Bara

Site Plan 2



Site Plan 2

0Kepala galeri yang bekerja pada galeri seni milik Bara terkejut dengan kedatangan Bara yang tiba-tiba. Ini pertama kalinya ia berhadapan dengan Bara di ruang kerjanya. Dia masih sedikit canggung berbicara dengan Bara yang merupakan pemilik baru galeri tersebut.     

"Ada yang bisa saya bantu, Pak?" tanyanya sembari menyalami Bara.     

Bara balas menyalaminya sambil tersenyum. "Jangan panggil, Pak. Saya belum terlalu nyaman dipanggil Pak."     

Kepala galeri balas tersenyum. "Kalau begitu, apa yang bisa saya bantu Mas Bara?"     

"Itu lebih baik," sahut Bara.     

Bara kemudian melepaskan jabat tangannya dan kepala galeri segera mempersilahkannya untuk duduk di bangku yang ada di depan meja kerjanya     

"Apa galeri ini masih menyimpan cetak biru pembangunannya?" tanya Bara begitu duduk di depan Kepala galeri.     

"Coba, saya ingat-ingat dulu." Kepala galeri itu kemudian mengalihkan fokusnya pada komputer yang ada di atas meja kerjanya.     

Bara memperhatikan Kepala galeri yang seperti sedang mencari sesuatu di daftar yang ada di dalam komputernya.     

"Ah, masih ada ternyata," seru Kepala galeri itu tidak lama kemudian. "Tunggu sebentar, biar saya ambilkan ke ruang arsip."     

"Kalau boleh saya mau ikut. Sekalian saya mau lihat-lihat galeri ini," pinta Bara.     

"Oh, silahkan kalau Mas Bara mau ikut. Mari ikut saya." Dengan ramah Kepala galeri mempersilahkan Bara untuk mengikutinya.     

Bara dan Arga segera berdiri dan berjalan berdampingan sambil mengikuti Kepala galeri menuju ruang arsip. Bara memperhatikan banyak ruangan kosong tidak terpakai di sepanjang galeri.     

"Disini masih banyak ruang tidak terpakai?" tanya Bara kepada Kepala galeri.     

"Memang seperti ini keadaannya kalau tidak sedang mengadakan pameran. Banyak ruang kosong. Benda-benda lain yang menjadi koleksi tetap galeri ini, dipamerkan di hall utama dan beberapa ruang yang memang diperuntukkan untuk memamerkan koleksi tersebut. Sedangkan ruangan yang kosong biasa digunakan untuk pameran yang sifatnya seasonal," jelas Kepala galeri pada Bara.     

Bara manggut-manggut mendengarkan penjelasan dari Kepala galeri tersebut. Sesungguhnya ia masih belum terlalu memahami tentang alur opersional yang ada di galeri miliknya. Mungkin setelah ini, ia akan kembali menyerahkan operasional galeri kepada mamanya yang lebih mengerti tentang galeri ini ketimbang dirinya.     

"Nah, kita sudah sampai," ujar Kepala galeri ketika mereka tiba di depan pintu besar berteralis. Di depan pintu tersebut terdapat sebuah pemindai sidik jari. Kepala galeri segera menempelkan ibu jarinya pada pemindai tersebut hingga lampu kecil di samping pemindai itu berubah warna dari merah ke hijau.     

Begitu lampu tersebut berubah warna, terdengar bunyi klik dan pintu teralis itu membuka sedikit. Kepala galeri segera mendorong pintu tersebut dan mempersilahkan Bara untuk masuk lebih dahulu ke dalam ruang arsip. "Silahkan."     

Bara masuk terlebih dahulu ke dalam ruang arsip galeri. Di susul dengan Kepala galeri dan Arga yang ikut mengekor di belakangnya. Bara dan Arga berdiri berdampingan di dalam ruang arsip sementara Kepala galeri dengan sigap pergi menuju salah satu lemari besi yang ada di dalam ruang tersebut.     

Arga sedikit terpukau melihat isi ruang arsip galeri seni. Ternyata isinya bukan hanya tumpukan kertas dokumen yang berkaitan dengan benda seni yang milik galeri. Melainkan ada beberapa lemari kaca berisi aset budaya dan patung-patung berbahan logam mulia yang jarang Arga lihat.     

"Kalo galeri ini juga punya lu, berarti patung-patung emas itu juga punya lu?" tanya Arga sambil berbisik pada Bara.     

Bara mengangkat bahunya. "Gue juga ngga tahu, barang-barang disini punya siapa."     

Arga dan Bara kemudian berjalan mengitari ruang arsip tersebut.     

"Tolong hati-hati, terutama sama lukisan-lukisan, buku dan kain klasik yang ada disini. Kalau bisa jangan disentuh sembarangan." Kepala galeri berseru memperingatkan Bara dan Arga.     

"Dia tau darimana, kalo kita lagi liat-liat," gumam Arga yang keheranan karena Kepala galeri tiba-tiba memperingatkan mereka.     

"Feeling," sahut Bara.     

Tidak beberapa lama kemudian Kepala galeri datang menghampiri Bara dengan membawa tabung berwarna hitam. "Mari." Kepala galeri meminta Bara dan Arga untuk berjalan mengikutinya. Mereka berjalan menuju sebuah meja kerja yang terdapat di sudut belakang ruang arsip.     

Begitu tiba di meja tersebut, Kepala galeri segera membuka tabung tersebut dan mengeluarkan isinya di depan Bara dan Arga. Ia kemudian melebarkan gulungan kertas berwarna biru di atas meja tersebut.     

"Ini cetak biru galeri ini," jelas Kepala galeri.     

Bara memperhatikan cetak biru tersebut dengan seksama. Begitu pula dengan Arga. Sembari Bara memperhatikan cetak biru galeri, Kepala galeri menunjukkan lokasi ruang tempat mereka berada di dalam cetak biru tersebut. Bara sedikit keheranan, karena dalam cetak biru itu tidak ada informasi tentang ruang bawah tanah yang diceritakan Pak Agus.     

"Ini cetak biru untuk ruangan yang ada diatas."     

Ucapan Kepala galeri serta merta membuat Bara dan Arga terperangah. Sambil tersenyum, Kepala galeri mengeluarkan gulungan lain dari dalam tabung tersebut.     

"Ini untuk cetak biru ruangan yang ada dibawah," jelas Kepala galeri.     

Mata Bara dan Arga terpukau begitu Kepala galeri membuka lembaran tersebut. Kepala galeri menyadari ekspresi keduanya dan sedikit tersenyum. "Kalau ruang bawah tanah ini, hanya sedikit yang tahu."     

"Ruangan itu biasa dipakai untuk apa?" tanya Bara penasaran.     

Kepala galeri menggeleng. "Ruangan itu kosong dan tidak terpakai. Saya juga tidak mengerti tujuan dibangunnya ruang tersebut."     

"Saya boleh lihat ruangan itu?" Bara kembali bertanya pada Kepala galeri.     

"Seluruh galeri ini milik Mas Bara, mana mungkin saya melarang Mas Bara untuk melihat ke sana," jawab Kepala galeri.     

Kepala galeri kembali menggulung kedua cetak biru dan masukannya ke dalam tabung. Ia lalu memberikannya pada Bara.     

Mereka kemudian kembali keluar dari ruang arsip. Kepala galeri kembali menuntun mereka berjalan di sepanjang selasar galeri. Bara keheranan begitu menyadari mereka kembali masuk ke dalam ruang kerja Kepala galeri.     

"Ruang bawah tanah itu, tepat berada di bawah kita," terang Kepala galeri.     

"Dimana pintu masuknya?" Bara sudah tidak sabar untuk mengetahui ruang bawah tanah yang ada di dalam galeri seni miliknya.     

Kepala galeri menyunggingkan senyumnya pada Bara dan Arga yang sudah menunggu tidak sabar. "Keep your eyes open."     

Kepala galeri berjalan mendekat pada pajangan berbentuk miniatur tata surya yang berdiri tegak di sudut ruangannya. "Ini informasi yang hanya diberikan kepada Kepala galeri dan Kepala pemeliharaan." Ia kemudian mengaturnya dengan posisi membentuk gerhana matahari.     

Tiba-tiba, terdengar bunyi klik dari lantai yang sedang mereka pijak. Bara dan Arga sontak memundurkan langkahnya untuk menghindar. Lantai yang membentuk ornamen lingkaran di depan mereka seperti amblas ke dalam tanah. Beberapa detik kemudian, lingkaran itu terspisah dan menciptakan sebuah celah yang semakin lama semakin meregang, hingga muncul sebuah lubang persegi panjang serupa pintu.     

Bara dan Arga melongok ke dalam lubang yang gelap tersebut. Ini hampir serupa dengan pengalaman mereka ketika Rico menunjukkan ruang rahasia yang ada di bawah bar Millenium. Sebuah tangga mengarah turun ke bawah.     

"I'll guide you." Sebuah suara muncul dari arah pintu kantor Kepala galeri.     

Bara dan Arga menoleh bersamaan. Kepala galeri sudah terlebih dahulu dibuat terkejut dengan kemunculan sosok tersebut.     

"Mama?"     

****     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.