resep untuknya. Setelah selesai, ia segera memberikan resep tersebut pada Hazel.     

"Kalau begitu, saya permisi dulu. Ngga ada yang perlu dikhawatirkan. Luka-lukanya pasti sembuh," ujar Dokter tersebut pada Hazel.     

Danesa mengangguk pada rekan Dokternya. "Nanti gue balik lagi kesini," ucap Danesa sembari melirik pada Adrian yang mengantarnya keluar.     

Adrian menganggukkan kepalanya. Ia yakin Danesa akan datang kembali dan meminta penjelasan darinya. Setelah Danesa pergi, Adrian kembali masuk ke dalam rumahnya.     

"Lu mau kemana?" tanya Adrian begitu melihat Hazel sudah berdiri di ruang tamunya dan seperti hendak keluar.     

"Nebus obat ini," jawab Hazel sembari menunjukkan lembar resep dokter.     

Adrian segera mengambil lembar resep tersebut. "Biar gue yang beli, lu disini aja."     

Hazel berusaha untuk merebut kembali lembar resep miliknya. Ia tiba-tiba saja terhuyung. Adrian dengan cepat menangkap tubuh Hazel.     

"Liat, lu udah ngga sanggup berdiri," gumam Adrian sembari memegangi Hazel. "Istirahat ada di kamar gue. Sekalin ganti baju lu, ngga mungkin lu istirahat pake baju yang udah kotor begitu."     

"Bilang aja lu takut kasur lu kotor," sahut Hazel.     

"Iya, itu juga," timpal Adrian.     

Adrian segera memapah tubuh Hazel menuju kamarnya. Begitu tiba di kamarnya, ia menyiapkan pakaian yang bisa Hazel gunakan dan meletakannya di kasurnya.     

"Ganti baju, terus istirahat. Gue keluar beli obat sama makanan buat lu," ujar Adrian.     

Hazel mengangguk dan Adrian segera keluar dari kamarnya. Begitu Adrian keluar dari kamarnya, Hazel kembali mengeluarkan ponselnya. Kali ini ia menelpon Madam yang merupakan mucikarinya. Ia harus memberitahu Madam bahwa dirinya sedang tidak bisa berbisnis untuk beberapa hari ke depan. Selesai menelpon Madam, Hazel segera berjalan menuju kamar mandi yang ada di kamar Adrian untuk membersihkan dirinya.     

----     

Ketika Adrian kembali, ia melihat Hazel sedang tertidur di kasurnya. Ia berjalan mendekat ke ranjangnya dan duduk di tepi ranjangnya. Dipandanginya wajah Hazel yang sedang tertidur pulas. Tanpa diperintah, tangannya secara refleks membelai kepala Hazel.     

"Hazel." Adrian tiba-tiba berusaha membangunkan Hazel. Kening Hazel terasa panas. "Zel, bangun. Minum obatnya dulu."     

Hazel hanya menyahut dengan sebuah erangan pelan. Ia semakin merapatkan selimut yang menutupi tubuhnya.     

Adrian memaksa Hazel untuk duduk di tempat tidurnya. Dengan mata yang masih sedikit terpejam, Hazel duduk bersandar pada kepala tempat tidur. Adrian segera mengeluarkan sebutir obat dan menyuapkannya ke mulut Hazel. Setelah itu ia memberikan segelas air putih padanya. Hazel segera meneguk air putihnya dan meminum air putihnya.     

"Thanks," ujar Hazel pelan sebelum ia kembali merebahkan tubuhnya di kasur Adrian yang empuk.     

Adrian menghela napas panjang melihat Hazel yang kembali tertidur. Ia melihat ponsel Hazel yang tergeletak di meja nakas yang ada di sebelah tempat tidurnya. Dengan ragu-ragu ia meraih ponsel tersebut. Ia menimbang-nimbang untuk membuka ponsel tersebut sambil berulang kali menatap Hazel dan ponsel yang ada di tangannya bergantian.     

Sambil memejamkan matanya, Adrian menyalakan ponsel Hazel yang ternyata tidak terkunci. Ia membuka obrolan dan riwayat panggilan yang dilakukan Hazel. Dari sela-sela matanya Hazel melihat Adrian yang sedang membuka ponselnya. Ia menghela napasnya dan kembali melanjutkan tidurnya.     

----     

Malam hari begitu Hazel terbangun, Adrian sedang duduk di sofa yang ada di sudut kamarnya. Ia memandangi Hazel yang kini terduduk di tempat tidurnya.     

"Mendingan?" tanya Adrian.     

Hazel menganggukkan kepalanya.     

Adrian menunjukkan ponsel Hazel yang sedang ia pegang. "Ternyata isinya semenarik yang punya." Adrian tertawa miris. "I can't believe this."     

Hazel bangkit dari tempat tidurnya dan berjalan mendekati Adrian. Ia segera meraih ponselnya yang sedang dipegang Adrian. "Sekarang lu udah tahu semuanya. Jadi, ngga usah lagi sok bilang cinta. Gue yakin sekarang lu pasti benci sama gue."     

Adrian bangkit berdiri dan berhadapan dengan Hazel. ia memajukan langkahnya hingga membuat Hazel mau tak mau untuk melangkah mundur. "Biasanya, kalau ada orang yang macem-macem sama gue, gue ngga akan segan-segan buat ngehajar orang itu."     

"Terus sekarang mau lu apa?" tantang Hazel. "Mau ngehajar gue sama kaya tadi pagi? Silahkan. Badan gue masih kuat buat nahan pukulan lu."     

Adrian tertawa pelan menanggapi tantangan Hazel. Ia meraih leher kaus yang dikenakan Hazel dan mencengkeramnya. Hazel sama sekali tidak nampak ketakutan. "Lu tahu, semakin lu nantang gue, lu justru bikin gue semakin penasaran. Lu harus bersyukur karena lu ngga gue hajar meskipun gue udah tahu lu itu cuma datang buat menjebak gue." Ia kemudian melepaskan kerah baju Hazel.     

Hazel tersenyum memandang Adrian yang sedang menatapnya. "Itu tandanya trik gue udah berhasil."     

"Ya, gue emang udah terjebak di dalam trik murahan lu itu," Adrian mengiyakan ucapan Hazel. "Gue bahkan ngga tahu bagaimana cara mengakhiri ini, tanpa melukai lu, meskipun sekarang rasanya gue pengen banget buat ngancurin lu."     

"I'll help you to end this." Hazel serta merta meraih wajah Adrian dan mencium bibirnya.     

****     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.