Bara

Vengeance 1



Vengeance 1

0Hazel memandangi sebuah mobil Mercedes Benz berwarna hitam yang tiba-tiba berhenti di depan rumah Adrian. Tidak berapa lama setelah mobil itu berhenti, Adrian muncul dari dalam mobil tersebut.     

Adrian mendongak ke arah jendela kamarnya dan tersenyum melihat Hazel yang sedang berdiri disana meski hari sudah lewat tengah malam. Adrian segera mengeluarkan barang bawaannya dari dalam mobil tersebut dan berterima kasih pada Supir yang sudah mengantarnya.     

Tanpa menunggu mobil tersebut berjalan pergi meninggalkan rumahnya, Adrian bergegas masuk ke dalam rumahnya. Ia langsung menuju kamarnya.     

Pintu kamar Adrian membuka, dan ia segera melepaskan tas yang ia bawa dan berjalan menghampiri Hazel. Tanpa meminta persetujuan Hazel, Adrian segera memeluknya. Ia membenamkan wajahnya pada lekuk leher Hazel dan mencium samar-samar aroma shampo yang menguar dari rambut panjang Hazel.     

"Kalau mau tanya gue baik-baik aja apa ngga, jawabannya ngga. Beberapa hari ini perasaan gue campur aduk selama disana. Untuk sekarang jangan tanya apa-apa. Gue cuma mau begini sebentar," ujar Adrian yang seketika membuat Hazel mengurungkan niatnya untuk bertanya.     

Hazel akhirnya hanya menepuk-nepuk punggung Adrian.     

----     

"Kenapa kita ada disini?" tanya Abang begitu mereka kembali berada di rumah sakit tempat jenazah Abu Syik disimpan.     

"Orang yang bunuh Abu masih berkeliaran disini. Itu bikin saya ngga tenang," jawab Ale.     

"Kamu tahu darimana kalau dia masih disini?" Abang kembali bertanya.     

"Bara yang melacak keberadaannya."     

Mata Abang sedikit membulat mendengar pernyataan Ale. "Terus apa yang mau kamu lakukan?"     

"Saya cuma mau mempermudah pekerjaannya, dia pasti lagi nunggu saya sekarang." Ale merapikan topi yang ia kenakan dan memakai masker. "Abang disini saja, ini biar saya yang urus." Ale kemudian keluar dari mobil yang ia naiki.     

Abang memperhatikan Ale yang keluar dari dalam mobilnya dan berkeliling di sekitar halaman parkir rumah sakit. Ia melihat satu per satu isi mobil yang terparkir di sana. Abang hanya menghela napasnya melihat apa yang dilakukan Ale. "Jangan buat ini jadi semakin rumit, Le," batin Abang.     

Anak buah Hanggono memperhatikan gerak gerik seseorang yang mencurigakan di halaman parkir rumah sakit. Hari sudah lewat tengah malam dan orang itu berkeliling sambil mengintip mobil yang ada di parkiran satu per satu.     

"Pasti mau mencuri," gumam orang tersebut.     

Begitu orang yang ia curigai sebagi pencuri mendekat ke arah mobilnya, senyumnya terkembang. "Ngga sia-sia saya bertahan disini. Akhirnya kamu muncul."     

Ia akhirnya keluar dari dalam mobilnya dan menghadang orang yang sedang berjalan ke arah mobilnya.     

Ale berhenti, begitu ada orang yang keluar dari dalam mobil yang hendak ia intip isinya. Orang itu tersenyum dengan menaikkan satu sudut bibirnya. Mata Ale membulat melihat orang itu berdiri dihadapannya.     

"Akhirnya kamu muncul," ujar orang suruhan Hanggono begitu ia berhadapan dengan Ale.     

Ale berdecak pelan. "Ini kedua kalinya saya kemari."     

"Pasti kamu mau tahu apa yang saya lakukan pada Abu, kan?"     

Ale mengangkat bahunya. "Itu ngga penting sekarang. Yang sekarang ada dipikiran saya cuma satu. Gimana caranya saya menghabisi kamu."     

Mata orang yang ada dihadapan Ale membulat setelah mendengar perkataan Ale. "Coba saja, kalau bisa menghabisi saya."     

Ale menghela napasnya lalu menyeringai pada orang tersebut. "Mana mungkin saya menghabisi kamu disini."     

Dalam sekejap, pria yang ada di hadapan Ale tumbang. Seseorang menghantam bagian belakang lehernya dengan sangat keras hingga ia kehilangan kesadarannya.     

"Makasih banyak, Bang," ujar Ale pada Abang yang sudah berdiri di belakang orang tersebut.     

Abang berdiri sambil memegang sebuah tongkat kayu besar. Ia kemudian menyentuh pria yang sudah terkapar di aspal itu dengan tongkatnya untuk memastikan bahwa dia sudah benar-benar tidak sadar.     

"Tunggu disini, biar saya ambil mobil." Abang melemparkan tongkat yang ia bawa Ale.     

Ale dengan sigap menerimanya. Abang pun lantas berjalan cepat menuju mobilnya.     

Begitu Abang kembali dengan mobilnya, ia keluar dari dalam mobil dan mengambil seutas tali yang tersimpan di belakang mobilnya. Abang dan Ale kemudian mengikat pria yang sedang tidak sadar tersebut dan memasukannya ke bagian belakang mobil.     

Ale tersenyum pada Abang. "Sekarang kita pulang, Bang."     

Abang menganggukkan kepalanya. "Saya sudah pengen rebahan dikasur." Abang memberikan kunci mobilnya pada Ale. "Kamu saja yang bawa. Kamu pasti bisa nyetir, kan?"     

Ale menerima kunci mobil milik Abang. "Jangan lupa pakai sabuk pengamannya, Bang."     

Abang tertawa pelan, lalu masuk ke dalam mobilnya. Begitu pula dengan Ale yang menyusul masuk ke dalam mobil Abang dan duduk di balik kemudi.     

Perlahan-lahan mobil yang ditumpangi Ale dan Abang pergi meninggalkan halaman parkir rumah sakit. Senyum Ale terkembang karena ia sudah mengamankan orang kepercayaan Hanggono yang diperintahkan untuk membunuhnya.     

----     

Adrian menghabiskan malamnya bersama Hazel sambil menceritakan apa yang sudah terjadi selama mereka berada di Aceh. Hazel memperhatikan mata Adrian yang sedikit berkaca-kaca ketika membahas tentang Abu. Tetua desa tempatnya dilahirkan.     

"Abu itu seperti akar yang menjaga anak-anak kaya gue sama Ale, untuk tetap bisa menjejak di tanah kelahirannya. Sekarang akar itu sudah tercabut. Dia juga bilang, gue atau Ale udah ngga perlu datang ke desa itu. Karena desa itu udah mati, jauh sebelum kematian Abu," ujar Adrian. "Meskipun gue cuma ketemu sebentar sama Abu, tapi itu udah cukup buat ngasih gue pelajaran. Semoga Abu tenang disana." Adrian meneguk bir miliknya. Ia kemudian mengalihkan perhatiannya pada Hazel. "Lu ngapain aja selama gue ngga ada?"     

"Nothing, gue cuma baca-baca buku yang ada disini. Tapi, Hanggono itu emang kacau. Dia tega ngirim orang buat membungkam teman lu itu. Meskipun dia yang selama ini bantuin dia buat mengurus ladang-ladang miliknya."     

"Kalau Abu ngga bertukar tempat sama Ale, mungkin yang sekarang ada di kamar mayat buat Abu, tapi si Ale. Gue rasa itu salah satu rencana Abu. Dia mau membuat Ale menjauh dari Hanggono."     

"He's sacrificed his life. Benar-benar orang tua yang berani."     

"Saya kaya lu yang waktu itu pasrah waktu dipukulin sama Hanggono. Jujur aja, ngeliat ku dipukulin tanpa bisa melawan, itu aja udah keterlaluan. Dia ngga pantes buat dimaafin, udah banyak orang terluka gara-gara dia."     

"Ya, paling ngga sekarang lu udah berusaha untuk melepaskan ikatan lu sama Hanggono, begitu juga sama Ale."     

Adrian menganggukkan kepalanya. "Gue jadi penasaran sekarang si Ale lagi ngapain."     

"Mungkin dia lagi ngulitin orang yang udah bunuh Abu," sahut Hazel.     

"Sayang banget gue ngga bisa ikut," timpal Adrian sembari mengerling jahil ke arah Hazel. "Gue masih punya tujuan untuk pulang. Berbeda dengan Ale yang sekarang harus mencari tujuannya sendiri setelah Bapak mengabaikan dia."     

"Don't worry, orang-orang seperti Ale pasti mudah untuk menemukan tujuannya lagi. Terus tujuan lu pulang bareng Bara apa?"     

Adrian mendekatkan wajahnya pada wajah Hazel. "Tujuannya ada di depan mata gue." Ia serta merta meraih wajah Hazel dan mendaratkan ciumannya di bibir Hazel.     

****     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.