Bara

Intrigant 3



Intrigant 3

0Ben tertawa puas setelah melihat apa yang baru saja terjadi di ruang bawah tanah yang dahulu menjadi tempat persembunyiannya. Ia kemudian menelpon Rico.     

"Muka lu fotogenik juga, Ric," ujar Ben begitu Rico mengangkat telponnya.     

Ucapan Ben seketika membuat Rico tertawa. "Abis ngumpulin mereka di sana, terus mereka mau diapain?"     

"Tikus yang terperangkap bakal melakukan apapun supaya bisa keluar. Sekarang kita tinggal tunggu dan lihat apa yang bakal mereka lakuin," terang Ben.     

Ben kembali tertawa. "Oke, oke."     

"Sip, nanti gue kabarin kalo mereka udah usaha buat keluar dari situ." Ben mematikan sambungan telponnya dan kembali beralih pada layar monitor yang menunjukkan keadaan di dalam ruang bawah tanah.     

----     

Setelah beberapa saat anak buah Hanggono yang masuk ke dalam ruang bawah tersadar bahwa yang tadi meledak bukanlah bom. Melainkan sebuah confetti yang dibentuk menyerupai bom. Mereka lantas kembali berdiri sambil menghela napas lega.     

"Orang yang bawa kita kesini, kemana?" tanya anak buah Hanggono begitu menyadari Rico sudah menghilang dari ruangan tersebut.     

Pemimpin mereka kemudian mendengus kesal. "Sialan, kita dijebak." Ia kemudian keluar dari ruang bawah tanah tersebut diikuti oleh anak buahnya yang lain.     

Wajahnya menegang begitu melihat dua orang anak buahnya yang tadi ia tugaskan untuk berjaga di luar, sudah terkapar di dalam ruang bawah tanah. Ia kemudian melangkah menuju pintu ruang bawah tanah tersebut dan mencoba membuka pintunya.     

"Argh, sial," teriaknya begitu ia gagal membuka pintu ruang bawah tanah tersebut.     

Ia memanggil beberapa anak buahnya untuk membantunya membuka pintu tersebut. Akan tetapi, pintu itu tetap tidak bisa membuka.     

"Arrghh," teriaknya penuh amarah. Kini ia dan anak buahnya terjebak di dalam ruang bawah tanah dan tidak ada jalan keluar selain pintu yang tadi mereka lewati untuk masuk.     

Ketika ia sedang melampiaskan amarahnya dengan menendang pintu itu dari dalam, sebuah suara tiba-tiba muncul di dalam ruang bawah tanah itu. Para anak buah Hanggono terdiam dan mendengarkan suara tersebut. Suara itu mengatakan akan membuka pintu tersebut jika mereka semua mau membuat perjanjian.     

Pemimpin mereka mencoba menghubungi seseorang dengan ponselnya. Suara yang tadi mengajukan perjanjian kepada mereka tertawa begitu melihat apa yang dilakukan pemimpin kelompok tersebut.     

"Percuma, sinyal seluler tidak menjangkau tempat itu."     

Pemimpin kelompok itu nampak semakin murka. Ia mengedarkan pandangannya pada langit-langit ruang bawah tanah dan menemukan cahaya kerlap-kerlip berwarna merah. Ia sudah menduga bahwa itu adalah kamera pengawas. Ia mendekat pada kamera tersebut dan mengacungkan jari tengahnya ke arah kamera.     

----     

Ben tertawa melihat pemimpin kelompok tersebut yang mengacungkan jari tengah ke arahnya.     

"Udah terdesak masih sok jagoan," gumam Ben.     

Ben kembali mendekatkan mulutnya ke arah mikrofon. "Saya masih berbaik hati dan tidak akan membiarkan kalian mati kelaparan. Saya sudah siapkan makanan ringan. Silahkan dinikmati sampai kalian bisa memutuskan apa yang terbaik untuk kalian." Ben mematikan mikrofonnya dan kembali memperhatikan orang-orang yang terjebak di dalam ruang bawah tanah yang tadinya digunakan sebagai tempat penyelidikannya.     

"Biar lengkap nontonnya." Seseorang muncul di sebelah Ben sembari menyodorkan popcorn.     

Ben menoleh dan tersenyum pada orang tersebut. "Mau ikut nonton, Dam?"     

"With pleasure." Damar segera duduk di sebelah Ben sambil memakan popcorn yang ia bawa. Ia memperhatikan pemimpin kelompok tersebut dari layar monitor yang ada di meja Ben. Wajah itu adalah wajah yang pernah membiusnya. Wajah itu juga yang sudah menyuntiknya sebelum mereka menurunkannya di apartemennya.     

Akibat suntikan itu, ia harus mengalami halusinasi buruk selama beberapa hari. Suasananya hatinya dengan cepat berubah dan badannya terus merasa tidak enak. Ia harus menahan semuanya sampai efek yang ditimbulkan oleh sesuatu yang disuntikkan orang tersebut benar-benar hilang dari tubuhnya.     

----     

Sehari sebelum keberangkatan Bara, Arga dan Reno ke Aceh, Rico tiba-tiba mendatangi ruang bawah tanah yang ada di bawah barnya. Ia memberitahu Ben, Arga dan Reno bahwa ada beberapa tamu tidak biasa yang datang ke barnya. Rico memperhatikan tamu-tamu itu melalui kamera pengawas yang ada di dalam barnya dan melihat mereka terlihat seperti sedang mencari-cari sesuatu.     

Rico juga memberikan rekaman dari kamera pengawasnya dan memberikannya pada mereka bertiga untuk mereka periksa.     

"Lu kenal mereka, Ren?" tanya Ben ketika memutar rekaman kamera pengawas bar Millenium.     

Reno menggeleng. "Yang waktu itu ngejar gue kayanya bukan mereka. Coba kirim fotonya ke Damar, diantara kita semua dia yang paling sering datang ke rumah Hanggono. Mungkin dia pernah lihat orang itu di sekitar rumah Hanggono."     

Ben berpikir sebentar lalu ia mengirimkan hasil tangkapan layar yang menunjukkan wajah orang-orang yang datang ke bar Millenium kepada Damar. Tidak sampai satu menit setelah Ben mengirimkan gambar tersebut, Damar langsung menelponnya.     

"Mereka berkeliaran di Millenium?" tanya Damar begitu Ben mengangkat telponnya.     

"Iya, kata Rico beberapa hari ini mereka sering datang ke Millenium."     

Damar diam sebentar. "Oke, gue ke Millenium sekarang."     

"Oke, gue tunggu." Ben kembali meletakkan ponselnya di atas mejanya. "Damar mau kesini," ujar Ben sembari melirik pada Reno.     

"Bara udah gue kasih tahu," sela Arga.     

"Terus?" tanya Ben.     

"Dia bakal kirim orang buat mindahin ini semua nanti malam ke galeri," jawab Arga.     

Ben dan Reno manggut-manggut mendengar jawaban Arga.     

"Berarti sekarang kita tinggal siapin ruangan ini sebagai jebakan," ujar Ben sembari melirik Arga dan Reno bergantian.     

Ketiganya kemudian bergegas membereskan barang-barang mereka yang ada di sana. Pada saat mereka sedang menyiapkan ruangan tersebut untuk diumpankan kepada anak buah Hanggono yang kemungkinan sudah mengintai bar Millenium, Damar datang bersama Rico.     

"Kalian mau pindah?" tanya Rico yang melihat ketiganya sedang beres-beres.     

"Yang datang ke bar, itu emang orangnya Hanggono. Gue inget mukanya. Dia yang bikin gue ngga sadar sampai akhirnya gue hilang kontak sama kalian selama dua hari," terang Damar.     

Mendengar penjelasan Damar, trio Ben, Arga dan Reno segera menghentikan kegiatannya. Mereka kemudian berkumpul di meja yang ada tengah ruangan untuk membicarakan strategi untuk menggiring anak buah Hanggono agar masuk ke ruang bawah tanah mereka.     

"Biar gue yang pancing mereka kesini." Rico menawarkan dirinya untuk memancing mereka semua. "Gue bisa suruh Karyawan gue buat nyebarin gosip seputar ruangan ini pas anak buah Hanggono datang."     

"Boleh, tuh," sahut Ben. "Usahain, supaya mereka bawa lu ke tempat Hanggono. Gue perlu waktu buat mindahin ini semua."     

"Bisa diatur. Gue ngga akan berusaha untuk ngga buka mulut sampai mereka bawa gue ke tempat Hanggono," sahut Rico.     

"Menurut lu gimana, Bar?" tanya Damar pada Bara yang ikut berdiskusi bersama mereka melalui pengeras suara.     

"Gue suka sama idenya Rico. Setelah anak buah Hanggono masuk perangkap kita, usahain bikin mereka buka mulut ngeluarin pernyataan yang bisa kita gunakan untuk melawan Hanggono," ujar Bara.     

"Oke, kalau begitu, kita jalanin rencana ini," sela Ben.     

"Orang-orang Bang Ojal yang akan bantuin kalian buat pindah tempat. Gue udah minta mereka buat kesana. Selanjutnya gue bakal bilang ke mereka untuk menunggu aba-aba untuk memindahkan semuanya," lanjut Bara.     

"Oke, kita mulai sekarang. Gue harus kasih pengarahan buat karyawan gue." Rico berdiri dari tempat duduknya. "Gue naik dulu." Ia pun segera pergi meninggalkan ruang bawah tanah itu untuk memberi pengarahan kepada anak buahnya.     

****     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.