Bara

Morning Sun 3



Morning Sun 3

0"Hampir gue serangan jantung lagi, May," seru Bara sembari mengelus-elus dadanya.     

"Ih, apa, sih. Masa ngomong sama Bokap gue aja bikin lu serangan jantung," sahut Maya.     

"Ya iyalah. Gue ngga siap tadi," protes Bara.     

Maya terkekeh pelan. "Padahal Bokap gue orangnya ngga semenakutkan itu, loh. Dia bukan Bapak-Bapak berkumis tebal yang pas anaknya diapelin dia udah siap depan pintu sambil bawa celurit."     

"Kalo Bokap lu kaya gitu, dia bakal langsung terbang dari Jerman buat gantung gue. Gila aja, dia nelpon pas lu sama gue lagi berdua di kamar," timpal Bara.     

Maya tertawa mendengar ucapan Bara. "No, dia ngga bakalan ngegantung lu. Kalau dia kaya Bapak-Bapak yang tadi gue bilang, dia pasti bakalan cincang-cincang badan lu terus dagingnya dijadiin makanan hewan peliharaan dia."     

"Hah?" Bara melotot mendengar ucapan Maya. "Serius?"     

Maya mengangguk. "Ketika dia bilang, kalau lu nyakitin gue dia bakal langsung smack your face, dia benar-benar serius sama ucapannya."     

"Really?"     

"Yep," jawab Maya.     

"Ngomong-ngomong, hewan peliharaan Bokap lu apa?" Tanya Bara takut-takut.     

"Cuma anjing, kok. Pitbull sama Rottweiler."     

Bara menelan ludahnya. Kedua anjing peliharaan milik Ayah Maya adalah anjing-anjing yang terkenal dengan tubuhnya yang berotot dan termasuk dalam kategori anjing penjaga yang galak. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya jika ia bertandang ke rumah ayahnya. Maya cengar-cengir melihat Bara yang semakin takut dengan ayahnya.     

"Jadi, lu harus waspada kalau suatu hari gue ajak lu main ke rumah dia. Anjing-anjingnya pasti bakal ngawasin lu terus," ujar Maya yang disertai dengan tawa. "Oh ya. Anjing-anjing itu juga nurut banget sama Bokap gue. Jadi, lu juga harus hati-hati sama Bokap gue."     

Bara melirik Maya kesal. Sementara Maya mengerling jahil padanya.     

"Udah, ah. Gue mau mandi dulu. Nanti kalo gue telat, Bu Boss Kimmy bakalan ngoceh ngga berhenti-berhenti." Maya bangkit dari tempat tidur Bara dan segera berjalan menuju kamar mandi yang ada di dalam kamar Bara.     

"Mau ditemenin?" goda Bara.     

Maya menghentikan langkahnya dan menggeleng sembari tersenyum. "Gue mandi dengan tenang."     

Bara tertawa dan membiarkan Maya melanjutkan langkahnya. Ia lalu memilih untuk ikut bangkit dari tempat tidurnya dan berjalan keluar dari kamarnya.     

----     

Pak Agus keluar dari kamarnya dan terkejut melihat Bara yang sedang duduk di meja makannya sambil tersenyum melihat sesuatu di ponselnya. "Loh, kapan kamu datang? Kok, saya ngga dengar kamu masuk ke sini?"     

"Pagi, Pak," sapa Bara dengan senyum terkembang. "Semalem saya pulang ke sini. Bapak pasti udah tidur pas saya datang."     

"Saya aja yang baru dateng tadi pagi udah tahu kalau Mas Bara datang," sela Mbok Inah yang kebetulan sedang menata sarapan di atas meja. Mbok Inah kemudian menoleh pada Bara. "Mbak Maya juga ada di sini, kan, Mas?"     

"Iya, Mbok," jawab Bara.     

Mbok Inah lantas menambahkan satu set perlengkapan makan di atas meja makan.     

"Kamu pulang kesini sama Maya?" tanya Pak Agus setengah tidak percaya.     

Bara mengangguk.     

Pak Agus kemudian menghela napasnya. "Sepertinya saya harus segera pindah dari sini. Saya takut ganggu privasi orang."     

Bara berdecak pelan. "Maya juga ngga setiap hari kesini, Pak."     

Pak Agus terkekeh dan mulai menyendokkan sarapan yang sudah disiapkan Mbok Inah ke dalam piring makannya.     

"Lihat, deh, Pak." Bara menyorongkan ponselnya pada Pak Agus.     

Pak Agus memperhatikan foto yang ada di dalam ponsel Bara. "Itu bukannya orang yang kamu suruh pergi ke HongKong. Kok, dia malah senang-senang disana."     

"Perhatiin yang di belakang dia, Pak," pinta Bara.     

Pak Agus segera memperhatikan seperti yang Bara minta. "Loh, bukannya itu Walikota muda yang baru saja terpilih?"     

Bara mengangguk. "Dia ternyata juga orangnya Hanggono. Yang lagi sama dia, itu juga orang-orangnya Hanggono," jelas Bara.     

"Darimana kamu tahu kalau dia juga orangnya Hanggono?" Pak Agus bertanya penasaran.     

"Damar yang kasih tahu."     

Pak Agus manggut-manggut.     

"Oh, iya, Pak. Saya butuh bangunan gedung atau rumah lama yang punya ruang bawah tanah. Apa Bapak bisa tolong carikan?"     

Pak Agus menatap Bara penasaran. "Untuk apa?"     

"Saya mau mindahin Arga ke kantor baru."     

"Kantor baru?"     

"Saya dan yang lain mau memulai menjual jasa konsultasi keamanan."     

"Hah?"     

"Nanti saya ceritakan lebih lanjut sama Bapak. Tapi untuk sekarang, saya minta tolong carikan gedung atau rumah yang memiliki fasilitas ruang bawah tanah."     

"Kamu ngga coba lihat cetak biru galeri seni milik kamu yang kemarin dipakai untuk acara tahunan?"     

Bara memicingkan matanya pada Pak Agus. "Maksud Bapak?"     

"Galeri itu punya ruang bawah tanah rahasia," jawab Pak Agus .     

Bara melongo sembari mengerjap-ngerjapkan matanya. "Serius, Pak?"     

"Kalau tidak percaya, lihat saja cetak biru pembangunannya yang ada di galeri."     

"Wah," gumam Bara pelan. "Saya harus telpon Arga kalau begitu."     

Bara segera mengubungi Arga.     

Arga segera menyahut pada nada panggil pertama. "Ada apa, Bar?"     

"Nanti siang ikut gue ke galeri," seru Bara.     

"Oke. Tapi, gue dijemput, kan?" tanya Arga sembari terkekeh.     

"Hhhh." Bara menghela napasnya. "Iya gue jemput. Tapi, abis itu lu yang bawa mobil."     

Pak Agus geleng-geleng mendengar percakapan Bara dengan Arga. "Cuma Arga, yang berani-beraninya minta jemput sama bosnya sendiri."     

Bara menutup telponnya. Ia beralih pada Pak Agus. "Sekalian, saya juga mau tau perkembangannya Reno di HongKong."     

"Oh," gumam Pak Agus. "Ngomong-ngomong, kapan kamu mulai masuk kantor lagi?"     

"Mungkin besok, Pak. Atau nanti setelah dari galeri saya mampir ke kantor."     

"Baguslah kalau begitu. Kamu sudah dengar rencana eyangmu yang mau mengalihkan tugas kamu ke mamamu?"     

Bara menganggukkan kepalanya. "Itu saya yang usul duluan."     

"Ini ada kaitannya dengan memindahkan Arga ke kantor baru?"     

"Saya bermaksud untuk membuat perusahaan keamanan. Untuk menutupi aktifitas penyelidikan saya. Karena sepertinya, Ben dan Reno butuh cakupan yang lebih luas lagi."     

"Bukannya kalau kamu tiba-tiba mundur justru malah akan menimbulkan kecurigaan pihak Hanggono?" tanya Pak Agus hati-hati.     

Bara termenung sejenak setelah mendengar pertanyaan yang diajukan Pak Agus.     

Pak Agus mulai melanjutkan kata-katanya. "Bagaimana kalau mamamu menggantikan saya, kamu tetap pada posisi kamu. Perusahaan yang kamu katakan itu, kita buat itu sebagai anak usaha MG Group. Dengan begitu, tidak akan terlalu mencurigakan. Untuk langkah awal, kamu masukkan semua petugas keamanan yang sudah bekerja lama di perusahaan kita. Mereka pasti tidak akan menolak, nantinya mereka yang akan mengawasi dan merekrut petugas baru."     

"Kita juga mau mau buka konsultasi untuk keamanan digital, Pak. Dengan begitu kita juga punya akses untuk menyusup lewat pintu yang lain," sahut Bara.     

"Gampang itu. Arga, Ben dan Reno yang tetap memimpin mereka. Tapi, saya yakin, Ben yang akan lebih fokus sama kegiatan kalian yang lain. Kalau begitu tinggal Arga dan Reno. Kamu harus cari satu orang lagi yang bisa bertindak sebagai CEO-nya. Dengan begitu kegiatan kalian berjalan, bisnis juga berjalan. Tidak akan ada yang curiga," terang Pak Agus.     

"Gue tahu orang yang cocok," sela Maya.     

Pak Agus dan Bara kompak menoleh pada Maya yang baru saja keluar dari kamar Bara dan bergabung bersama keduanya di meja makan.     

****     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.