Bara

Reminiscent of Days 3



Reminiscent of Days 3

Malam semakin larut dan semakin banyak anak muda yang datang ke kawasan Melawai khususnya di sekitaran Aldiron Plaza. Mereka datang dengan gayanya masing-masing dan membentuk kelompok-kelompok yang sesuai dengan minat mereka masing-masing. Mulai dari anak muda yang datang memamerkan mobil yang dilengkapi dengan sound system besar yang memutar musik yang ada di urutan chart top 40, hingga kelompok-kelompok break dance yang tersebar di tiap sudut.     

Para kelompok break dance ini datang dengan bermodalkan kardus bekas yang mereka gunakan sebagai alas dan sebuah tape recorder besar, mereka bergantian menari dan unjuk kebolehan. Orang-orang yang datang tentunya sangat terhibur dengan aksi-aksi break dance yang mereka lakukan.     

Tidak terkecuali Mahesa, Bima dan teman-teman Grace yang melihat satu per satu kelompok tersebut. Mereka sangat menikmati penampilan dari tiap-tiap kelompok yang menari bergantian tersebut.     

Tidak jarang Mahesa maju untuk mencoba menari, meskipun hasilnya lebih mirip dengan tarian cacing kepanasan ketimbang tarian break dance. Tarian cacing kepanasan Mahesa sontak membuat orang-orang yang melihat tertawa terbahak-bahak. Tidak terkecuali Grace dan teman-temannya.     

Bima curi-curi pandang ke arah Grace. Melihat tawa Grace, membuat pipi Bima bersemu merah. Wajah Grace terlihat begitu bersinar di matanya.     

"Hei, bengong aja." Mahesa yang selesai menari menghampiri Bima dan langsung merangkulnya.     

Bima terkejut dan menoleh kesal pada Mahesa. "Kebiasaan."     

Mahesa tertawa menanggapi Bima.     

"Tarian cacing lu keren, Sa," seru Grace sembari tertawa.     

Mahesa tertawa menanggapi Grace sembari mengangguk-anggukkan kepalanya. Tiba-tiba saja Mahesa mendorong Bima untuk maju ke kotak beralaskan kardus bekas tersebut.     

Bima gelagapan dan melotot ke arah Mahesa yang sudah mendorongnya. Orang-orang yang ada di sekitar itu ikut bersorak untuk Bima.     

Mahesa segera bersorak untuk memberi Bima semangat. "Go, Bima."     

"Awas lu, Mas," rutuk Bima pelan.     

"Lemesin aja," seru Mahesa. "Ikutin musiknya," lanjut Mahesa sembari bergoyang mengikuti alunan musik hiphop yang mengiringi.     

"Go, Bima." Grace ikut berseru.     

Mendengar Grace berseru untuk dirinya, membuat Bima sedikit bersemangat. Harapan Bima, ia bisa menari seluwes penari break dance yang baru saja menari di hadapannya. Tetapi harapan tinggal harapan. Tarian yan ia tarikan malah menyerupai tarian robot koslet.     

Mahesa tidak bisa menahan tawanya melihat tarian Bima.     

Semakin lama Bima semakin menikmati tarian robot kosletnya. Grace bahkan tertawa sampai merunduk melihat aksi Bima. Mahesa terpingkal-pingkal melihat aksi Bima. Hingga musik selesai, Bima terus menarikan tarian robotnya tanpa mempedulikan orang-orang yang tertawa melihatnya. Tujuannya, ia hanya ingin melihat Grace tertawa.     

Begitu tarian robot milik Bima selesai, tiba-tiba saja Grace mendorong Mahesa untuk kembali maju.     

"Yoo, cacing versus robot," teriak Grace.     

Orang-orang yang ada di sana ikut berseru. Salah seorang anggota kelompok break dance yang mereka datangi kembali menyalakan musik. Mereka semua ikut bergoyang-goyang mengikuti hentakan musik hiphop.     

Mahesa menepuk Bima untuk mengajaknya kembali menarikan tarian tidak jelas mereka. Grace yang ikut terhanyut menyaksikan keduanya menari, tiba-tiba ikut bergabung bersama Mahesa dan Bima. Kini mereka menjadi trio robot cacing bidadari.     

Seorang Tukang foto keliling yang kebetulan lewat merasa tertarik dengan trio yang kini sedang menari di tengah-tengah orang banyak. Trio itu tampak tidak mempedulikan tarian mereka yang sangat amburadul. Mereka hanya menari mengikuti alunan musik. Tukang foto itu kemudian mengarahkan kameranya dan mengambil gambar trio tersebut.     

----     

Pak Bima seketika bersimpuh sembari memegangi bingkai foto pemberian Rania. Ia tertawa mengingat momen tarian robot versus cacing miliknya dan Mahesa. Namun, di saat bersamaan air mata mulai menggenangi matanya. Ia tertunduk sambil menggenggam erat foto tersebut. Rasa sesak menguasai dirinya.     

Rania berdiri memperhatikan Pak Bima yang tengah bersimpuh di hadapannya. Foto yang saat ini dipegang Pak Bima diambil jauh sebelum mereka mengenal Rania. Ia ingat betul ketika Mahesa menceritakan kisah di balik foto itu. Sorot mata Mahesa terlihat berbinar bahagia. Itu adalah masa dimana Mahesa dan Bima sangat dekat.     

"Mahesa menuliskan sesuatu di balik foto itu," ujar Rania.     

Pak Bima mendongak sebentar, lalu membuka bingkai foto tersebut. Ia sangat mengenali tulisan di balik foto tersebut.     

"Semoga kita bisa terus tertawa bersama." Tulis Mahesa di balik foto trio robot cacing bidadari itu.     

Sebuah pesan singkat yang mampu memporak porandakan Pak Bima dalam sekejap. Ia menutupi wajahnya dengan satu tangannya.     

Kimmy yang kebetulan sedang berada di luar ruang rahasia milik Mahesa, mengintip sedikit ke dalam. Ia melihat papanya yang sedang duduk bersimpuh sembari memegang selembar foto sementara tangan satunya menutupi wajahnya. Dari balik punggungnya, Kimmy dapat merasakan penyesalan dan kesedihan mendalam yang dirasakan papanya.     

"Jangan ulangi kesalahan itu lagi, Bima," ujar Rania terbata. Ia sendiri tidak mampu menahan dirinya ketika menyaksikan kesedihan Pak Bima yang terasa begitu pilu.     

"Kamu benar." Pak Bima mendongak dan menatap Rania.     

Rania balas menatap Pak Bima.     

Pak Bima kembali memandangi foto yang ada di tangannya. "Sedalam apapun penyesalan saya, tidak ada yang bisa saya ubah. Mereka berdua pasti sangat kecewa terhadap saya."     

"Sampai akhir, Mahesa dan Grace berusaha menyelamatkan kamu dari permainan papamu sendiri. Mereka selalu berpikir, pada akhirnya kamu akan memihak pada mereka. Tapi, kamu malah berakhir dengan mengkhianati mereka."     

Pak Bima memejamkan matanya. Ia membekap foto tersebut di dadanya.     

Tiba-tiba Pak Bima merasa ada sebuah tangan yang menepuk lembut bahunya dan berbisik padanya. "It's okay." Tepukan itu mirip dengan apa yang sering Mahesa lakukan padanya.     

"I'm sorry, I'm sorry," ucap Pak Bima berulang-ulang. Suara yang keluar dari mulut Pak Bima semakin lama semakin parau.     

Kimmy menyeka air matanya melihat Pak Bima yanh terus saja meminta maaf. Ternyata ruang bawah milik omnya menyimpan sebuah kenangan yang begitu berarti bagi papanya. Kenangan yang sanggup membuat papanya bersimpuh lama hingga mengucap kata maaf yang mungkin sudah sangat terlambat.     

"I'm sorry," ujar Pak Bima kembali dengan suara serak. Ia sadar, ratusan, ribuan bahkan jutaaan kata maaf tidak bisa membuatnya mengulang kembali apa yang sudah terjadi. Hanya penyesalan tak berujung yang ia rasakan.     

Rania tiba-tiba meraih lengan Pak Bima dan memintanya untuk berdiri. Ia sudah tidak tahan lagi melihat Pak Bima yang terus menerus mengucapkan kata maaf.     

Pak Bima berdiri sembari menundukkan kepalanya.     

"Keputusan kamu sudah tepat, Bima. Ingat, kamu sudah berkhianat satu kali. Jangan sampai kamu mengulangi pengkhianatan kamu itu."     

Pak Bima menggelengkan kepalanya. "Kalau saya kembali berkhianat, saya tidak akan punya muka untuk menemui Mas Esa di akhirat nanti."     

Rania menghela napasnya dan berjalan mendekat. Ia kemudian memeluk Pak Bima sekilas.     

"Jangan sampai anak-anak kita mengalami kemalangan seperti apa yang kita berdua rasakan. Kita harus akhiri semuanya sekarang," ujar Rania begitu ia melepaskan pelukannya pada Pak Bima.     

Pak Bima kembali menggeleng pelan. "Saya tidak akan biarkan mereka bertiga terluka."     

"Wah, kayanya masuk ke ruang bawah tanah bagus juga. Papa dan Tante jadi bisa sedikit berbaikan," ujar Kimmy seraya berjalan menghampiri Pak Bima dan Rania.     

Rania hanya membalas ucapan Kimmy dengan senyum simpul. Sementara itu, Kimmy berjalan menghampiri Pak Bima. Ia kemudian memeluknya.     

"You're doing great, Dad."     

****     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.