Bara

Offer 3



Offer 3

0Maya akhirnya diizinkan pulang dari rumah sakit. Sebelum pulang, ia menggelar jumpa pers untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi antara dirinya dan Abdi dalam foto yang beredar luas. Maya tidak menyangkal bahwa Model yang ada di foto tersebut adalah dirinya.     

Bara dan Kimmy memperhatikan Maya yang sedang memberikan keterangan kepada para Wartawan dengan sangat santai. Bara juga menyewa beberapa pengawal untuk mengawasi jumpa pers tersebut. Ia tidak ingin terjadi sesuatu selama jumpa pers itu berlangsung.     

Diam-diam Kimmy pun memperhatikan Bara yang tidak bisa melepaskan matanya dari Maya.     

"She's amazing, right?" tanya Kimmy sembari mengerling jahil pada Bara.     

Bara mengangguk sementara matanya tetap mengawasi Maya.     

"Gue masih ngga nyangka, loh. Kalau lu bisa segitu in love-nya sama Maya."     

Bara menoleh dan menatap Kimmy. Ia tertawa pelan. "Gue sendiri ngga nyangka bisa sejauh ini."     

"Apa yang membuat Maya menarik di mata lu? Karena dia cantik?" tanya Kimmy penasaran.     

"Dia lebih dari sekedar cantik. She's like a rare diamond, hard to find, maybe one in a million. And I won't lose my chance to have her."     

"Wow," gumam Kimmy. Ia tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar dari mulut Bara. "Kayanya mulai sekarang lu bakal lebih protektif sama dia."     

Bara tertawa pelan. "Gue ngga mau kejadian kemarin keulang lagi. Kalo gue inget kejadian kemarin, rasanya mukulin Abdi berkali-kali juga ngga cukup."     

"Sebagai sahabat Maya sekaligus sepupu lu, gue ikut bahagia. Gue tahu apa yang Maya lalui selama ini juga ngga mudah, sekarang dia ngga perlu takut kesepian lagi. Lu tahu, dia itu deket banget sama bokapnya, jadi setelah orang tuanya pisah, dia sedikit terguncang karena harus pisah sama bokapnya."     

Bara mengangguk pelan. "Iya, gue tahu. Dia udah ngenalin gue sama bokapnya."     

Kimmy menatap Bara tidak percaya. "Serius? Lu udah dikenalin ke bokapnya?"     

Bara kembali mengangguk. Kali ini dengan sebuah senyum yang terkembang di wajahnya.     

"Wah, berarti lu benar-benar spesial."     

Bara tertawa dan kembali mengalihkan perhatiannya pada Maya yang masih sibuk menjawab pertanyaan para Wartawan. Kimmy juga kembali memperhatikan jalannya konferensi pers tersebut. Ia tersenyum. Turut berbahagia untuk Bara dan Maya.     

----     

"Sial," teriak Hanggono ketika ia melihat siaran tentang jumpa pers yang diadakan Maya untuk menjelaskan peristiwa yang sudah ia alami.     

Ternyata apa yang ia harapkan bisa menghancurkan Bara tidak terwujud. Adrian melapor padanya bahwa rencana yang sudah ia siapkan gagal karena Bara tiba-tiba muncul di tempat dimana Abdi menyekap Maya.     

"Padahal saya kira, rencana kamu menggunakan Maya dan Abdi sudah tepat. Saya pikir, jika Abdi berhasil menghancurkan Maya, Bara pasti akan ikut merasa terpukul. Karena menurut saya, Maya itu salah satu kelemahan Bara. Tapi, apa ini--"     

Hanggono menunjuk pada iPad miliknya yang sedang menampilkan foto Abdi bersama Maya.     

Abdi hanya berhasil mengabadikan foto-foto dirinya bersama Maya yang seolah sedang memadu kasih. Foto-foto tersebut sempat menyebar sebelum akhirnya sebuah akun gosip menyebarkan foto-foto Abdi yang dicokok Polisi.     

"Abdi gagal menghancurkan Maya, dan Bara justru menunjukkan taringnya dengan langsung memutus semua kerjasama dengan tim balap Abdi." Hanggono mendengus kesal.     

"Dua kali dia sudah membuat saya merasa seperti ini." Hanggono kembali melanjutkan kekesalannya. "Kenapa sulit sekali mengalahkan dia."     

Adrian tertawa pelan mendengar Hanggono kini mulai merasa terancam.     

"Kenapa kamu malah tertawa begitu?"     

"Ngga, saya rasa Bapak kali ini berhadapan dengan lawan yang seimbang," ujar Adrian.     

"Seimbang apa? Dia itu cuma beruntung."     

"Kalau tidak seimbang, kenapa Bapak bisa merasa terganggu sama dia. Ini pertama kalinya saya lihat Bapak terganggu seperti itu," sahut Adrian.     

"Saya masih punya banyak cara untuk menyingkirkan dia dari permainan. Saya akan cari tahu orang-orang yang membantunya. Dengan begitu saya bisa menyingkirkan pion miliknya satu per satu."     

Adrian diam sesaat setelah mendengar perkataan Hanggono. Dirinya kini sudah menjadi salah satu pion dalam permainan Hanggono melawan Bara.     

"Apa Bapak tidak memikirkan kemungkinan bahwa Bara yang akan memenangkan permainan ini?" tanya Adrian tiba-tiba.     

"Ngga ada ceritanya saya kalah. Saya selalu bisa memenangkan pertempuran."     

Adrian menanggapi ucapan sombong Hanggono dengan tersenyum simpul. Pikir Adrian, Hanggono kali ini benar-benar tidak bisa mengenali lawannya. Adrian berkesimpulan bahwa Hanggono perlahan mulai kehilangan daya cengkramnya dan itu pertanda bahwa sudah saatnya Hanggono untuk pensiun dan beristirahat ketimbang ia terus melanjutkan permainannya dengan Bara.     

----     

"Kim," panggil Bara.     

"Ada apa?"     

"Lu ngerasa ada yang aneh ngga sih?"     

"Apa yang aneh?"     

"Maya daritadi terus mainin kakinya, meskipun dia keliatan tenang, tapi daritadi gue perhatiin kakinya ngga berhenti bergerak."     

Kimmy serta merta melirik ke bawah meja. "Kayanya ini ngga bagus."     

"Kita selesaikan aja, Kim. Gue takut Maya kenapa-kenapa."     

Kimmy segera maju menghampiri Maya dan membisikkan sesuatu di telinganya. Maya terlihat mengangguk sembari mendengarkan apa yang Kimmy katakan di telinganya. Setelah Kimmy selesai berbisik, Maya kembali menghadap ke arah Wartawan yang terlihat penasaran.     

"Sekian dari saya. Selanjutnya akan dijelaskan oleh Pengacara saya," ujar Maya kepada para Wartawan.     

Bara turut berjalan cepat menghampiri Maya. Ia segera memegangi Maya, begitu Maya berdiri dari kursinya.     

"I got you," ujar Bara sambil memegangi Maya.     

"Thank you," Maya hampir saja jatuh jika Bara tidak segera datang dan memeganginya.     

Beberapa pengawal yang sudah disewa Bara, dengan sigap membentuk barikade agar tidak ada Wartawan yang mendekati keduanya sampai keduanya masuk ke dalam mobil.     

"Gue pikir bakal gampang menghadapi Wartawan, ternyata gue salah," ujar Maya begitu ia sudah masuk ke dalam mobil bersama Bara.     

"Ngga usah dipaksain," sahut Bara.     

Maya menatap nanar pada jalanan di luar mobil mereka yang mulai meninggalkan lobi rumah sakit. "Kayanya gue beneran harus konseling. Tadi, tiba-tiba aja pas gue liat kamera-kamera itu, gue mendadak takut. Ini ngga bisa dibiarin. Pekerjaan gue selalu berhubungan sama kamera, kalau gue takut, gimana gue bisa lanjutin pekerjaan gue," aku Maya.     

Bara mendekatkan tubuhnya pada Maya. Ia merangkul Maya dan perlahan memeluknya. "Gue yakin lu bisa mengatasinya."     

Maya membenamkan wajahnya di dada bidang Bara dan memeluk tubuh Bara erat.     

Bara mendengar isak pelan Maya. Ini pertama kalinya dia mendengar Maya menangis setelah apa yang terjadi. Selama ia dirawat dan menjalani serangkaian pemeriksaan untuk dijadikan alat bukti Kepolisian, Maya selalu terlihat tenang.     

Bara lantas mempererat pelukannya sembari mengelus lembut kepala Maya. "It's okay. I'm here. I'll walk with you through it all."     

Maya semakin membenamkan wajahnya di pelukan Bara. "Stay still for a second."     

"We can stay like this as long as you want," ujar Bara.     

"Thank you."     

Bara mengecup puncak kepala Maya dan kembali mempererat pelukannya.     

****     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.