Bara

Gambling 3



Gambling 3

0"Tapi ini bikin saya makin bersemangat," sela Ben.     

Pak Haryo dan semua yang ada di ruang rahasia menatap Ben dengan tatapan heran.     

"Kayanya lebih gampang menyerang anak-anak muda ini ketimbang menyerang orang-orang lama Hanggono," sahut Bara.     

"Nah." Ben langsung setuju dengan ucapan Bara. "Mereka semua pasti punya jejak digital yang gampang untuk di telusuri. Jaman sekarang, apa yang ngga di posting anak-anak muda macam kita ini. Kita bisa mulai menyelidiki mereka dari sana," lanjut Ben.     

"Wait, ini si Walikota termuda barusan posting dia baru aja sampai di--" Reno mengalihkan perhatian dari ponselnya dan menatap Bara dan yang lainnya.     

Bara dan yang lainnya segera penasaran dengan kata-kata yang akan dilanjutkan Reno.     

Reno tersenyum sejenak sebelum melanjutkan informasinya. "Di HongKong."     

Bara serta merta memukul mejanya karena gembira dengan kabar yang diberikan Reno. "Lu harus secepatnya ke HongKong, Ren."     

"Tas sama paspor gue udah siap, tuh." Reno menunjuk ke arah kursi kerjanya dengan menggunakan kepalanya.     

"Lu bisa cek dimana Walikota itu nginep, Ben?" tanya Bara pada Ben.     

"Of course." Ben kembali berjalan menuju meja kerjanya. Ia kembali memfokuskan seluruh perhatiannya pada layar monitornya.     

Bara ikut memperhatikan apa yang sedang Ben kerjakan dari belakang meja kerja Ben..     

Reno menyenggol Arga. "Mau taruhan? Berapa menit Ben bisa berhasil nemuin hotel tempat Walikota muda itu nginep. Gue pasang lima menit."     

Arga menggeleng. "Ogah, gue aja baru kalah taruhan sama Ben."     

"Saya pasang tiga menit," sela Pak Haryo tiba-tiba.     

Reno melirik Pak Haryo. "Bapak mau taruhan sama saya?"     

Pak Haryo mengangguk seraya mengambil dompet dari dalam saku celananya. Ia kemudian membuka dompet tersebut dan mengambil dua lembar uang seratus ribuan dari dalam dompetnya. "Segini cukup?"     

"Lumayan, lah. Kalau saya yang menang, lain kali saya naikin taruhannya," sahut Reno sambil terkekeh.     

Pak Haryo dan Reno terus memandangi jam tangannya masing-masing sambil sesekali melemparkan pandangannya ke arah Ben.     

Ben mengangkat tangannya dari papan tombol. "Gue udah tahu dimana Walikota itu nginep."     

Pak Haryo berdecak pelan. Ben tidak memerlukan waktu sampai lima menit untuk berhasil menemukan lokasi tempat Walikota muda yang menjadi anak buah Hanggono menginap.     

Pak Haryo menyeringai pada Reno. "Saya yang menang."     

Reno sedikit memonyongkan bibirnya. Dengan berat hati ia mengambil dompetnya dan mengambil dua lembar uang seratus ribuan dari dalam dompetnya dan memberikannya pada Pak Haryo.     

Pak Haryo menerima uang tersebut. Tetapi kemudian ia mengembalikan uang tersebut pada Reno. Ia juga memberikan uang dua ratus ribu yang sudah ia siapkan jika ia kalah dari Reno.     

"Saya cuma main-main aja," ujar Pak Haryo sembari memberikan uang yang kini totalnya menjadi empat ratus ribu kepada Reno.     

"Main-main, juga Bapak yang menang," timpal Reno.     

"Sudah, ngga apa-apa. Ambil saja," sahut Pak Haryo.     

"Bener, nih, Pak?" tanya Reno ragu-ragu.     

"Bener, ambil saja," jawab Pak Haryo.     

"Sok, lu, Ren," sela Arga.     

Reno akhirnya menerima uang pemberian Pak Haryo. "Ngga enak juga kalo nolak rejeki, ya, kan, Pak."     

Pak Haryo mengangguk sembari tersenyum pada Reno.     

"Kapan-kapan kita taruhan lagi, Pak," seru Reno sembari memasukkan kembali uangnya ke dalam dompet.     

"Lain kali, kalau taruhannya besar, saya ngga bakal baik seperti ini," timpal Pak Haryo.     

"Ah, bisa aja Bapak," jawab Reno.     

Pak Haryo menepuk lengan Reno sembari terkekeh.     

Bara dan Ben tampak serius membicarakan sesuatu di depan meja kerja Ben. Bara terlihat mengangguk-angguk mendengarkan ucapan Ben, sementara Ben nampak antusias berbicara pada Bara. Setelah Ben selesai berbicara, Bara mengangguk pelan, lalu mereka kembali bergabung di meja tempat mereka berkumpul.     

"Tempat menginap mereka berbeda," ujar Bara. "But, hotel tempat Walikota itu menginap juga punya fasilitas kasino." Bara kemudian segera beralih pada Reno. "Lu bakal nginep di hotel tempat Walikota itu nginep. Nanti malam lu berangkat."     

"Reno pergi sendiri?" tanya Pak Haryo.     

"Iya, Ben sama Arga, sama-sama ngga punya paspor," jawab Reno.     

Pak Haryo segera menatap Ben dan Arga dengan tatapan heran. "Kalian berdua belum punya paspor?"     

Keduanya kompak cengar-cengir pada Pak Haryo sambil menggeleng.     

Pak Haryo menghela napasnya. "Siapkan berkas-berkas kalian berdua, biar saya bantu urus paspor buat kalian berdua." Pak Haryo kemudian menatap Arga. "Besok kamu temui Pak Agus di atas, saya akan suruh dia datang ke sini."     

"Tapi, berkas saya ada di rumah Bapak," sela Arga.     

"Hmm, anak ini. Ya sudah, nanti saya minta Pak Agus buat langsung berkas punya kamu di kamar kamu."     

Arga tersenyum pada Pak Haryo. "Makasih banyak, Pak."     

"Pokoknya semua kebutuhan lu, udah siap semua, Ren. Lu tinggal berangkat aja," ujar Bara pada Reno.     

"Siap, Bos," sahut Reno. "Uang jajannya ada juga, kan?"     

"Udah, pokoknya lu tinggal berangkat aja," sahut Bara.     

"Yes," gumam Reno pelan.     

"Jangan lupa gantungan kunci, Ren," goda Ben.     

Sontak mereka yang ada di meja tersebut menyemburkan tawa setelah mendengar ucapan Ben. Bara, Arga dan Reno saling lempar candaan tentang bentuk gantungan kunci yang mereka inginkan pada Ben. Pak Haryo memperhatikan keempatnya yang sedang tertawa-tawa. Ia pun ikut tersenyum melihat keceriaan di wajah mereka berempat.     

----     

"Kim, nanti sore Danesa mau mampi ke sini," terang Maya pada Kimmy. Keduanya sedang berada di butik milik mereka berdua.     

"Tumben Danesa mau ke sini, ada urusan apa dia?" tanya Kimmy.     

"Entahlah, gue juga ngga tau. Dia bilang, sih, ada yang mau ngajak kita berdua kerjasama," jawab Maya.     

"Kita berdua?" Kimmy kembali bertanya pada Maya.     

Maya mengangguk. "Tapi detail kerjaanya si Es belum jelasin ke gue. Kata dia sekalian ada nanti dibicarain di sini."     

"Oh, gitu," sahut Kimmy.     

"Ngomong-ngomong, Kim. Tahun ini lu ngga berencana untuk ke Milan lagi? Lu ngga mau gitu ikutan bareng gue," tanya Maya dengan tatapan mata sedikit memelas.     

Kimmy balas menatap Maya. Ia kemudian segera menggeleng. "Ngga, ah."     

"Meskipun lu dapet tawaran dari Chanel atau Prada gitu?" Maya masih berusaha membujuk Kimmy untuk mengikuti jejaknya dalam Pekan Mode Milan yang beberapa bulan lagi akan dilaksanakan.     

Kimmy kembali menggeleng. "Tapi, kalo lu butuh temen, nanti gue temenin. Tapi gue dateng sebagai penonton aja."     

"Ah, lu, mah, begitu." Maya mulai merajuk pada Kimmy.     

"Sibuk, May. Kalo lu sama gue sama-sama pergi ke sana, terus yang jagain butik ini siapa?" sahut Kimmy.     

"Iya, juga, sih. Ya udah lu jaga butik aja. Nanti gue bawa beberapa baju dari sini. Lumayan, kan, kita jadi bisa sekalian promosi."     

"Nah, itu. Gue fokus untuk strategi dan penjualan, lu fokus buat pemasaran sama promosi. Apalagi sekarang lu lagi sering masuk berita gara-gara penampilan lu pas acara tahunan kemarin."     

"Siap Bu Bos. Nanti kita siapin design yang keren-keren buat gue bawa. Biar menarik perhatian."     

"Kalo gitu, kurang-kurangin pacarannya," sindir Kimmy.     

"Ngomongin soal pacar, Bara juga udah ngasih gue kalo dia bakal agak sibuk setelah acara tahunan."     

"Oh, gitu."     

Maya mengangguk. Tatapan matanya kemudian menerawang. "Dia emang beda dari pacar-pacar gue sebelumnya. Gue merasa lebih punya kebebasan. Kalau mantan gue yang lain, pas gue bilang, gue mau ikut fashion week, mereka pasti ngambek ngga bolehin gue pergi. Alesannya, nanti gue jadi sibuk dan pasti lupa sama mereka. Sedangkan Bara, dia malah bilang kalo dia lagi ngga terlalu sibuk, dia bakal nemenin gue selama disana."     

Kimmy tertawa pelan mendengar ucapan Maya. "Fix, kita bakal besanan kayanya."     

"Amin," sahut Maya lantang. "Kenal sama dia, bener-bener ngerubah pandangan gue soal hubungan."     

"Ya, ya. Jangan dilanjutin lagi. Kuping gue nanti panas denger kata-kata mutiara yang keluar dari mulut lu."     

Maya mendengus kesal mendengar ucapan Kimmy. Sementara Kimmy justru tertawa melihat Maya yang mendengus kesal padanya.     

****     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.