Bara

Prelude 2



Prelude 2

0Dua hari sebelum keberangkatan, Bara kembali mendatangi kediaman Dirga untuk memastikan semua persiapan mereka.     

"Gimana persiapannya, Pak?" tanya Bara.     

"Sejauh ini ngga ada masalah. Semuanya hampir siap. Saya sudah menghubungi beberapa kenalan saya di sana. Mereka bersedia membantu."     

"Pesanan saya juga sudah siap, Pak?"     

Dirga menganggukkan kepalanya. "Bukan hal sulit untuk mendapatkanya di pasar gelap."     

"Boleh saya lihat?"     

Dirga tersenyum pada Bara. Ia kemudian berjalan menuju lemari penyimpanannya dan mengambil sebuah koper kecil berwarna silver. Ia kemudian membawa koper tersebut pada Bara dan membukanya di hadapan Bara.     

Mata Bara berbinar melihat apa yang ada di dalam koper tersebut. Ia meraba isi yang ada di dalam koper tersebut.     

"Siapa yang akan memegangnya?" tanya Dirga penasaran.     

"Saya mau memegangnya, tapi kemampuan saya masih buruk. Jadi, saya akan serahkan sama yang lebih jago dari saya."     

"Siapa?"     

"Arga," jawab Bara singkat.     

"Kamu bilang, pada saat kita datang kemungkinan anak buah Hanggono yang lain juga datang. Gimana kalau mereka bersenjata?"     

"Saya yakin Bapak sudah siap dengan kemungkinan itu. Semua yang Bapak undang untuk bergabung juga bukan orang biasa, kan?"     

Dirga tertawa pelan mendengar pertanyaan Bara. "Ngga mungkin saya menghubungi orang-orang yang tidak punya kemampuan. Meskipun mereka sekarang warga sipil biasa, tapi dulu mereka selalu pegang senjata."     

"Diantara anak buah Hanggono yang datang juga ada orang yang bekerjasama dengan saya."     

Dirga menatap Bara tidak percaya. "Kamu benar-benar luar biasa. Bahkan orang yang bekerja untuk Hanggono bisa beralih membantu kamu."     

"Bapak terlalu melebih-lebihkan. Saya bukan apa-apa kalau tanpa orang-orang yang membantu saya. Lagipula orang itu melakukannya dengan sukarela. Dia hanya mengajukan beberapa syarat untuk saya. Dan kebetulan saya bisa memenuhi syaratnya."     

"Saya rasa itu poin yang membedakan kamu dengan Hanggono. Kamu menghargai usaha orang-orang yang membantu kamu."     

Bara tersenyum simpul mendengar ucapan yang ditujukan Dirga untuknya. "Itu bukan apa-apa. Bukannya memang seharusnya seperti itu?"     

Dirga mengangguk-anggukkan kepalanya. "Pertahankan sikap kamu itu."     

Bara mengangguk pelan. "Harapan Bapak terdengar sulit untuk dilakukan, tapi saya akan selalu berusaha untuk tidak berubah menjadi Hanggono atau Pak Angga."     

Dirga menepuk-nepuk bahu Bara. "Saya yakin kamu bisa."     

Bara kembali mengangguk pelan. "Lusa kita terbang pagi. Semuanya sudah disiapkan Pak Agus."     

"Kapan pun saya siap," sahut Dirga.     

----     

Hanggono menghubungi anak buahnya yang ditugaskan untuk persiapan memanen ladangnya.     

"Ale," Hanggono memanggil salah satu anak asuhnya yang selama ini ditugaskan untuk mengurus ladang-ladang tersebut ketika memasuki masa panen.     

"Iya, Pak," Ale berjalan menghampiri Hanggono.     

"Ikut saya sebentar," ajak Hanggono.     

Hanggono mengajak Ale untuk berbicara empat mata dengannya di ruang makan.     

"Sepertinya panen kali ini kamu akan kedatangan tamu," ujar Hanggono.     

Ale mengerti maksud tamu yang disebut Hanggono. "Bapak ngga perlu khawatir. Orang-orang saya yang di sana sudah lebih dulu datang ke ladang. Mereka sudah berjaga-jaga. Sampai saat ini belum ada gangguan yang berarti."     

"Bagus kalau tidak ada gangguan. Tapi, kamu harus tetap waspada."     

"Saya akan ingat itu," sahut Ale.     

Hanggono mengangguk-anggukkan kepalanya. "Saya serahkan semuanya sama kamu."     

"Bapak tidak perlu khawatir," timpal Ale.     

----     

"Ga, kayanya kita harus bersiap-siap. Kita bakal dapat sambutan disana," terang Reno setelah mendengar percakapan yang terjadi antara Hanggono dan seseorang melalui penyadap yang sudah ditempelkan Damar.     

"Ngga mungkin kita ngga dapat sambutan. Mereka pasti meningkatkan pengamanan mereka sebelum panen. Lu sendiri siap ngga?"     

"I was born ready. Lu lupa siapa yang pernah dikejar sama anak buahnya Hanggono," ujar Reno sembari tertawa pelan.     

"Guys," panggil Ben.     

Arga dan Reno menoleh bersamaan pada Ben.     

Ben menghampiri keduanya dan memberikan dua buah kancing berlambang omega pada Arga dan Ben.     

"Apa nih?" tanya Arga.     

Ben kemudian menekan pelan kancing tersebut. "Ini tracking. Kalian nyalain pas kalian mulai masuk hutan. Gue takut sinyal handphone ngga sampai kesana. Kalau ini hampir sama kaya pemancar satelit. Kemarin kalian sendiri kan tahu, selama ngawasin handphone Hanggono sinyalnya sering keputus."     

"Oh, I see," sahut Ben.     

"Tekan satu kali untuk pemancar, tekan dua kali untuk mengacak sinyal." Ben melanjutkan penjelasannya.     

"Kapan lu bikin ini, Ben?" tanya Arga.     

"Ini iseng-iseng aja pas gue senggang. Gue pikir kita bakal butuh ini, biar gue bisa terus pantau posisi kalian sekaligus mengacaukan jalur komunikasi Hanggono dan anak buahnya," jawab Ben.     

"Lu iseng-iseng bisa bikin ginian. Gimana kalo lu serius?" sindir Reno.     

"Kalo serius, gue bisa jadi Tony Stark," seloroh Ben sembari tertawa.     

"Dua alat ini cukup?" Arga kembali bertanya.     

"Ada satu lagi buat Bara," jawab Ben.     

"Apa yang buat gue?" sela Bara yang tiba-tiba sudah kembali ke ruang bawah tanah mereka.     

"Souvenir kecil," sahut Ben.     

Ben kemudian melangkah ke meja kerjanya dan mengambil kancing yang serupa dengan milik Arga dan Reno yang sudah lebih dahulu ia berikan. Ben kemudian memberikan kancing tersebut pada Bara dan mengulang penjelasannya tentang cara kerja kancing tersebut pada Bara.     

Bara tersenyum mendengarkan penjelasan dari Ben. Ia tidak menyangka bahwa dalam waktu yang singkat Ben mampu membuat alat untuk mendukung mereka.     

"Ngomong-ngomong, yang lu bawa itu apa, Bar?" tanya Arga yang melihat Bara membawa sebuah koper kecil berwarna silver di tangannya.     

"Oh, ini." Bara mengangkat koper tersebut. "Ini buat pegangan lu." Bara lantas memberikan koper kecil tersebut pada Arga.     

"Buat gue ngga ada?" sindir Reno.     

Bara tertawa pelan. "Yang ini khusus buat Arga, karena cuma dia yang bisa make ini dengan benar."     

Mata Arga seketika membesar mendengar ucapan Bara. Ia melirik tidak percaya pada Bara. "Jangan bilang isinya--"     

Bara menganggukkan kepalanya pada Arga.     

"Gue boleh liat isinya?" tanya Arga.     

"Buka aja," sahut Bara.     

Arga kemudian membuka koper kecil tersebut. Ben dan Reno yang ada di sebelah Arga turut mengintip isi yang ada di dalam koper kecil tersebut. Mata ketiganya kompak membulat melihat isi yang ada di dalamnya. Sebuah handgun revolver sig sauer P 365 9mm.     

"Lu bisa nembak, Ga?" tanya Reno.     

"Dikit," jawab Arga.     

"Merendah aja si Arga," timpal Bara. "Dia jago nembak pake senjata tapi ngga jago nembak cewek." Bara tertawa pelan setelah menyelesaikan ucapannya.     

Ucapan Bara serta merta membuat Ben dan Reno yang berdiri di sebelah Arga tidak dapat menahan tawanya. Keduanya tertawa terbahak.     

Arga melirik kesal pada ketiganya. "Sial lu, Bar."     

"Sorry, Ga," ucap Bara sembari memegangi perutnya yang kesakitan menahan tawa.     

"Heh, kalian berdua juga jomblo. Ngga usah ketawa," sergah Arga pada Ben dan Reno.     

"Tapi gue punya mantan," sahut Reno.     

"Kalo mantan juga gue punya," timpal Arga.     

"Udah-udah." Bara kemudian mencoba untuk menghentikan tawanya. "Simpen yang bener, Ga. Gue dapetin itu lumayan susah."     

Arga segera menutup koper tersebut. "Tenang aja."     

"Dua malam ini kalian tidur yang cukup, lusa perjalanan kita bakal cukup panjang." Bara memperingatkan Arga dan Reno. "Lu juga, Ben. Meskipun lu disini, lu harus selalu waspada jangan sampai lu hilang fokus gara-gara kurang istirahat. Malam ini dan besok, gue minta kalian semua buat istirahat."     

Arga, Ben dan Reno kompak mengangguk.     

"Lu juga, Bar," sahut Ben.     

Bara mengangguk. "Kalau gitu gue pamit. Kita ketemu lagi di Bandara lusa."     

Arga dan Reno mangangguk.     

"Yuk, gue balik dulu." Bara tersenyum lalu pergi meninggalkan ruang bawah tanah tersebut.     

****     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.