Bara

Crack 4



Crack 4

0Selesai makan siang bersama, Bara mengantar Maya untuk kembali ke mobilnya.     

"Ngga mau disini aja?" tanya Bara begitu Maya masuk ke dalam mobilnya.     

Maya menggeleng.     

"Masih kesel?"     

"Sedikit."     

"Lu mau kemana abis dari sini?"     

"Mau ke studio. Typing buat acara talkshow gitu."     

"Jam berapa selesainya?"     

Maya mengangkat bahunya. "Tergantung. Kenapa emangnya?"     

"Nanti gue jemput. Dimana studionya?"     

"Ngga jauh dari sini, kok. Masih di SCBD."     

"Oke, nanti kabarin kalo udah mau selesai."     

Maya mengangguk pelan.     

Melihat Maya yang masih kesal dengan kejadian makan siang tadi, Bara tiba-tiba masuk ke dalam mobilnya. "Sekali lagi, I'm sorry."     

"No problem," sahut Maya.     

Bara tersenyum sambil menatap Maya. "Ini pertama kalinya lu begini. I will remember this." Bara menunjukkan bekas gigitan Maya yang masih membekas samar di punggung tangannya.     

Maya balas menatap Bara. "Lu tau ngga, sih, kalau hari pertama gini, mood itu gampang banget berubah."     

"Oh," gumam Bara terkejut. "Lu lagi itu?"     

Maya mendesah pelan. "Mood gue lagi ngga karuan, ditambah tadi lu begitu. Tanduk gue jadi keluar, kan."     

Bara akhirnya memahami kenapa Maya bersikap tidak seperti biasanya hari ini. "Sini, sini." Ia kemudian memeluk Maya.     

Maya menghela napasnya di dalam pelukan Bara. Mencium aroma parfum yang Bara kenakan dan sudah bercampur dengan aroma alami tubuh Bara membuat Maya sedikit tenang. Pelukan yang diberikan Bara sedikit banyak membuat Maya merasa lebih tenang.     

Maya kemudian melepaskan pelukan Bara.     

"Udah lebih baik?" tanya Bara.     

Maya mengangguk. "Thanks. Ya udah sana balik ke kantor. Gue juga takut telat kalo kelamaan disini."     

Bara menganggukkan kepalanya. Ia mengecup kening Maya sebelum ia keluar dari mobil Maya.     

"Inget, nanti kabarin kalo udah mau selesai," ujar Bara setelah menutup pintu mobil Maya.     

"Iya," sahut Maya.     

"Hati-hati ya, Pak," ujar Bara pada Supir pribadi Maya.     

"Siap, Mas," timpal Supir pribadi Maya sambil mengacungkan jempolnya.     

"Gue berangkat," ucap Maya.     

Bara mengangguk lalu menjauhkan tubuhnya dari mobil yang Maya tumpangi. Maya melambaikan tangannya dari dalam mobil, dan kemudian mobil yang ia tumpangi pergi meninggalkan area parkir gedung MG Group. Begitu mobil Maya pergi, Bara segera berjalan menuju lift dan kembali ke kantornya.     

----     

Raya terdiam setelah mendengarkan pengakuan Axel. Pengakuan yang dikatakan Axel sepertinya merupakan hal yang seharusnya tidak diutarakan Axel pada orang lain. Ketika sedang terdiam, Bara tiba-tiba mengirimkan pesan untuknya. Ia meminta Raya untuk menemuinya.     

Raya berpura-pura membawa beberapa berkas dan pergi keluar dari ruangannya. Ia kemudian menemui Bara di ruang kerjanya.     

"Gimana tadi? Kalian ngomongin apa aja?" Tanya Bara begitu Raya masuk ke dalam ruangannya.     

Raya berpikir sejenak. Ia lalu menghela napasnya. "Axel kayanya emang cucunya Hanggono. Tapi, gimana ya gue bilangnya--" Raya bingung dengan kata-kata yang akan ia ucapkan selanjutnya.     

"Tapi apa?" tanya Bara.     

"Axel ngaku ke gue kalau dia itu anak selingkuhan bokapnya. Alasan kenapa kakaknya tiba-tiba nyari dia, itu karena bokapnya lagi butuh donor ginjal."     

Bara terkejut mendengar apa yang dikatakan Raya. "Axel ngaku sama lu?"     

Raya mengangguk. "Makanya gue jadi agak ngga enak ngasih tahu ini sama lu. Liat interaksi dia sama kakaknya ditambah pengakuannya yang ngga gue sangka-sangka, bikin gue yakin kalau selama ini keluarganya ngga ada yang memperlakukan dia dengan baik."     

"Ya, ngga heran kalau Axel begitu."     

"Gue, sih, jadi kasian sama Axel. Kayanya dia juga sakit hati sama perlakuan keluarganya sendiri."     

"Really?"     

Raya menganggukkan kepalanya. "Kakaknya cerita yang bagus-bagus tentang keluarga mereka, tapi sama Axel langsung disangkal. Gue tadi bener-bener kaya ada di tengah perang saudara."     

"Menurut lu, gimana kalo Axel tau selama ini Pak Angga kerjasama sama Hanggono?"     

"I don't know, tapi kayanya dia bakal ngga mau kerjasama lagi sama Pak Angga. Lu juga tadi liat, kan, gimana situasi gue sama mereka berdua pas di restoran."     

Bara menganggukkan kepalanya. "Maya sampe bilang Axel bakal keriput gara-gara kebanyakan ditekuk mukanya."     

"Waktu dia ngaku, dia juga keliatan agak sedih. Meskipun dia sok kaya ngga ada apa-apa."     

Bara menganggukkan kepalanya mendengarkan penjelasan dari Raya.     

"Gue jadi agak ngga tega sama dia," ujar Raya pelan.     

Bara menghela napasnya. "Ya, siapa sangka kalau dia begitu karena keluarganya."     

Raya ikut mengangguk. "Yaudah, gue balik dulu ke tempat gue. Takutnya ada yang nyariin gue."     

"Oh, iya. Thanks, Ray, udah mau bantuin."     

Raya tersenyum pada Bara. "Santai aja. Nanti kalau Axel tiba-tiba cerita lagi, gue bakal kasih tau lu lagi." Raya kemudian berjalan pergi meninggalkan ruang kerja Bara.     

----     

Sekembalinya Raya dari ruang kerja Bara, ia tidak hentinya terus mencuri pandang ke arah Axel. Axel terlihat lebih banyak diam daripada biasanya. Meskipun ia tetap melempar candaan pada orang yang datang meminta tolong padanya, namun begitu orang tersebut pergi, Axel kembali terdiam.     

"Kenapa ngeliat ke arah gue terus?" Axel tiba-tiba mengirimkan sebuah pesan melalui aplikasi obrolan yang ada di komputer Raya.     

Raya terkejut membaca pesan dari Axel dan kembali melirik ke arah meja kerja Axel.     

"Daritadi gue sadar, kok, lu ngeliatin ke sini terus," Axel kembali mengirimkan pesan untuk Raya. "Ngga usah mikirin kata-kata gue tadi," lanjut Axel pada pesannya.     

Raya akhirnya mulai mengetikkan pesan untuk Axel. "Gue jadi ngga enak, setelah denger kata-kata lu tadi."     

Axel mengirimkan gambar ikon seseorang yang sedang tertawa. "Santai aja. Anggap aja lu ngga tahu apa-apa."     

"Kalo lu perlu temen buat cerita, gue mau, kok, dengerin cerita lu," balas Raya.     

"Makasih tawarannya," balas Axel yang disertai dengan gambar ikon seseorang yang sedang tersenyum. "Kalau bisa sekalian traktir gue makan lagi. Gue yakin, makan siang tadi, dibayarin sama cewek itu."     

Raya melongo membaca pesan dari Axel. Darimana Axel tahu, bahwa yang tadi siang membayar semua makan siang mereka adalah Kakak perempuannya. "Oke, gue utang traktir makan sama lu."     

"Ngga perlu yang mahal kaya tadi siang. Gue, sih, ditraktir makan di warkop juga jadi," balas Axel yang disertai gambar ikon wajah yang sedang mengerling.     

Sesaat setelah Axel mengirimkan balasan untuk Raya, tiba-tiba ponselnya bergetar. Nama Pak Angga muncul di layar ponselnya. Ia segera mengangkat telponnya.     

"Ya, ada apa, Pak?" jawab Axel.     

"Malam ini kamu ada acara?" tanya Pak Angga.     

"Acara saya setelah pulang kantor, paling cuma tidur di kostan."     

"Kalau begitu, kamu mau ikut saya makan malam?"     

"Wah, kalau urusan makan, sih, saya ngga bakal nolak."     

"Oke kalau begitu. Saya tunggu kamu di rumah makan yang sama dengan tempo hari. Ruangan yang sama, jam delapan."     

"Oke, saya akan datang."     

"Saya tunggu kedatangan kamu." Pak Angga kemudian mematikan sambungan telponnya.     

Axel mengernyit begitu sambungan telponnya terputus. "Tumben, ngga ada apa-apa ngundang makan malam. Yaudah, lah. Lumayan makan gratis." Axel memilih untuk tidak ambil pusing dengan ajakan Pak Angga yang tiba-tiba.     

Ia pun kembali melanjutkan pekerjaannya.     

****     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.