Bara

Double Date 4



Double Date 4

0Tidak perlu waktu lama sampai Ben selesai memasangkan alatnya pada ponsel yang tadi diberikan Bara. Pada saat Ben sedang memasang alat-alat itu, Arga muncul dari pintu belakang ruang Staff bar Millennium. Arga duduk di depan Ben yang sedang berkutat dengan ponsel terakhir yang harus dipasangi alat miliknya.     

"Lu, kok, ada di sini?" tanya Arga.     

"Ya, ngga mungkin gue pasang alat ini di dalam. kurang terang," jawab Ben. "Gambar dari Reno udah selesai lu download?"     

"Udah. Tapi--"     

"Tapi apa?"     

"Semua isinya biasa-biasa aja. Orang-orang Hanggono beneran main judi di sana."     

"Maksud lu?"     

"Iya, di foto kiriman dari Reno barusan, orang-orangnya Hanggono emang keliatan lagi berjudi."     

"Mungkin mereka sengaja, biar ngga terlalu di curigain. Lagipula masih ada beberapa orang lagi yang bakal dateng ke sana. Kita tunggu aja."     

"Reno bisa main kartu?" Arga kembali bertanya pada Ben.     

"Bisa, sedikit."     

"Kira-kira dia bisa menang ngga kalau lawan anak buahnya Hanggono?"     

Ben mengangkat bahunya. "Kenapa?"     

"Sekalian aja suruh Reno buat lawan mereka. Kita jadi bisa ambil duitnya mereka, kan."     

"Resiko, Ga. Iya kalau Reno menang, kalau kalah, kita yang rugi. Judi itu butuh strategi sama keberuntungan," sahut Ben.     

"Lu ngga bisa masuk ke sistemnya mereka?"     

"Bisa-bisa aja, cuma bahaya kalo berurusan sama bandar besar begitu."     

Arga menyipitkan matanya dan melirik Ben. "Lu masuk ke sistem punya pemerintah ngga takut, giliran masuk ke sistem punya kasino takut."     

"Masuk ke sistem punya pemerintah kalo ketangkep paling masuk penjara atau kita ditawarin buat kerja sama pemerintah. Lah, kalo masuk ke sistem punya bandar, bisa-bisa gue tinggal nama doang."     

"Gitu, ya?"     

"Lu ngga pernah nonton film tentang pencurian di kasino, apa? Iya awalnya berhasil bawa duit banyak, ujung-ujungnya mereka dikejar mau dibunuh sama bandarnya."     

"Tapi, itu, kan di film."     

"Film itu kan dibuat berdasarkan referensi. Apa yang ada di film mungkin ada juga di dunia nyata."     

"Iya juga, sih. Gue aja sekarang ngerasa kalau kita ini ada di dalam film."     

Ben tertawa mendengarkan komentar Arga. "Film apa? Beranak dalam kubur?"     

"Gue ngga nyangka aja, bisa ketemu orang-orang kaya lu. Biasanya gue liat hacker-hacker gitu cuma di film."     

Ben menyunggingkan senyumnya. "Kalo mau, lu juga bisa gue ajarin."     

"Gue ngga punya basic apa-apa buat belajar hacking," sahut Arga.     

"Ngga perlu basic apa-apa, asal logika lu bisa jalan, siapa aja bisa belajar hacking."     

"Bener lu mau ngajarin gue?"     

Ben segera menganggukkan kepalanya. "Sebentar lagi mungkin kita pindah kantor."     

Arga menatap Ben keheranan. "Pindah kantor?"     

Ben kembali mengangguk. "Gue kemarin udah bilang sama Bara. Dia udah setuju, Pak Haryo juga kayanya setuju. Jadi, sebentar lagi kita bakal punya kantor beneran."     

"Kita punya kantor?"     

"Kita bakal jadi kantor konsultan keamanan. Yang di bawahnya--" Ben tidak melanjutkan kata-katanya. Ia justru mengerling pada Arga sembari menyeringai.     

"Iya, gue tahu," timpal Arga.     

Ben tersenyum ceria. "Ada gunanya juga si Reno bawa gue ketemu sama Bara. Seumur-umur gue kerja sama orang, baru ini ngerasa bebas ngelakuin apa yang gue suka."     

"Dia emang baik. Tapi, gue kasih tau aja, lu jangan macem-macem. Gue udah pernah liat dia ngamuk hampir bunuh orang depan mata gue."     

Ben sedikit melongo mendengar penjelasan Arga. "Dia bisa begitu?"     

"Ya, mana ada, sih, orang yang seratus persen baik kaya malaikat. Setiap orang, kan, juga punya sisi jahat."     

"Iya juga, sih. Gue rasa, selama kita bisa jaga hubungan baik sama dia, dia ngga bakal berbuat apa-apa sama kita."     

Arga menganggukkan kepalanya. "Gue juga nyaman banget kerja sama dia. Kapan lagi, lu kerja tapi ngga berasa kaya kerja. Gue juga jadi bisa kenal banyak orang."     

"Nah, itu."     

"Udah selesai belum lu?" tanya Arga yang melihat Ben masih mengutak-atik ponsel di depannya. "Biar bareng aja kesananya."     

"Dikit lagi," jawab Ben.     

Ben kembali serius memasang alatnya. Sementara Arga diam sambil memperhatikan Ben.     

----     

"Hi, Arga!" Maya berseru memanggil Arga.     

Arga balas tersenyum pada Maya sambil berjalan ke arah meja mereka.     

Ben menyikut perut Arga. "Lu udah kenal sama dia?"     

"Siapa yang ngga kenal sama Maya. Ya, kecuali kalo lu ngga pernah nonton TV atau nonton acara gosip," bisik Arga.     

"Gue jarang nonton TV dan jarang nonton acara gosip," jawab Ben.     

"Dia Maya Andini, Model, cucu pengusaha, pacarnya Bara," jelas Arga.     

Mata Ben terbelalak. Ia lalu mengalihkan perhatiannya pada wanita yang tadi menyapa Arga dan Bara yang duduk di sebelahnya. Ben kembali berbisik pada Arga. "Kenalin gue, dong. Kali aja gue bisa dapet pacar Model juga."     

"Pasti dikenalin," timpal Arga.     

Arga dan Ben akhirnya bergabung bersama Bara dan yang lainnya.     

"Makin rame, nih," seru Rico. "Kurang si Reno aja."     

"Reno lagi liburan ke HongKong," sahut Ben.     

"Wah, asyik banget dia ke HongKong." Rico kembali menimpali.     

"Ben." Bara memanggil Ben dan memintanya untuk mendekat.     

Melihat Bara yang meminta Ben untuk mendekat, Arga segera menukar tempat duduknya dengan Ben.     

Bara menepuk Maya yang duduk di sebelahnya, Maya segera menoleh. "Hmm?"     

"Kenalin, ini Ben. Ben, ini Maya." Bara memperkenalkan Ben pada Maya.     

Keduanya segera berjabat tangan seraya memperkenalkan diri.     

"Ben, nanti yang bakal ngawasin handphone kita semua," bisik Bara pada Maya.     

Maya mengangguk mengerti. Ia kemudian kembali menatap Ben. "Mohon bantuannya, ya, Ben."     

Ben mengangguk kepalanya sembari tersenyum pada Maya.     

"Tapi, ngawasinnya jangan yang aneh-aneh, ya," goda Maya.     

Ben tertawa menanggapi gurauan Maya. "Ngga, lah. Privasi kalian tetap terjaga. Gue ngawasin cuma kalau kalian ketemu orang-orang yang ada kaitannya sama Hanggono. Atau kalau gue diminta sama dia." Ben melirik Bara.     

Maya kemudian kembali menatap Bara. "Jangan ngawasin tanpa gue minta, oke?"     

Bara mengangguk paham. Ia juga tidak akan melanggar batas privasi Maya.     

"Kim." Kali ini Bara memanggil Kimmy.     

Kimmy segera menoleh. "Ada apa?"     

"Kenalin ini Ben," seru Bara.     

Kimmy menjulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan Ben.     

"Kimmy," ucap Kimmy setengah berteriak karena musik di dalam bar yang semakin kencang.     

"Ben," balas Ben sambil setengah berteriak.     

Kimmy dan Ben kemudian melepaskan jabat tangannya. Maya lalu berbisik pada Kimmy yang duduk di sebelahnya. "Dia yang bakal ngawasin kita semua."     

Kimmy kembali menoleh pada Ben.     

"Ben," seru Kimmy.     

Ben segera menoleh pada Kimmy. "Ya?"     

Kimmy melambaikan tangannya untuk meminta Ben mendekatkan kepalanya. Kimmy sudah mencondongkan tubuhnya. Keduanya berbisik di depan Maya dan Bara.     

"Mereka ngomongin apaan?" bisik Bara pada Maya.     

Maya hanya mengangkat bahunya. "Paling minta jaga privasi."     

Ben mengangguk-anggukkan kepalanya. Setelah itu Kimmy dan Ben kembali menjauhkan badannya. Kimmy mengacungkan jempolnya pada Ben, semetara Ben hanya menanggapinya dengan sebuah anggukan.     

****     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.