Bara

Next Round 2



Next Round 2

0Hanggono terus menyiksa Hazel untuk membuatnya buka mulut. Segala sumpah serapah yang merendahkan Hazel terus keluar dari mulutnya sembari dirinya memukul, menampar dan menendang Hazel berkali-kali.     

"Tubuh kamu rupanya kuat juga," gumam Hanggono yang terlihat sedikit lelah setelah melampiaskan kemarahannya pada Hazel.     

Hazel masih mampu tertawa pelan untuk menanggapi ucapan Hanggono. Mendengar Hazel yang masih sanggup untuk tertawa, Hanggono kembali melayangkan tangannya untuk memukul Hazel, tetapi kali ini Adrian menahan tangan tersebut.     

Hanggono menatap Adrian yang sedang menahan tangannya. Mata Adrian menatap Hazel dan Hanggono bergantian. Kali ini ia berani menantang mata Hanggono. "Biar saya yang selesaikan ini."     

Hanggono melepaskan tangannya yang sedang dipegang Adrian. "Selesaikan, atau saya akan habisi nyawa pelacur kamu ini."     

Hanggono kemudian mengelap tangannya yang dipenuhi noda darah Hazel dengan menggunakan serbet yang ada di atas meja makannya. Setelah itu ia melemparkan serbet itu dan menutupi wajah Hazel. Sebelum pergi meninggalkan Adrian bersama Hazel, Hanggono melemparkan sebuah pisau lipat dari kantungnya kepada Adrian.     

Adrian segera menangkap pisau tersebut. Ia kemudian segera berjongkok menghampiri Hazel dan membuka ikatan tangan Hazel menggunakan pisau tersebut.     

"Siapa yang udah ngirim lu?" tanya Adrian.     

Hazel menatap mata Adrian dan menggeleng. Ia kemudian mencoba untuk duduk sambil menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya.     

"Jangan bikin ini semakin rumit," ujar Adrian.     

"Dia pasti udah tahu siapa yang nyuruh gue." Hazel mengarahkan kepalanya pada Hanggono yang baru saja masuk ke dalam rumahnya. "Dia sengaja mukulin gue di depan lu, itu cuma buat provokasi lu. Lu ngga denger tadi dia bilang kalau gue ini pelacur yang udah dibayar buat godain lu. Coba lu pikir."     

Adrian terdiam mendengar kata-kata Hazel.     

Hazel menghela napas berat. "Gue bakal sepi job kalo sampe ada luka yang berbekas." Ia menyeka di ujung bibirnya yang terasa perih.     

Adrian menatap Hazel tidak percaya. "Lu masih sempet mikirin job dengan keadaan lu yang seperti ini?"     

Hazel balas menatap Adrian. "Memang cuma itu cara gue bisa bertahan hidup. Suka ngga suka, gue ini memang pelacur. Modal utama gue ya tubuh gue ini." Hazel kemudian berusaha untuk bangkit berdiri.     

Dengan susah payah akhirnya Hazel berdiri sambil berpegangan pada meja yang ada di dekatnya. Adrian ikut berdiri dan mencoba memegang lengan Hazel. "Biar gue anter ke rumah sakit."     

Hazel menggeleng. "Anter aja gue keluar dari sini."     

Adrian akhirnya membantu Hazel berjalan hingga keluar dari kediaman Hanggono. Begitu mereka tiba di depan rumah Hanggono, Hazel segera melepaskan tangan Adrian. Tetapi Adrian dengan cepat kembali meraih tangan Hazel dan membawanya berjalan menuju mobilnya yang terparkir tidak jauh dari sana.     

"Anak buahnya pasti bakal ngikutin lu," bisik Adrian sembari menuntun Hazel. "Biar gue anter sampai lu aman."     

Adrian membukakan pintu mobilnya dan segera memaksa Hazel untuk masuk ke dalamnya. Hazel tidak mampu menolak, karena saat ini tubuhnya sudah mulai merasa kesakitan. Adrian menurunkan jok mobilnya agar posisi Hazel merebah, ia lalu memasangkan sabuk pengamannya dan setelah itu menutup pintu mobilnya.     

"Padahal dari profil yang gue baca, lu ini tempramen bahkan sama pasangan-pasangan lu yang lain. Tapi, kenapa tadi lu diem aja? Mungkin kalo pukulan yang terakhir ngga lu tahan, gue bisa langsung pingsan di tempat," ujar Hazel begitu Adrian duduk di balik kemudi mobilnya.     

Adrian tertawa pelan mendengar ucapan Hazel. "Profil gue harus di revisi kalo begitu."     

Hazel mencoba untuk tertawa, namun tawanya berubah menjadi sebuah ringis kesakitan.     

"Udah, jangan sok kuat. Gue tahu lu pasti kesakitan." Adrian kemudian mulai menyalakan mesin mobilnya. Perlahan mobil yang ia naiki pergi meninggalkan kediaman Hanggono.     

Hazel pun memilih untuk menutup matanya. Sejak semalam ia belum tidur dan berakhir dengan babak belur dipukuli oleh seorang Politisi yang ia tahu cukup disegani banyak orang.     

-----     

Sepanjang jalan, Adrian sadar dirinya sedang diikuti anak buah Hanggono. Alih-alih membawa Hazel ke rumah sakit. Ia justru membawanya ke rumahnya. Hazel masih memejamkan matanya begitu mereka tiba di rumah Adrian.     

"Es, punya kenalan Dokter yang bisa dipanggil ke rumah, ngga?" tanya Adrian di telpon ketika ia mengubungi Danesa. Ia belum keluar dari dalam mobilnya karena tidak tega melihat Hazel yang masih tertidur.     

"Punya, kenapa? Lu sakit?" Danesa balik bertanya.     

"Bisa tolong telponin dan anter ke rumah gue ngga, Es?"     

"Sekarang?"     

"Iya, kalau bisa secepatnya."     

"Oke, gue bantu telponin."     

"Oke. Thanks, Es." Adrian kemudian menutup telponnya.     

Hazel perlahan membuka matanya. "Kita sampe dimana ini?" Ia merasa asing dengan pemandangan di sekitarnya.     

"Rumah gue," jawab Adrian. Ia segera keluar dari dalam mobilnya.     

Hazel melepaskan sabuk pengamannya dan tiba-tiba Adrian sudah membukakan pintu mobil untuknya dan membantunya untuk keluar.     

"Arrghh," erang Hazel. Kini rasa sakit itu sudah menjalar ke seluruh tubuhnya. Bahkan menggerakkan sedikit jarinya saja ia kesakitan.     

"Pelan-pelan," ujar Adrian.     

Hazel berjalan perlahan-lahan dengan dibantu Adrian.     

"Udah, udah, di sini aja. Gue udah ngga kuat," seru Hazel begitu mereka masuk ke dalam rumah Adrian. Ia kemudian duduk di sofa yang ada di dekatnya.     

"Coba gue liat sebentar." Adrian mencoba untuk mengangkat kaus yang dikenakan Hazel.     

Hazel membekap lengannya hingga Adrian kesulitan untuk membuka kaus yang ia kenakan. "Ngga perlu."     

Adrian tidak mengindahkan larangan Hazel dan terus berusaha untuk membuka kausnya. Hingga akhirnya kaus Hazel terbuka. Adrian membelalak begitu melihat bagian perut dan dada Hazel yang kebiruan.     

"Gue ambil kompres dulu." Adrian pun segera berlari ke dapurnya untuk membuatkan kompres air hangat untuk Hazel.     

Hazel menggerutu kesal melihat sekujur tubuh yang selama ini ia jaga berubah menjadi merah kebiruan. "Semoga aja mereka mau asuransiin badan gue."     

Sembari menunggu Adrian kembali dari dapurnya, Hazel mengirim pesan untuk Maya. Begitu selesai, ia segera memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celananya. Tidak berapa lama, Adrian datang dengan membawa baskom berisi air hangat dan beberapa handuk.     

Dengan telaten, Adrian mengelap dada dan perut Hazel dengan handuk hangat yang ia bawa. Beberapa kali Hazel meringis kesakitan. Sambil mengompres Hazel, Adrian mulai mengajukan pertanyaan untuknya.     

"Jadi bener, lu ini cuma orang suruhan yang disuruh ngedeketin gue?"     

"Iya," gumam Hazel. "Pasti lu kecewa." Ia melirik Adrian yang masih mengelap jejak kebiruan pada perutnya.     

Adrian tertawa pelan sembari menggeleng. "Gimana gue bisa kecewa kalau yang dikirim itu lu." Adrian mendongakkan wajahnya dan menatap mata Hazel.     

Hazel turut menatap mata Adrian. "Don't."     

"Jangan apa?" sahut Adrian.     

"Jangan jatuh cinta sama orang kaya gue. Masih banyak yang lebih baik daripada gue yang cuma sekedar cowok bayaran."     

"Bagi gue, lu bukan sekedar cowok bayaran."     

Hazel mulai sedikit resah dengan tatapan yang diberikan Adrian. Ia tahu pasti arti tatapan itu. Hazel pun segera membuang wajahnya.     

Adrian kembali menunduk dan melanjutkan pekerjaannya mengompres tubuh Hazel yang dipenuhi lebam akibat pukulan dan tendangan Hanggono.     

****     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.