Bara

Crack 9



Crack 9

0Bara mendapatkan rekaman Hanggono yang sedang memukuli Axel dari pengawal Hanggono yang sudah bekerjasama dengannya. Ia menunjukkan rekaman tersebut pada Bang Jali.     

"Ada, ya, orang kaya gitu?" gumam Bang Jali.     

"Ya ada. Itu Abang lagi lihat sendiri."     

"Padahal dia masih cucunya. Tapi mukulinnya udah kaya mukulin maling. Bener-bener keterlaluan."     

"Gue, sih, ngga heran, Bang, kalo Hanggono bisa berbuat begitu sama Axel."     

"Tapi pinter si Hanggono, dia sama sekali ngga mukulin mukanya Axel. Dia terus nyerang badannya aja."     

"Biar ngga ada yang tahu kalo Axel abis dipukulin," sahut Bara.     

"Kasian banget gue sama Axel. Baru juga semalem gue abis ketawa-tawa sama dia. Tapi kayanya dia udah feeling kalo dia bakal kenapa-napa, dia nitip pesan buat bilang ke HRD kalo hari ini dia sakit."     

Tiba-tiba ponsel Bara berdering dan ia pun segera menjawabnya. Bara melirik ke arah Bang Jali ketika orang yang menelponnya berbicara dengannya.     

Bang Jali balas menatap Bara penuh tanya.     

"Oke, makasih, Bang." Bara kemudian meletakkan kembali ponselnya.     

Bang Jali sudah tidak tahan dengan rasa penasarannya dan langsung bertanya pada Bara. "Ada apa?"     

"Ada ambulance yang datang ke rumah orang tuanya Axel."     

"Ambulance? Siapa yang dibawa?"     

"Katanya anak muda yang dibawa?"     

"Axel?"     

"Kayanya iya."     

Bara kemudian kembali membuka ponselnya karena ada sebuah pesan yang masuk. Ia langsung membuka pesan tersebut. Ia tersenyum melihat gambar yang baru saja dikirimkan ke ponselnya.     

Bara kembali melirik pada Bang Jali. "Kayanya gue bisa cari tahu siapa yang dibawa." Ia menunjukkan foto ambulance yang datang ke rumah Axel. "Ambulance-nya dari rumah sakit punya MG Group."     

"Gue bakal minta tolong Pak Agus buat cari tahu," ujar Bara.     

"Iya, lu cepet cari tahu. Gue jadi makin khawatir sama Axel."     

"Iya, Bang."     

-----     

Axel mendesah pasrah melihat Dokter dan Perawat yang sedang memeriksanya.     

Papanya yang berdiri di samping ranjangnya terus memperhatikan Dokter yang memeriksa Axel. "Bagaimana keadaannya?"     

"Cederanya tidak terlalu parah, dalam waktu tiga sampai tujuh hari juga akan segera membaik," terang Dokter yang memeriksa Axel.     

"Tapi dia sampai tidak sadarkan diri, Dok," sergah Papanya.     

"Itu akibat tekanan yang disebabkan memar pada bagian ulu hatinya, kalau memarnya sudah reda, tekanannya juga akan mereda."     

Papanya kemudian mengalihkan perhatiannya pada Axel. "Benar, kamu ngga apa-apa?"     

Axel menghela napas lemah. "Dengerin aja apa kata Dokter."     

Dokter yang menangani Axel ikut mengangguk. "Iya, tidak usah terlalu khawatir."     

Axel lalu mengalihkan perhatiannya ke arah lain dan memejamkan matanya. Ulu hatinya memang masih terasa nyeri dan napasnya masih terasa berat. Terlepas dari rasa nyeri pada ulu hatinya, perasaannya justru lebih sakit karena fakta dibalik kematian ibunya.     

Melihat Axel memejamkan matanya, Dokter yang menanganinya paham dan kembali berbicara dengan papanya. "Sebaiknya kita biarkan dia istirahat."     

Papanya menatap Axel dan mendesah pelan. Ia kemudian melangkah keluar dari ruang rawatnya.     

----     

Selepas jam kantor usai, Bang Jali segera pergi ke rumah sakit untuk menjenguk Axel. Pak Agus mengkonfirmasi pada Bara bahwa benar ada pasien bernama Axel yang masuk pada pagi tadi. Dokter memberitahu Pak Agus bahwa pasien tersebut mengalami cedera benda tumpul pada bagian ulu hatinya.     

Meskipun orang tuanya mengatakan itu karena pasien terjatuh di kamar mandi, tetapi Dokter meyakini bahwa itu adalah akibat pukulan yang dilakukan berkali-kali.     

Bang Jali mengendap-endap masuk ke dalam ruang rawat Axel. Ia sedang terbaring sendiri di ranjangnya. Axel keheranan melihat kehadiran Bang Jali di kamar rawatnya. Karena tidak ada seorang pun yang mengetahui bahwa dirinya sedang dirawat di rumah sakit.     

"Kok, Abang bisa ada disini?" tanya Axel begitu Bang Jali duduk di kursi yang ada di sebelah ranjangnya.     

Bang Jali tersenyum simpul. "Gue punya orang dalam di rumah sakit ini."     

Axel mengerjap tidak percaya.     

"Serius, gue punya orang dalam. Orangnya ada di luar nungguin gue. Lu mau ketemu sama dia?"     

Axel menoleh ke arah pintu kamar rawatnya. Sekilas ia melihat seseorang sedang berdiri di luar kamar rawatnya dari jendela kecil yang ada pintu.     

"Sebelumnya gue mau jujur sama lu," ujar Bang Jali.     

"Mau jujur soal apa, Bang?" tanya Axel penasaran.     

"Awalnya gue deketin lu karena gue disuruh seseorang buat ngawasin lu," aku Bang Jali. "Tapi, setelah kenal lu, gue malah jadi simpati beneran sama lu."     

Axel tertawa pelan mendengar pengakuan Bang Jali. "Wow, awalnya gue ngga percaya karma. Tapi, setelah dengar ucapan Abang, gue percaya karma itu nyata, dan terjadi tepat di depan mata gue."     

"Gue harap lu ngga marah dan kecewa sama gue," ujar Bang Jali.     

Axel menghela napas panjang. "Buat apa gue marah. Abang pasti punya alasan buat ngelakuin itu. Sama halnya kaya gue yang mata-matain Raya. Gue ngga mau marah sama Abang. Karena selama kita ngobrol berdua, Abang yang keliatan paling tulus sama gue."     

"Gue juga lihat apa yang Hanggono lakuin sama lu. Gue sampe ngga habis pikir, ada manusia kaya Hanggono yang ngga punya hati kaya gitu."     

"Emang Abang tahu gue abis diapain sama Eyang gue itu?"     

"Lu mau gue kasih liat videonya? Atau perlu gue sebarin videonya sekarang juga?"     

Axel menatap Bang Jali tidak percaya. "Abang sampai punya rekamannya?"     

Untuk menjawab pertanyaan Axel, Bang Jali lantas mengeluarkan ponselnya. Ia kemudian memutar video kiriman dari Bara dan memperlihatkannya pada Axel.     

"Abang dapat darimana?" seru Axel.     

"Dari gue." Bara tiba-tiba sudah berada di dalam kamar rawat Axel.     

Axel menatap Bara dan Bang Jali bergantian. "Jadi kalian?"     

Bang Jali mengangguk. "Bara yang udah minta gue buat ngawasin lu. Kita berdua sudah kenal lama."     

"Jangan salah paham," ujar Bara. "Dari awal gue udah tahu kalo lu pasti punya orang dalam di perusahaan. Gue cuma minta Bang Jali buat cari tahu, siapa yang ada di belakang lu. Belakangan gue juga baru tahu tentang latar belakang keluarga lu."     

"Oh, pasti sekarang lu udah tahu siapa yang ada di belakang gue. Ya, kan?" tanya Axel pada Bara.     

Bara menganggukkan kepalanya.     

Axel tersenyum sambil mengangkat sebelah bibirnya. "Sekarang lu mau ngajak gue kerjasama?"     

Bara mengangguk pelan. "Tenang aja, gue ngga bakal ngajak kerjasama tanpa memberikan timbal balik."     

"Lu yakin bisa memenuhi permintaan gue?" tanya Axel.     

Bara mengangkat bahunya. "Lu harus kasih tahu dulu apa permintaan lu supaya gue bisa tahu, gue bisa memenuhi permintaan lu atau ngga."     

"Gue pikir-pikir dulu," sahut Axel.     

"It's okay," timpal Bara. Bara tiba-tiba memberikan sebuah amplop coklat besar pada Axel. "Pikirin lagi soal penawaran dari gue."     

Axel menerima amplop itu dengan sedikit keheranan. "Apaan, nih?"     

"Kalau lu mau tahu tentang kematian Nyokap lu, jawabannya ada disitu," jawab Bara.     

Axel menatap nanar amplop pemberian Bara. Ia segera membuka amplop tersebut. Sementara Axel membaca hasil otopsi tersebut. Bara berjalan pergi meninggalkan kamar rawat Axel.     

****     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.