Bara

Site Plan 3



Site Plan 3

0Rania berjalan menghampiri Bara yang sedang berdiri terpaku di depan lubang persegi panjang yang mengarah ke ruang bawah tanah.     

"Ngga ada yang tahu ruang bawah tanah itu sebaik Mama," ujar Rania sebelum ia berjalan ke depan Bara dan mulai menuruni tangga menuju ruang bawah tanah.     

Bara dan Arga saling lirik. Bara lalu mengalihkan perhatiannya pada Kepala galeri yang masih nampak terkejut.     

"Jangan sampai ada yang masuk ke sini," pinta Bara kepada Kepala galeri.     

Kepala galeri itu segera mengangguk dan berjalan ke arah pintu ruangannya untuk menguncinya. Sementara Bara dan Arga segera menyusul Rania untuk masuk ke dalam ruang bawah galerinya.     

-----     

Dengan berbekal cahaya dari ponselnya, Rania mencoba mencari tombol untuk menyalakan lampu ruangan tersebut. Bara dan Arga juga ikut menyalakan lampu ponselnya.     

"Ah," seru Rania begitu ia berhasil menemukan tombol untuk menyalakan lampu ruang rahasia tersebut.     

Seketika seluruh ruangan yang tadinya gelap, berubah terang benderang. Meski masih sedikit terasa pengap dan apak. Sekali lagi Bara dan Arga dibuat terpukau. Ruang bawah tanah ini lebih luas daripada ruang bawah tanah yang ada di bar Millennium yang mereka tempati saat ini.     

Dan yang lebih membuat mereka tidak percaya adalah, bahwa ruang bawah tanah ini tidak kosong seperti yang dikatakan Kepala galeri. Ruangan ini dipenuhi lukisan dan benda-benda yang sama persis dengan yang dipamerkan di galeri.     

Bara semakin penasaran dengan tujuan orang tuanya membangun ruang rahasia tersebut. "Sebenarnya apa tujuan ruangan ini?"     

Rania berjalan hingga ke tengah-tengah ruang bawah tanah tersebut. Suara sepatu hak tinggi yang dikenakannya menggema di seluruh ruangan ketika ia berjalan. Begitu tiba di tengah ruangan, Rania berhenti dan memutar tubuhnya menghadap Bara. "Ini tempat untuk menyimpan karya seni yang asli sementara tiruannya dipajang di atas. Kenapa pintu masuknya ada di ruang Kepala galeri? Itu karena Mama adalah Kepala galeri pertama sejak galeri ini dibuka."     

Arga melongo hingga membuat mulutnya terbuka. "Tapi, Kepala galeri bilang, ngga ada apa-apa di bawah sini."     

Rania tertawa pelan mendengar pernyataan Arga. "Itu tandanya dia tidak pernah masuk ke sini."     

"Tunggu, buat apa karya yang asli disimpan di sini sementara yang dipamerkan adalah yang tiruan?" Bara kembali bertanya pada Rania.     

"Untuk apalagi, selain untuk melindungi yang asli," sahut Rania. "Bisa dibilang ini adalah harta karun milik kami berdua."     

Bara terkejut dengan apa yang diucapkan Rania. Ternyata kedua orang tuanya juga menyimpan rahasia seperti ini. Meski Rania beralasan ini untuk melindungi karya seni yang asli.     

Rania kembali menatap Bara. "Kalau kamu, apa yang membuat kamu tertarik dengan ruangan ini?"     

Bara terdiam sejenak. "Aku lagi cari ruangan untuk ruang kerja buat Arga sama yang lain."     

"Ruang kerja untuk?" tanya Rania.     

Bara sedikit mengusap tengkuknya. Ia gugup menceritakan apa yang Arga lakukan bersama yang lain. "Untuk sesuatu yang ngga boleh terlihat dari luar."     

"Oh, pilihan kamu tepat kalau kamu mau menggunakan ruangan ini. Tempat ini masih punya satu ruangan lain." Rania kembali berjalan ke ujung ruangan. "Kamu tahu, ruangan ini terlihat luas padahal batasnya hanya sampai di sini.     

Rania mengetuk-ngetuk dinding tempatnya berdiri yanh ternyata merupakan sebuah kaca besar yang terpasang sampai ke langit-langit. "Di ruangan ini, kamu harus mengingat langkah kamu." Rania menekan lantai yang ada di bawah kakinya. Kaca yang ada di hadapan Rania membuka. "Ini ruang rahasia Papa kamu."     

Bara dan Arga kembali dibuat terpukau. Rania melangkah masuk ke dalam ruangan tersebut. Bara dan Arga setengah berlari menyusul Rania masuk ke dalamnya. Bara terperangah begitu melihat isi di dalam ruangan tersebut. Beberapa model monitor jaman dulu berjajar rapi membentuk setengah lingkaran terpasang rapi di tengah ruangan lengkap dengan papan ketik dan CPU serta sebuah pesawat telpon.     

"Wah, dulu Bokap lu udah bikin ruangan kaya begini?" ujar Arga tidak percaya sembari menyikut Bara pelan. Apa yang dilihatnya tak ubahnya seperti ruang kontrol yang sering ditampilkan di film-film.     

Bara pun tidak percaya jika papanya mempunyai ruang seperti ini. Untuk ukuran tahun 90-an, ruang ini pasti dibangun dengan dana yang tidak sedikit. Mengingat pada era tersebut komputer dan lainnya masih tergolong barang mewah.     

"Di sini, dia menyelidiki berkas-berkas laporan keuangan perusahaan dan orang-orang yang terlibat dalam upaya menggulingkan Pak Haryo sebagai pimpinan MG Group," terang Rania.     

"Ini, sih, cocok banget, Bar," gumam Arga.     

Bara mengangguk. "Tapi masalahnya, ruang di atas masih dipakai sama Kepala galeri."     

"Kamu mau menggunakan keseluruhan galeri ini?" tanya Rania.     

Bara mengangkat bahunya. Tidak mungkin ia memindahkan keseluruhan galeri ke tempat lain. "Rasanya ngga perlu sampai memindahkan galeri. Mungkin dengan membuat bangunan baru yang bisa terhubung ke ruangan ini tanpa harus melewati ruang Kepala galeri.     

"Oh, ruang ini punya satu pintu lain untuk keluar," aku Rania.     

"Dimana?" tanya Bara.     

"Tepat dibawah meja itu. Ada pintu yang langsung terhubung ke hall utama di balik patung Cerberus," jelas Rania.     

"Cerberus itu apa?" tanya Arga pada Bara sambil berbisik.     

"Anjing berkepala tiga," jawab Bara singkat.     

"Tunggu disini sebentar, Mama cek dulu ke atas. Apakah pintunya masih berfungsi dengan baik atau tidak." Rania segera melangkah pergi keluar dari ruangan tersebut. Sementara Bara dan Arga tetap berada di ruangan itu. Mereka berdua melihat-lihat barang peninggalan milik orang tua Bara yang masih tertinggal di ruangan tersebut.     

"Ini, sih lebih keren daripada yang kita pakai sekarang," seru Arga. "Meskipun ruangan yang sekarang kita pakai juga bagus, tapi akses masuknya jujur aja kadang bikin mager."     

"Ya, maklum aja. Itu, kan, emang diperuntukkan buat tempat sembunyi sewaktu-waktu. Buat buat digunakan sehari-hari," sahut Bara.     

"Iya, makanya kita bertiga sebelum mulai, pasti banyak bawa perbekalan dari atas. Untung disana ada toiletnya. Jadi ngga perlu bolak-balik naik."     

"Kayanya gue harus mulai rencana buat renovasi galeri ini. Bagian ini harus masuk ke dalam bagian kita," ujar Bara pada Arga.     

"Kalau Reno udah dateng, kita berempat harus kesini."     

"Bukan cuma Reno sama Ben aja. Kayanya kita harus ajak Damar, Kimmy sama Maya. Mereka juga bagian dari tim ini sekarang."     

Tiba-tiba terdengar suara ketukan dari bawah lantai. Bara dan Arga terkesiap. Kemudian mereka ingat bahwa Rania sedang pergi mengecek pintu lain yang mengarah ke ruangan tersebut.     

Bara mengetuk lantai kayu yang ada di bawah meja. "Ma?"     

"Ya," sahut Maya dari balik pintu tersebut.     

Bara dan Arga saling tatap kemudia membuka pintu tersebut. Kepala Rania menyembul dari balik pintu. Ia tersenyum menyambut Bara dan Arga.     

"Pintunya masih berfungsi. Ayo, Mama tunjukkan." Kepala Rania kembali turun menyusuri tangga yang terpasang di tembok.     

Bara menyusul dan dilanjutkan Arga yang menyusul di belakangnya sembari menutup pintu kayu yang ada di bawah meja.     

****     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.