Bara

Intrigant 5



Intrigant 5

0Pagi menjelang, Ale terbangun dan melihat jam pada layar ponselnya. Setelah melihat jam pada layar ponselnya, Ale bangun dan berjalan ke arah Adrian yang terlihat masih tertidur di atas dipan. Ia mengintip sebentar untuk memastikan bahwa Adrian benar-benar masih tertidur. Setelah memastikannya, Ale segera keluar dari rumah Abu Syik.     

Ia bersiul beberapa kali untuk memanggil orang-orangnya yang bersembunyi di rumah-rumah kosong yang ada di desa tersebut. Ale tidak menyadari bahwa Adrian mengintipnya. Adrian mengenali orang-orang yang baru saja menghampiri Ale. Mereka adalah sekelompok orang yang Ale temui di bandara sebelum mereka berangkat.     

Ale tampak memberikan pengarahan kepada orang-orangnya. Selesai memberi pengarahan, orang-orang itu menuju sebuah rumah yang letaknya tidak terlalu jauh dari rumah Abu Syik. Mereka masuk ke dalam rumah tersebut dan tidak lama kemudian mereka keluar dengan membawa senjata tajam.     

Adrian berlari ke dipannya, ketika ia melihat Ale tiba-tiba kembali melangkah ke dalam rumah. Ia berpura-pura meregangkan tubuhnya di atas dipan.     

"Lu udah bangun, Le?" Adrian mengerjap-ngerjapkan matanya ketika melihat Ale yang berjalan melewati dipan yang ia tiduri.     

Ale seketika menoleh. "Udah." Ale kemudian melanjutkan langkahnya menuju tas ranselnya yang ia letakkan di sudut rumah. Ale mengambil sesuatu dari dalam tasnya dan menyelipkan benda tersebut di bagian belakang celan jeans yang ia gunakan. Setelah itu, ia kembali melangkah menuju pintu rumah Abu Syik.     

"Lu mau kemana, Le?" tanya Adrian penasaran.     

"Gue mau lari pagi dulu. Lu disini aja sama Abu. Nanti kalo udah selesai gue langsung balik," jawab Ale.     

Adrian menganggukkan kepalanya agar Ale tidak curiga padanya. "Lagian gue masih mau tidur." Adrian kembali merebahkan dirinya diatas dipan.     

Sementara Ale kembali melanjutkan langkahnya untuk keluar dari rumah Abu Syik. Begitu Ale keluar, Adrian mengeluarkan ponselnya dan mengirim pesan untuk Bara. Berharap pesan yang ia kirim masih bisa terkirim ke ponsel Bara.     

Adrian terkejut begitu ia selesai mengirim pesan untuk Bara dan mendapati Abu Syik yang sudah berdiri di sebelahnya.     

"Ikuti Ale," ujar Abu Syik.     

Adrian menatap Abu Syik tidak percaya. "Saya pasti sudah kehilangan jejaknya."     

"Tidak perlu ragu. Kamu pasti bisa mengikutinya. Percaya saja sama instingmu."     

Meski masih sedikit ragu, Adrian akhirnya memutuskan untuk menyusul Ale. Ia mencium tangan Abus Syik sebelum pergi keluar rumahnya.     

"Tunggu sebentar," seru Abu Syik ketika Adrian hendak keluar dari rumahnya.     

Adrian menghentikan langkahnya, lalu Abu Syik segera berjalan menghampirinya sambil membawa sesuatu yang dibungkus oleh kain berwarna merah.     

Abu Syik meletakkan benda yang ia bawa ke tangan Adrian. "Untuk berjaga-jaga."     

"Terima kasih, Abu." Adrian menggenggam benda pemberian Abu Syik dan segera melangkah keluar.     

----     

Anak buah Hanggono yang sudah menunggu Ale beberapa meter dari ladang yang akan mereka panen. Sementara itu satu orang anak buah Abang sudah mengamati pergerakan mereka. Abang dan anak buahnya sudah mengetahui bahwa anak buah Hanggono sebentar lagi akan sampai di ladang dari jebakan yang mereka pasang.     

Jebakan itu dibuat dari ranting pohon dan diletakkan di tanah seolah itu adalah ranting yang jatuh. Begitu salah satu anak buah Hanggono menginjak atau menendang ranting tersebut, itu akan memancing gesekan dari ranting-ranting kecil yang ada di sekitarnya. Siapapun tidak akan ada yang curiga melihat ranting yang saling bergesekan. Mereka akan mengira itu disebabkan oleh angin.     

Bara sudah berdiri di depan ladang milik Hanggono. Semburat cahaya matahari yang sebentar lagi terbit menyinari ladang tersebut.     

"Sebenarnya pemandangan disini bagus," ujar Bara pada Dirga yang berdiri di sebelahnya.     

Dirga tertawa pelan. "Negara kita ini tidak pernah kekurangan tempat yang indah."     

Bara menganggukkan kepalanya. "Bagaimana persiapannya, Pak?"     

"Serahkan saja pada Abang. Tidak ada yang lebih lihai dari dia ketika melumpuhkan musuh tanpa menimbulkan keributan."     

Arga dan Reno berdiri tidak jauh dari tempat Bara berdiri. Mereka ikut bersiaga di sekitar Bara.     

-----     

"Tunggu sebentar lagi," ujar Ale ketika ia bertemu kembali dengan anak buahnya yang ia bawa dari Jakarta.     

"Kita nunggu siapa lagi, Bos?" tanya salah satu anak buah Ale.     

"Ya nunggu orang yang bakal ngawasin sekitar kita." Ale melirik jam tangannya. "Harusnya mereka sudah datang sekarang." Ia mulai terlihat tidak tenang karena aparat yang biasa mengamankan wilayah tersebut belum tiba. "Tunggu dulu lima menit. Kalau mereka ngga dateng juga, kita langsung aja."     

Anak buah Ale menunggu sembari berjalan-jalan di sekitar hutan tempat mereka berhenti.     

Adrian menghentikan langkahnya begitu ia tidak sengaja melihat salah satu anak buah Hanggono berlari ke arahnya. Adrian segera bersembunyi di balik pohon besar yang ada di dekatnya. Ternyata anak buah Hanggono itu berlari untuk mencari tempat buang hajat.     

"Buang hajat sembarangan, kesambet baru tahu rasa," gumam Adrian pelan.     

"Dipatuk ular baru tahu rasa dia. Langsung ngga bisa berdiri," sahut suara di sebelah Adrian sembari tertawa.     

Adrian sontak memegangi miliknya yang berharga setelah mendengar ucapan seseorang yang ada di sebelahnya. Beberapa detik kemudian ia tersadar dan menoleh perlahan.     

Adrian terperanjat begitu melihat seseorang yang juga sedang bersembunyi di sebelahnya. "Astaga."     

Orang yang sedang merunduk di sebelah Adrian ikut terperanjat.     

Adrian kemudian mencondongkan tubuhnya ke arah orang tersebut. Ia mencubit lengan orang itu. "Orang, kan?"     

Orang itu tiba-tiba saja menarik tubuh Adrian hingga memaksanya untuk merunduk.     

"Apa, sih," sergah Adrian.     

"Ssst." Orang itu meletakkan jari telunjuk di depan mulutnya untuk meminta Adrian diam. "Dia udah selesai buang hajat."     

"Oooh." Adrian akhirnya paham maksud orang tersebut yang memaksanya untuk merunduk.     

Orang itu terus memperhatikan anak buah Hanggono sampai ia menjauh dari tempatnya bersembunyi. Setelah anak buah Hanggono menjauh, ia segera meminta Adrian untuk berdiri.     

"Hampir aja," ujar Adrian.     

Orang yang ada di sebelah Adrian kemudian menatap Adrian lekat-lekat. "Kamu siapa?"     

"Lah, Abang sendiri siapa? Tiba-tiba nongol di sebelah saya." Adrian balik bertanya.     

"Apa kamu salah satu orang yang akan memanen ladang yang ada disana?"     

Adrian segera menggelengkan kepalanya. "Bukan, saya cuma lagi ngikutin temen saya." Adrian kemudian tersadar akan sesuatu. "Apa Abang kesini sama orang Jakarta?"     

"Kok, kamu tahu?"     

"Bara?"     

"Loh, kamu tahu lagi."     

Adrian menghela napas lega. Ternyata orang yang tidak sengaja bertemu dengannya adalah orang yang datang bersama Bara.     

"Saya juga kenalannya Bara," ujar Adrian.     

"Oh, kenal Bara juga. Mau saya antar ketemu Bara?"     

"Ngga usah, Bang. Abang lanjutin aja mengintainya. Saya juga lanjut mengintai teman saya yang mau ke ladang itu."     

"Ya sudah kalau begitu. Kita ketemu lagi nanti." Orang itu menepuk bahu Adrian lalu pergi menyelinap diantara pohon-pohon besar.     

----     

"Kayanya mereka ngga datang." Ale terlihat kesal karena Aparat yang ia tunggu tidak kunjung datang.     

"Terus gimana, Bos?"     

"Ya udah, kita langsung aja. Biar gue hajar nanti si bangsat itu." Ale merujuk pada pria paruh baya yang kemarin ia beri uang. "Udah bosen jadi Pejabat dia."     

Ale segera memimpin anak buahnya untuk menuju ladang milik Hanggono. Anak buahnya satu per satu berjalan mengikuti Ale di belakangnya. Mereka berjalan beriringan karena jalan yang mereka lalui adalah jalan setapak.     

Adrian terus mengikuti di belakangnya sambil sesekali bersembunyi di pohon-pohon yang ada di sekitarnya.     

****     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.